LENTERASULTRA.com-Posisi sebagai kepala daerah atau juga wakil kepala daerah ternyata jauh lebih menggoda daripada menuntaskan pengabdian di DPRD. Belasan anggota dewan di Sultra rela mundur hanya demi bertarung di Pilkada. Ada yang sukses, tapi juga tak sedikit yang gigit jari.
Sudah dua edisi Pilkada di gelar, tahun 2015 dan 2016. Dalam dua episode itu, lumayan banyak legislator yang turun gelanggang lagi menjajal kompetisi jadi kepala daerah. Yang sukses, ada Surunuddin Dangga di Konsel, Rusman Emba di Muna, Adriatma Dwi Putra di Kota Kendari.
Bagaimana di Pilkada 2017? Lenterasultra.com mencatat, setidaknya akan ada delapan anggota DRPD yang harus mundur jika benar-benar mendaftar di KPU. Sekali mendaftar, risikonya langsung berlaku. Gagal Pilkada, jadi rakyat. Sukses tentu jadi kepala daerah.
Mereka adalah Syahrul Beddu, anggota DPRD Sultra yang menjajal keberuntungannya di Pilkada Kolaka sebagai Calon Wakil Bupati, mendampingi Asmani Arif. Lalu di Baubau ada dua orang, yang kebetulan bakal berpasangan di Pilwali. Keduanya Roslina Rahim dan Yasin Masadu.
Yang terbanyak ada di Konawe. Total ada empat orang anggota dewan yang harus menanggalkan kursinya demi mengejar satu kursi bupati dan satu kursi wakil bupati.
Ada Samsul Ibrahim dan Litanto. Keduanya adalah anggota DPRD Sultra yang di edisi 2013 berpasangan di Pilkada Konawe, kini pecah kongsi dan memilih mencari pasangan baru. Litanto dengan Murni Tombili, sedangkan Samsul mengganden H Alauddin. Kedua calon wakil ini adalah anggota DPRD Konawe.
Satu orang lain adalah Gusli Topan Sabara, Ketua DPRD sekaligus Ketua PAN Konawe. Ia didapuk partainya mendampingi petahana, Kery Saiful Konggoasa jadi Calon Wakilnya. Apakah ada diantara mereka yang sampai ke puncak, atau malah gugur semua karena dikalahkan pasangan yang bukan dari gedung parlemen.
Anggota KPU Sultra, La Ode Abdul Natsir menegaskan, sesuai regulasi maka semua anggota DPRD wajib mundur jika ingin maju di Pilkada. “Membuat pernyataan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, sejak ditetapkan sebagai calon,” kata Abdul Natsir Muthalib.
Katanya, surat pernyataan yang dibuat dan ditandatangani oleh Calon, sebagai bukti pemenuhan persyaratan calon menggunakan formulir Model BB.1- KWK, saat mendaftar. “Ada tanda terima dari pejabat yang berwenang atas penyerahan surat pengunduran diri atau pernyataan berhenti,” tambahnya.
Surat keterangan itu, kata pria yang akrab disapa Ojo ini harus berbunyi pengunduran diri atau pernyataan berhenti sedang diproses oleh pejabat yang berwenang. Semuanya disampaikan kepada KPU Provinsi/KPU Kab/Kota paling lambat 5 (lima) hari sejak ditetapkan sebagai calon, ditembuskan atau disampaikan pula kepada Bawaslu Provinsi atau Panwas Kab/Kota.
Bagi calon yang berstatus sebagai anggota DPRD juga harus menyampaikan keputusan pejabat yang berwenang tentang permintaan pemberhentiannya itu kepada KPU provinsi/ atau KPU Kab/Kota paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara.
“Kalau ada yang calon yang tidak menyampaikan keputusan dan tidak dapat membuktikan bahwa pengunduran diri sedang dalam proses, dinyatakan tidak memenuhi syarat,” tandas mantan Ketua KPU Kota Kendari tersebut.
Sementara itu, bakal calon wakil Bupati Kolaka Syahrul Beddu mengaku siap mundur dari DPRD jika memang regulasinya mewajibkan hal tersebut. “Keputusan untuk maju Pilkada sudah dibicarakan di internal keluarga besar, jadi prinsipnya mendukung,” kata anggota DPRD Sultra itu.(abdi)