LENTERASULTRA.com-Suatu hari di Bulan Agustus, 2015 lalu, Hugua yang kala itu masih menjabat Bupati Wakatobi mengajak beberapa wisatawan domestik mengunjungi sebuah perkampungan bajo di Desa Mola, Kecamatan Wangi-wangi. Caranya unik, yakni dengan menumpangi perahu, menyusuri kanal yang mengelilingi desa itu.
Hari itu kebetulan ada peluncuran kawasan wisata baru bernama Kanal Wisata Mola. Konsep ini digagas British Council bersama sebuah bank plat merah. Kanal-kanal yang memasuki perkampungan tertata rapi dan air laut yang mengairinya terlihat jernih. Kebersihan sangat terjaga di sini.
Pria yang kini jadi calon gubernur Sultra itu mengaku mengajak warga Desa Mola untuk menjaga kebersihan desa dengan melarang membuang sampah-sampah plastik di kanal-kanal atau pinggir pantai.
Hugua tak main-main. Kanal dibawah kantor Pusat Informasi Pariwisata Mola Raya terlihat bersih dan airnya jernih. Keterlibatan British Council membuat 5 desa di Mola Raya yakni Mola Utara, Mola Bahari, Mola Selatan, Mola Samaturu, dan Mola Nelayan Bakti mulai tertata rapi. Kuncinya, masyarakat dilibatkan secara aktif mengelola desa ini menjadi obyek wisata untuk mengundang wisatawan datang.
Tapi itu dulu. Seperti sebuah nostalgia yang dikisahkan ulang. Pemandangan di kawasan wisata Kanal Mola saat ini terlihat jauh berbeda. Kanal-kanal yang mengelilingi desa di Mola Raya sulit terlihat dasar airnya karena permukaan sudah tertutup sampah.
Saat ini, kanal-kanal yang dulu jadi objek wisata itu tak terurus lagi. Sampah menumpuk di mulut kanal yang terhubung dengan laut lepas. Kondisi kian parah karena penduduk yang terus bertambah, dan membangun pemukiman baru. “Harusnya perencanaanya lebih matang,” kata seorang yang mengaku sebagai tokoh di desa itu, yang entah tak ingin namanya ditulis.
Alih-alih mencari solusi taktisnya, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi, Nadar malah hanya memberi imbauan kepada warga di Mola agar menjaga kebersihan dengan tidak membuang sampah terutama sampah plastik ke laut.
“Kebersihan lingkungan pada wilayah ikon wisata daerah perlu dijaga. Sampah itu masalah kita semua, khususnya warga yang ada di sekitar Kanal Mola. Harusnya itu dijaga, harus ada kesadaran,” kata Nadar saat dihubungi lenterasultra.com.
Sedangkan Kadis Lingkungan Hidup Wakatobi, La Ode Nasaruddin mengaku jika pihaknya intens melakukan penanganan sampah di wilayah tersebut bahkan memberi prioritas. “Karena di Mola itu ada kanal, yang dijaga sampah kiriman atau yang dibuang masyarakat ke kanal itu,” terangnya.
Nasaruddin juga mengatakan, justru petugas kebersihan kanal ada yang direkrut dari warga setempat. Sayangnya ia tak merinci lagi kenapa wajah kanal-kanal yang dulunya keren itu kini malah jadi kumuh.
Sekedar diketahui, ada sekitar 16 ribuan warga Suku Bajo yang dihidup di kawasan Mola Raya. Mereka membangun rumah di pinggir pantai. Karang laut ditumpuk dan berdirilah bangunan. Atau menancapkan kayu dan di atasnya berdiri bangunan kayu.(gayus)
Editor : Abdi Mahatma