LENTERASULTRA.com-Harapan Gubernur non aktif Sultra, Nur Alam agar persidangan kasusnya disidangkan di Kendari kini bergantung pada keputusan hakim. Soalnya, jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan tersebut. Mereka juga meminta hakim melanjutkan kasus itu di Jakarta.
Itu adalah salah satu point utama jawaban jaksa atas eksepsi yang disampaikan Nur Alam, terdakwa kasus penyalahgunaan wewenang penerbitan izin usaha pertambangan, yang digelar di PN Jakarta pusat, Senin (4/12) tadi siang. Jaksa KPK, Afni Carolina menegaskan tetap pada dakwaan semula dan berharap, majelis hakim yang diketuai Diah Siti Basariah dapat melanjutkan persidangan ke materi pokok perkara.
“Kami sudah sampaikan dalam tanggapan kami bahwa dakwaan kita sah untuk dilanjutkan ke sidang materi pokok perkara. Harapan kita seperti itu. Pengadilan tipikor ini berwaenang mengadili perkara terdakwa atas nama Nur Alam,” tegas Afni Carolina kepada awak media usai persidangan.
Soal permintaan pindah lokasi sidang, Afni menegaskan itu tidak bisa diterima. Menurutnya, Pengadilan Tipikor yang berada di Jakarta berhak mengadili perkara tersebut.
Point lainnya adalah soal sikap pihak penasihat hukum terdakwa yang menyatakan bahwa yang berwenang mengadili perkara Nur Alam adalah pengadilan umum atau PTUN.
“Tapi kami berpendapat bahwa pengadilan tipikor berwenang. Karena apa yang menjadi perbuatan Nur Alam ini kita melihat ada atau tidak persekongkolan terdakwa dengan beberapa saksi yang kita sebutkan,” tambahnya.
Persekongkolan yang dimaksud, lanjut Afni adalah adanya penerbitan beberapa surat keputusan gubernur dalam hal ini Nur Alam. Disitu, jaksa melihat adanya niat jahat untuk memperkaya diri sendiri atau koorporasi dalam hal ini PT Billy Indonesia.
“Kami menilai itu korupsi, bukan peradilan umum maupun PTUN, kemarin mereka mendalilkan ada putusan TUN. Perlu diketahui sengketa TUN berbeda dengan objek disini, sengketa TUN hanya menegaskan sah atau tidak keputusan TUN yang dikeluarkan oleh terdakwa dalam kapasitas sebagai gubernur, tapi tidak menyatakan bahwa disitu ada korupsi atau tidak,” tukasnya, seperti dikutip dari fajar.co.id
Sementara itu, Didi Supriyanto mengatakan apa yang disampaikan oleh jaksa sangat tidak konsisten, dalam hal ini terkait dengan perhitungan kerugian negara. Menurut Didi, jaksa juga lupa bahwa ada surat edaran Mahkamah Agung mengenai siapa yang boleh melakukan perhitungan kerugian negara.
“Surat edaran MA menyatakan bahwa kerugian negara boleh dihitung siapa saja tapi harus di declear dengan BPK. Itu yang tidak dilakukan,” kata Didi.
Olehnya itu, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan keberatan-keberatan yang diajukan. “Jadi hal-hal yang tidak konsisten kami serahkan kepada majelis hakim, karena kami ini kan tidak ada hak untuk menanggapi, jadi kami yakin majelis hakim akan teliti dengan hal itu,” tukasnya.
Mengenai lokasi persidangan yang menurut penasihat hukum seharusnya digelar di Kendari, Didi optimis majelis hakim akan mengabulkan permintaan tersebut. Pasalnya, jika dilihat dari jumlah saksi, lebih banyak saksi yang berdomisili di Sulawesi Tenggara ketimbang di Jakarta.
“Lokasi persidangan sudah jelas juga diakui oleh jaksa bahwa saksi di Kendari lebih banyak daripada yang ada di Jakarta, itu tidak bisa dibantah. Tapi sepenuhnya kita serahkan kepada majelis, bagaimana kebijakan majelis nantinya. Kami tetap optimis, karena sudah diakui juga oleh jaksa,” tutupnya. (hrm/abi)