LENTERASULTRA.com-Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra menyebut jika pertumbuhan ekonomi di Sultra ini meningkat sampai 7,4 persen. Uniknya, itu ternyata tidak linear dengan jumlah orang tidak bekerja di daerah ini. BPS juga punya catatan, masih ada 39 ribuan warga Sultra yang berstatus pengangguran.
BPS menyebut, sampai Agustus 2017 jumlah pengangguran di Bumi Anoa ini mencapai 39.631 orang. Ironinya, angka itu malah bertambah 5.555 orang, dari tahun sebelumnya di periode yang sama. Artinya, pengangguran bukannya turun, malah terus tumbuh.
“Pertama tentu saja karena lapangan kerja sulit, makanya pengangguran bertambah,” kata Atqo Mirdiyanto, Kepala BPS Sultra. Akibatnya, jumlah penduduk yang bekerja berkurang dalam setahun terakhir ini.
“Sampai Agustus 2017, yang bekerja hanya berjumlah 1.160.974 orang. Angka itu berkurang dari tahun sebelumnya, berkurang sampai 58.574 orang,” papar Atqo saat ditemui di salah satu Hotel di Kendari, (8/11) lalu.
Lebih lanjut ia menyebut, angka pengangguran terbuka tahun ini, bergerak naik menjadi 3,30 persen hingga Angustus 2017. Dibandingkan Agustus 2016 hanya berada 2,27 persen.
Untuk itu, dia menilai, berbagai kebijakan terkait penciptaan lapangan pekerjaan tampaknya belum berhasil menekan tingkat pengangguran. Hal itu ditunjukkan oleh angka tingkat pengangguran terbuka ata TPT tersebut.
Jika dilihat dari pergerakannya, TPT di perkotaan cenderung lebih tinggi dibanding TPT di pedesaan. Pada Agustus 2017, TPT di perkotaan mencapai 5,46 persen, sedangkan TPT di pedesaan hanya 2,23 persen. “Ini masalah krusial. Pemerintah harus mencari solusi untuk bagaimana menekan pengangguran,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota DPR RI Dapil Sultra, Ridwan Bae mengaku prihatin atas terus naiknya angka pengangguran di Sultra. Hal ini kata dia, salah satunya akibat kebijakan pemerintah daerah yang dalam tata kelola anggaran, belum berorientasi publik.
“Pemerintah harusnya menyiapkan instrumen lapangan kerja, dengan mengelola APBD dengan baik. Belanja daerah harus benar-benar berorientasi kepada kepentingan publik, dan penciptaan lapangan kerja,” kata Ridwan, kepada lenterasultra.com.
Kedua, kata mantan Bupati Muna ini juga erat kaitannya dengan terbukanya kesempatan tenaga kerja asing masuk Indonesia. Akibatnya, lapangan-lapangan kerja baru yang ada, khususnya di Sultra justru bukan menyerap tenaga lokal, tapi malah tenaga asing.
“Padahal, pekerjaanya sama tapi gaji berbeda. Pemerintah harusnya benar-benar mengontrol ini. Banyak sekali industri pertambangan di Sultra tapi dominan dikerja pekerja dari Tiongkok. Ini fakta. Sementara warga lokal, lebih banyak jadi penonton,” tukasnya.
Anggota Komisi V DPR RI ini meminta agar pemerintah daerah tidak tinggal diam melihat fenomena ini. Sumber daya alam Sultra yang dikelola investor, harusnya dibarengi dengan banyaknya serapan tenaga kerja lokal, agar angka penganggura tidak terus bertambah.
Problem lainnya adalah minimnya pengusaha-pengusaha baru yang lahir, dan membuka lapangan kerja. Dalam amatannya, usaha-usaha kecil sulit berkembang karena bank-bank, enggan menggelontorkan modal kepada mereka.
“Bank lebih memilih mengabulkan permohonan modal pengusaha yang sudah berhasil. Bisa dipahami juga karena ini soal sekuritas, jangan sampai macet. Tapi kan pemerintah harusnya hadir, memberi pembinaan kepada usahawan baru. Menjamin akses modal bagi mereka ke perbankan,” tambahnya.
Ridwan berharap agar angka pengangguran di Sultra tidak terus bertambah. Pemerintah diminta untuk benar-benar memperhatikan masalah ini karena percuma mendongkrak kemajuan infrastruktur kalau penduduk banyak yang tidak bekerja dan memiliki penghasilan.(isma)