LENTERASULTRA.com-Sudah lebih tiga bulan terakhir-diselingi praperadilan-jajaran penyidik di Kejari Muna menetapkan lima orang tersangka dugaan mega korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Muna 2015. Hanya saja, alih-alih sampai ke pengadilan untuk disidangkan, berkas perkaranya pun belum juga bisa dilengkapi.
Usut punya usut, jaksa rupanya kesulitan mengumpulkan bukti pendukung perkara yang menyeret nama Ratnaningsih, mantan Kepala BPKAD Muna plus empat pejabat lainnya. Tak hanya itu, hasil audit resmi dari BPKP yang tak kunjung ada. Untuk saat ini yang bisa dilakukan penyidik adalah terus memanggil dan memeriksa saksi-saksi perkara ini.
Lima tersangkanya pun tak kunjung ditahan. Padahal mereka diduga merugikan keuangan negara hingga Rp. 40 miliar. Meski, tak memiliki jangka waktu, penahanan tersangka bagian dari kewenangan penyidik. “Penahanan dilakukan atau tidak, tergantung penilaian penyidik. Kan masih dalam proses penyidikan ini. Tunggu saja,” argumen Ld Abdul Sofyan, Kasi Intel Kejari Raha, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (15/3).
Penyidikan dimaksudkan, lanjut Sofyan, untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada. Soal gambaran penyidikan DAK pascapraperadilan, belum bisa dijelaskan detailnya pada lenterasultra.com, apakah masih berpotensi ada penambahan tersangka.
Sementara, saat ditanya hasil audit resmi kerugian negara, hingga kini, jaksa belum mengantonginya. Padahal, pengajuan permohonan terhadap BPKP oleh jaksa, telah dilakukan sejak akhir November 2017, sebelum penetapan tersangka.
Kendati demikian, pria asal Wakatobi ini menjelaskan, pihaknya masih melengkapi semua dokumen-dokumen dalam proses audit, atas permintaan BPKP. Sebab, sebagian dokumen belum dipenuhi. “Dokumennya banyaklah. Masih dilengkapi. Sebagian dokumen belum ditemukan. Makannya ada pemeriksaan saksi,” paparnya.
Jika dianggap telah lengkap, maka tersangka DAK, sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan. Termasuk hasil audit. Lalu, seberapa besar keyakinan jaksa, bahwa kasus DAK ada kerugian negara. Sementara, BPKP menganggap bahwa tata pengelolaan DAK telah sesuai. Sofyan mengaku, kalau sudah cukup, maka dilimpahkan. “Kita lengkapi dulu, apa yang diperlukan dalam rangka audit oleh pihak BPKP. Kalau sudah dilimpahkan, sudah pasti ada hasil auditnya,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Desember 2017, jaksa menetapkan lima orang tersangka kasus dugaan korupsi DAK Muna. Mereka adalah RN, mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Muna, lalu TS, Kabid Anggaran DPPKAD, kemudian SND, PPK Binamarga Dinas PU. Nama lain HS, Kabid Perbendaharaan, plus IG, pemegang kas daerah.
Penetapan tersangka terhadap lima orang itu diumumkan Kamis (21/12) lalu oleh Kasi Intel Kejari, La Ode Abdul Sofyan yang juga ketua tim penyidik kasus DAK Muna. Ada dua aspek yang jadi fokus penyidikan yakni pembayaran proyek DAK yang menyeberang tahun serta salah kelola dana deposito.
Detailnya, proyek-proyek bersumber DAK 2015 tak bisa diselesaikan di tahun berjalan sehingga menyeberang tahun, termasuk proses bayarnya. Dalam perkara ini ada tiga tersangkanya Mereka adalah RN, TS dan SND. Sedangkan dalam urusan salah kelola deposito duit Rp 200 M itu, ada tiga juga yang dijerat yakni RN, HS dan IG. Itu berarti RN harus berhadapan pada dua kasus berbeda dalam skandal mega korupsi ini.
Penelusuran lenterasultra.com, yang disebut sebagai mantan Kepala DPKAD Muna dalam kasus ini adalah Ratna Ningsih. Kerugian negara untuk sementara diduga berjumlah Rp 41 M.
Penyidikan kasus ini dimulai di era Kejati Sultra dikomandoi Sugeng Djoko Susilo. Yang jelas, selama penyidikan perkara ini, ada fakta mengejutkan yang ditemukan. Ada permainan anggaran oleh Pemda Muna melalui bank.
Modusnya, anggaran DAK senilai Rp 200 miliar disimpan di bank. Terduga pelaku mengambil bunga deposito yang tidak jelas peruntukannya. Beberapa pihak yang enggan ia sebutkan identitasnya, sengaja menyimpan dana DAK di Bank agar bunga deposito bisa dimanfaatkan secara pribadi.
Perkara ini berawal dari turunnya DAK Muna tahun 2015 sebesar Rp 200 M. Jaksa mencium adanya penyimpangan, apalagi didukung hasil audit rutin BPK yang menemukan ada kejanggalan dalam tata kelola anggaran. Jaksa menduga, DAK 2015 yang dikelola Pemkab Muna berjumlah Rp 300 miliar.
Rp 200 miliar untuk DAK reguler dan Rp 110 miliar untuk DAK tambahan yang diporsikan pembangunan infrastruktur dan irigasi. Jaksa menilai, dalam proses pengerjaanya tak sesuai dengan aturan penganggaran. Sebab, duit tersebut pembayarannya dilakukan pada tahun 2016 sesuai penjabaran penganggaran APBD Muna. Seharusnya, anggaran tersebut dibayarkan medio Oktober 2015.
Mereka adalah Kepala Bappeda yang kala itu dinahkodai Ir Syahrir dan Ratna Ningsih sebagai Kepala DPPKAD. Keduanya, dianggap mengetahui plot-plot anggaran DAK. Sekaligus sebagai pintu masuk jaksa, untuk mengungkap mafia dan siapa saja yang turut menikmati pengelolan anggaran miliaran itu.
Pasca pemeriksaan Syahrir, jaksa kembali memeriksa Kepala DPPKAD yang sempat mangkir dua kali. Dalam pemeriksaan itu, Ningsih menjelaskan tata penganggaran kegiatan yang telah dijalankan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah. Menurutnya, pembayaran telah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.(ery)