Nur Alam Dituntut 18 Tahun Plus Cabut Hak Politik

Mantan Gubernur Sultra, Nur Alam sesaat sebelum menjalani sidang tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat. Jaksa akhirnya menuntutnya 18 tahun penjara plus cabut hak politik selama 5 tahun.

LENTERASULTRA.com-Bayang-bayang hukuman dalam waktu yang sangat lama kini ada di depan Nur Alam. Mantan Gubernur Sultra itu dituntut oleh jaksa KPK dengan masa penjara yang lumayan lama, yakni 18 tahun. Tak hanya itu, jaksa juga meminta hakim agar mencabut hak politik Nur Alam selama lima tahun terhitung setelah menjalani hukuman.

Tuntutan itu dibacakan jaksa di depan sidang dugaan korupsi penerbitan sejumlah izin pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra), dengan terdakwa tunggal mantan Gubernur Sultra, Nur Alam, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/3) sore ini. “Kami juga meminta majelis hakim untuk menghukum terdakwa dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 2 M dan denda Rp 1 M,” kata jaksa saat membaca tuntutanya.

Bila NA tak bisa membayar uang pengganti, maka wajib menjalani tambahan kurungan selama 1 tahun. Jaksa penilai, mantan Ketua PAN Sultra itu telah melanggar pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 dan pasal 12 B. “Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Nur Alam terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar jaksa pada KPK di depan persidangan yang dipimpin Sitti Diah.

Dalam tuntutannya itu, jaksa mengurai bagaimana Nur Alam menerbitkan izin tambang PT Anugrah Harisma Barakah di Kabaena, Bombana. Kata Jaksa Nur Alam mencari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, hingga akhirnya ia dikenalkan dengan PT Anugerah Harisma Barakah, yang dokumennya kemudian diserahkan kepada Widdi Aswindi di Jakarta. Adapun Widdi Aswindi merupakan konsultan pemenangan terdakwa (Nur Alam) saat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara.

Jaksa mengatakan Nur Alam menyetujui mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Hingga akhirnya, Nur Alam mengeluarkan surat izin Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB). Padahal belum ada persetujuan dari Kementerian ESDM terkait IUP Eksplorasi Pertambangan.

Atas perbuatannya, jaksa mengatakan Nur Alam memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2.781.000.000 dan korporasi PT Billy Indonesia Rp 1.593.604.454.137. Jaksa juga menyebut negara mendapatkan kerugian sebesar Rp 4.325.130.590.137 atau Rp 1.593.604.454.137.

Selain itu, jaksa menyakini Nur Alam menerima gratifikasi Rp USD 4.499.900 atau Rp 40.268.792.850 saat menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara dua periode. Gratifikasi yang diterima Nur Alam dari berbagai pihak.

Nur Alam menerima uang dari Richcorp International Ltd dengan tiga tahap pada bulan Oktober 2010. Awalnya Nur Alam menerima uang USD 499.965, USD 999.970 dan USD 999.965.

Dalam perkara ini, Nur Alam melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Nur Alam juga dikenakan Pasal 12 B UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(rere)

18 Tahunnur alam