Iba tak akan cukup menghapus sedih di mata La Aco dan La Bole. Dua bocah bersaudara ini seperti tak putus dirundung duka. Saat Balita ditinggal ayah dan ibu. Kini rumah mereka terbakar.
Muhammad Ery
Aroma sisa kayu terbakar masih terasa menyengat hidung. Asap malah sesekali muncul dari tumpukan arang di depan La Aco dan La Bole. Tapi dua bocah berusia 10 dan 9 tahun ini tak hirau. Keduanya berusaha kuat, mengubek-ubek reruntuhan yang kini sudah berupa arang. Mencari sekiranya ada benda yang bisa selamat dan masih bisa mereka ambil.
Wajah tegar menyeruak dari bola mata anak-anak Desa Waara, Kecamatan Lohia, Muna ini. Hidup mungkin tak adil bagi keduanya, tapi mereka masih terlalu belia untuk tahu bahwa selalu ada rahasia besar Tuhan untuk hidup seseorang. Saat masih Balita, orang tua mereka minggat. Membawa cintanya sendiri-sendiri ke orang lain.
Selasa (13/2) dini hari tadi, tragedi menghampiri keduanya. Tempat mereka berteduh dari hujan, berlindung dari terik, dan bermimpi di malam hari, sudah rata dengan tanah. Api membakar rumah yang selama bertahun-tahun mereka tempati bersama sang nenek, yang sudah jadi orang tua bagi keduanya.
Rumah semi permanen itu ludes kala mereka sedang lelap. Senin (12/2) malam, sekira pukul 21.00 Wita, sang nenek bernama Wa Hafia menanak nasi menggunakan kayu tungku di dapur. Nasi matang, pukul 22.00, wanita berusia 75 tahun mengikuti jejak dua cucunya, membaringkan diri, dan pulas.
Wa Hafia rupanya lupa memadamkan api di tungku. Dari situlah, petaka datang. Selang dua jam, pada pukul 00.15 Wita, Wa Hafia terbangun. Ia mendengar balok kayu berjatuhan dari langit-langit rumah, yang telah terbakar. Ia pun membangunkan dua cucunya, yang orang tuanya sudah minggat sejak kedua anak ini masih Balita.
Wa Hafia keluar meminta tolong. Suasana malam itu hening. Apalagi, jarum jam telah menunjukkan pergantian hari. Teriakan minta tolong Wa Hafia, untung saja terdengar di telinga pemuda bernama La Dodi, yang kebetulan melintas dengan motornya. La Dodi pun, spontan memanggil warga setempat.
Dengan reaksi cepat, warga berbondong-bondong memacu larinya untuk memadamkan api. Sayang, gotong-royong warga Waara, tak bisa memadamkan api. Dalam sekejap mata, rumah rata dengan tanah.
Pukul 01.20 Wita, petugas pemadam kebakaran (Damkar) Muna terjun ke TKP. Hanya saja, institusi dengan slogan “pantang pulang sebelum padam”, tak bisa juga berbuat banyak. Dua unit mobil yang dikerahkan, petugas hanya melakukan pendinginan areal saja.
Saat lenterasultra.com ke lokasi, Wa Hafia hanya duduk termenung dengan bola mata berkaca-kaca. Semua barang berharga yang dimilikinya, ikut terbakar. Mulai dari pakaian, sembako serta benda-benda lainnya. Termasuk, uang tunai Rp. 1,5 juta juga hangus.
Wa Hafia tinggal mengenakan sarung saja dibadannya. Sementara, dua cucunya lagi, tersisa pakaian dibadan pula. Berkas lain, seperti rapor mereka serta piagam prestasi, juga terbakar. Terlihat, La Aco bersama La Bole, membuka puing-puing kayu. Barangkali saja, masih ada barang berharga yang terselamatkan.
Lalu, dimana mereka bakalan tinggal serta bagaimana masa depan kedua bocah ini? Kepala Desa Waara La Lukari, mengaku bakal mencari rumah kosong untuk sementara mereka bertahan hidup. Kebetulan, disamping rumah Wa Hafia, ada sebuah rumah yang sudah ditinggalkan penghuninya.
“Untuk sementara disitu dulu. Kalau soal pendidikan mereka, kami sudah kordinasi dengan kepolisian. Kira melapor dulu. Kemudian kordinasi dengan pihak sekolah,” aku La Lukari sembari mengatakan sudah banyak juga yang datang memberi bantuan.
Berdasarkan data rilisan kepolian resort Muna, nilai kerugian harta benda kurang lebih Rp. 75 juta. Sementara, dugaan sementara pemicu kebakaran, korban lupa memadamkan api pada tungku usai memasak nasi.
“Harapan kami, pihak Pemda ikut membantu korban memenuhi kebutuhan pokok dan kalau bisa membangun kembali rumah yg sudah terbakar,” pinta Kapolres Muna AKBP Agung Ramos Paretongan Sinaga. Perwira dengan pangkat dua melati ini, juga langsung menyerahkan bantuan sembako pada korban kebakaran. (***)