Jelang Vonis, Nur Alam Tersenyum Tenang dan Yakin Bebas

Nur Alam (kedua dari kiri), sesaat setelah tiba di PN Jakarta Pusat. Hari ini mantan Gubernur Sultra itu akan menghadapi sidang pembacaan vonis

LENTERASULTRA.com-Satu jam lagi, tepatnya pukul 15.00 WIB, Nur Alam akan mendengar pembacaan vonis hakim atas kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang didakwakan pada mantan Gubernur Sultra ini. Sidang akan segera digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.

Sejak pukul 12.00 WIB, mantan Ketua PAN Sultra itu sudah tiba di pengadilan. Ia mengenakan setelan kemeja putih dan celana hitam. Senyum tipis khasnya masih tetap terlihat berkharisma dan melenakan orang yang melihatnya. Ia terlihat cukup tenang, tak sama sekali menyiratkan ketegangan. Begitu keluar dari kendaraan yang mengantarnya, ia menyalami satu persatu kerabat yang sudah menantinya.

Salah satu yang tiba lebih awal di pengadilan adalah Lukman Abunawas. Mantan Sekda Sultra ini memilih meninggalkan sejenak riuh Pilkada yang sedang ia ikuti demi memberi dukungan moral kepada mantan pimpinanya saat di Pemprov Sultra itu.

“Kita semua masyarakat Sultra khususnya kami keluarga mendoakan semoga hakim memutuskan yang seringan-ringannya. Kami selalu mendoakan semoga diberikan ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi proses hukum,” kata Lukman di Jakarta, Rabu, (28/3).

Dalam kesempatan tersebut, Lukman mengatakan Nur Alam merupakan sosok gubernur yang mampu membawa Sultra ke arah yang lebih baik. Hal tersebut terbukti dari banyaknya perubahan yang terjadi di Sultra utamanya dari segi pembangunan.

Sementara itu, Penasihat hukum Nur Alam, Didi Supriyadi mengaku jika kliennya siap menghadapi vonis yang akan diberikan oleh majelis hakim yang dipimpin hakim Diah Siti Basariah tersebut. Didi optimis jika majelis hakim objektif, mereka akan memutus perkara kliennya dengan adil dan mengedepankan fakta persidangan.

“Kami yakin hakim akan objektif, saya yakin akan pak NA (Nur Alam) bebas,” ujar Didi kepada lenterasultra.com sesaat sebelum persidangan dimulai. Sebelumnya Nur Alam dituntut oleh Jaksa KPK agar dijatuhi pidana penjara 18 tahun dengan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Nur Alam juga dituntut agar dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah selesai menjalani hukuman dan membayar uang pengganti sebanyak Rp 2,7 miliar. Dengan ketentuan jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau incraht uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik Nur Alam akan disita. Namun, apabila harta tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 1 tahun.

Selanjutnya, Nur Alam pun baik secara pribadi maupun melalui pengacaranya mengajukan nota pembelaan atau pledoi. Inti dari pledoi tersebut adalah membebaskannya dari segala tuduhan Jaksa KPK yang dialamatkan kepadanya.

Sekedar mengingatkan dalam tuntutannya yang dibacakan pada (8/3), Jaksa meyakini Nur Alam telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar dan korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar. Perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabaena yang dikelola PT AHB.
Berdasarkan perhitungan ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki Wasis, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp 2,7 triliun.

Selain itu dalam tuntutannya, Jaksa KPK meyakini Nur Alam terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. Uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB. Adapun, hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International.

Atas dasar itu, Jaksa menuntut Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (rere)

nur alamvonis