LENTERASULTRA.com-Entah harus berapa kali lagi Bupati Muna berganti agar rakyat di daerah itu bisa punya pasar yang representatif dan modern. Kala daerah lain di Sultra tak begitu sulit membangun pusat perkulakan, di Muna, urusan itu tak beres-beres. Tengoklah Pasar Laino yang dirancang modern, yang sampai era Rusman Emba tak juga bisa kelar dibangun.
Bangunannya sebenarnya sudah berdiri, dan tinggal butuh beberapa tahapan penyelesaian. Tapi masalah serius mendadak muncul. Pemda tak kunjung melunasi kewajiban bayarnya ke kontraktor pekerja proyek. Sebaliknya, karena kontraktornya dianggap lelet kerja dan telat, malah didenda. Bagaimana denda dibayar kalau ongkos kerja tak dibayar?
Pasar Modern Laino dikerja rekanan berbendera Bintang Fajar Gemilang pada 2016. Kabarnya, perusahaan ini belum melunasi denda atas perpanjangan kontrak selama 50 hari. Makanya, proyek itu masih terkatung-katung. Padahal, gedung yang didesain tradisional-modern, sifatnya mendesak dan sangat dibutuhkan para pedagang.
Saat kontrak selesai, dilakukan adendum pertama pada 24 Desember 2016. Nah, karena dilanjutkan, maka kontraktor diberi kesempatan dengan kebijakan adendum kedua sampai 12 Februari 2017 dengan waktu 50 hari.
Hitungannya, kontraktor didenda 1/1000 dikali 50 hari kerja dikali pula sisa volume. “Denda inilah sampai sekarang belum dilunasi pihak ketiga sampai sekarang,” kata Sukarman Loke Kadisperindag Muna, Selasa (13/3).
Makanya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui instansinya, telah menghentikan pengangaran pembangunan pasar tersebut. Tak hanya kontraktor belum bayar denda, kata mantan kepala BKPSDM ini menyebut, Pemkab juga terlilit hutang pada kontraktor sebesar Rp 9,5 M. “Jadi, pihak ketiga ada kewajiban bayar denda. Tapi Pemda juga punya kewajiban pada pihak ketiga. Jadi Pemda juga belum bayar kewajibannya pada pihak ketiga,” akunya.
Ari Asis, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) juga mengakuinya. Narasinya, hingga saat ini Pemkab masih melakukan perhitungan, seberapa besar denda yang harus dibayar oleh PT. Bintang Fajar Gemilang pada pemerintah. Sebaliknya, seberapa besar Pemkab Muna bakal melakukan pembayaran pekerjaan, yang dilakukan oleh kontraktor.
“Jadi, kami masih mau melihat posisi yang dikenakan denda itu, apakah yang 62 persen atau yang 93 persen. Nanti kita akan buat tim yang akan mengkaji terkait persepsi yang berbeda ini,” penjelasan Ari Asis.
Untuk menyelesaikan persoalan itu, agar tak menabrak aturan, pemerintah meminta pedampingan hukum ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Muna.
Hal tersebut berdasarkan surat Disperindag Muna yang telah diterimanya. “Saya juga melihat surat Perindag ini, minta pendampiangan kepada pihak Kejaksaan, untuk mencari solusi atas persoalan pasar ini. Saya juga belum dapat melakukan pembayaran, karena kami juga lagi menunggu kajian dari kejaksaan terkait persoalan ini,” argumentasi mantan Sekwan ini.
Sementara itu, Kajari Muna Badrut Tamam membenarkan Pemkab melalui Disperindag telah menyurati pihak Kejaksaan untuk diberikan pendampingan hukum. “Betul, pada 6 Maret 2018 kami sudah menerima suratnya dan saya sudah perintahkan ke Ketua TP4D, Kasi Intel Kejari Muna, Laode Abdul Sofyan dan Kasi Datun Karimuddin untuk melakukan kajian atau telahan terhadap persoalan ini, untuk kordinasi pada pihak-pihak terkait,” cetusnya.
Pihak Kejaksaan bakal segera membentuk tim, guna meneyelesaikan polemik tersebut. “Pertama kita akan melakukan kajian terhadap data-data dan fakta yang ada. Kedua, sesuai dengan keinginan dan persoalan yang timbul ini, nanti akan ada arahan-arahan dan petunjuk dalam penyelesaian ini,” tandasnya.
Untuk diketahui, mega proyek pembangunan pasar tradisional berbasis modern di Laino, mulai dikerjakan sejak 2015 silam. Diakhir tahun 2016 berganti kontraktor dan dikerjakan PT. Bintang Fajar Gemilang dengan nilai kontrak Rp. 29miliar. Dalam perjalanannya, rekanan tak menyelesaikan pembangunan, hingga kontrak usai. (ery)