Skandal Mega Korupsi DAK Muna Masih Sulit Diurai

Kajati Sultra, Azhari saat berkunjung ke Kejari Muna beberapa waktu lalu. Ada satu skandal mega korupsi di kantor itu yang diusut sejak Desember 2016, tapi hingga kini belum juga terurai

LENTERASULTRA.com-Juli 2017, saat hendak meninggalkan Sultra setelah mengabdi sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra (Kejati) Sultra, Sugeng Djoko Susilo berharap besar agar misteri penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) Muna 2015 bisa terungkap segera. Apalagi ia sudah membuat kesimpulan awal ada dugaan korupsi dalam pengelolaan dana itu.

Jaksa penggantinya, Azhari SH, sampai bulan kelima bertugas, belum memberi harapan menarik. Kasus ini malah seperti dimulai lagi dari awal. Orang-orang yang sudah pernah diperiksa, kembali dimintai keteranganya.

Padahal, perkara penyimpangan duit negara senilai Rp 310 M itu sejatinya sudah sempat terlihat hendak mengerucut di era jaksa Sugeng. Bahkan, sebelum menutup pengabdian di Sultra, Kajati kala itu sudah menyebut bahwa ada korupsi berjamaah dalam perkara itu.

“Modusnya dua, duit negara didepositokan dan bunganya diambil untuk kepentingan personal. Kedua, 61 proyek yang dibiayai DAK, tak ada yang kelar fisiknya tapi duitnya cair full. Tersangkanya kita tentukan kemudian,” kata Sugeng Djoko Susilo, sebulan sebelum ia dia diganti.

Penyidikan awal diserahkan full ke Kejari Muna. Sejak November 2016, pengutusan digelar. Belasan pejabat dipanggil dan diperiksa. Tapi hingga Juni, tak ada kemajuan berarti. Saat dieksose di Kejati Sultra, diputuskan diambil alih penyidikannya ke Kejati. Sayang, belum sempat ada pengumuman tersangka, jaksa Sugeng keburu dipromosi ke Kejagung.

Lalu apa kabarnya sekarang? Sampai saat ini masih misterius. “Mengungkap kejahatan kerah putih (personifikasi terhadap aksi pelanggaran hukum yang dilakukan para pengambil kebijakan) memang butuh waktu, buktinya harus kuat agar tak ada celah di persidangan nanti,” kata Kepala Seksi Intelejeran (Kasi Intel) Kejari Raha, La Ode Abdul Sofyan.

Untuk memperkuat postulat yang dibangun jaksa, dua hari lalu (5/12), penyidik kembali memanggil Ratna Ningsih, mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah (DPKAD) Muna. Ia datang memenuhi panggilan jaksa, sekitar pukul 10.00 Wita.

Pemeriksaan terhadapnya dilakukan hingga menjelang senja, itupun dihentikan karena Ratna Ningsih mengaku sedang tidak enak badan. “Yang jelas, kami sudah menjalankan tugas pengelolaan DAK itu sesuai peraturan,” ucap Ratna Ningsih sesaat setelah keluar dari ruang pemeriksaan.

Sementara itu, Kasi Intel Kejari Raha, La Ode Abdul Sofyan mengaku bahwa pihaknya masih mendalami bukti bukti supaya dalam persindangan alat-alat bukti tersebut benar benar kuat untuk dijadikan pegangan.

Rencannya, pemeriksaan terhadap Ratna Ningsih akan dilanjutkan hari ini, Kamis (7/12). Ada banyak nama yang masuk dalam list periksa ulang dari jaksa. Selain Ratna, ada juga Kepala Bidang Anggaran, La Ode Muhammad Taslim, Kepala Bidang Perbendaharaan, La Ode Hasrun termasuk Muhammad Idris Gafiruddin, pemegang Kas Daerah Muna.

Ada pula nama mantan Kadis BLHKP La Oba, pejabat pembuat komitmen (PPK) Binamarga Dinas PU La Sanudin serta Adi Mulya selaku PPK bidang pengairan Dinas PU Muna. Ketiganya menjabat pada tahun anggaran 2015-2016.

Informasi yang dihimpun lenterasultra.com, Kejari Muna sudah merampungkan penyidikan. Hasilnya juga sudah disampaikan ke Kejati Sultra dan dikirim ke BPKP untuk permintaan audit kerugian negara.

Yang jelas, selama penyidikan perkara ini, ada fakta mengejutkan yang ditemukan, khususnya di era jaksa Djoko jadi Kajati. Ada permainan anggaran oleh Pemda Muna melalui bank. Modusnya, anggaran DAK senilai Rp 200 miliar disimpan di Bank. Terduga pelaku mengambil bunga deposito yang tidak jelas peruntukannya.

Beberapa pihak sengaja menyimpan dana DAK di Bank agar bunga deposito bisa dimanfaatkan secara pribadi. “Identitas terduga pelakunya sudah ada kami kumpulkan. Ini yang kami sementara didalami,” kata Sugeng kala itu.

Puluhan orang sudah dimintai keterangan. Tapi malah menimbulkan masalah lain. Jaksa masih kesulitan mencari siapa yang harus dimintai tanggungjawab atas penyalahgunaan duit negara itu.

Perkara ini berawal dari turunnya DAK Muna tahun 2015 sebesar Rp 200 M. Jaksa mencium adanya penyimpangan, apalagi didukung hasil audit rutin BPK yang menemukan ada kejanggalan dalam tata kelola anggaran. Jaksa menduga, DAK 2015 yang dikelola Pemkab Muna berjumlah Rp 300 miliar.

Rp 200 miliar untuk DAK reguler dan Rp 110 miliar untuk DAK tambahan yang diporsikan pembangunan infrastruktur dan irigasi. Jaksa menilai, dalam proses pengerjaanya tak sesuai dengan aturan penganggaran. Sebab, duit tersebut pembayarannya dilakukan pada tahun 2016 sesuai penjabaran penganggaran APBD Muna. Seharusnya, anggaran tersebut dibayarkan medio Oktober 2015.(alim)

DAKjaksa