LENTERASULTRA.com-Satu profesi berarti satu penanggungan. Demikianlah semangat yang diusung ribuan guru di Sultra yang hari ini turun ke jalan, menggalang solidaritas atas tindak kekerasan yang dialami kolega mereka, Hayari, pengajar di SMA 1 Kendari, beberapa hari lalu.
Di Kota Kendari, sejak pagi Kamis (26/10), ratusan guru dari berbagai tingkatan satuan pendidikan, sudah berkumpul di alun-alun MTQ Square. Anak didik mereka di sekolah diminta mengerti, dan untuk seharian, tak usah dulu belajar. Mereka diliburkan.
Dimotori PGRI Sultra, aksi ini sudah terlihat bergairah sejak pagi. Apalagi, khusus yang level SMP/SD, sudah mendapat izin dari Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga (Dikmudora) Kota Kendari, Sartini Sarita yang memang mengimbau seluruh gurunya untuk ikut serta dalam aksi tersebut.
Setiap PGRI kabupaten/kota membawa rombongan dan spanduk. Begitupun rombongan guru dari masing-masing sekolah di Kota Kendari. “Aksi kita hari ini adalah gerakan terpelajar,” kata Ketua PGRI Sultra, Dr. Abdul Halim Momo, memulai orasinya.
Kata Halim Momo, gerakan para guru untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa guru tidak lemah tetapi bersatu sebagai profesi profesional. “Guru bukan orang hebat, akan tetapi semua orang hebat melalui sentuhan tangan dan didikan guru. Makanya itu, guru harus dihormati dan dimuliakan,” ungkapnya.
Dalam aksi damai tersebut, massa aksi berjalan kaki menuju Kantor DPRD Sultra, untuk menyampaikan pernyataan sikap atau aspirasi guru. Salah satunya, meminta kepada legislatif agar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbu) Nomor 10 Tahun 2016 tetanga perlindungan guru diubah menjadi Undang Undang (UU) perlindungan guru.
Sebab permen itu menjadi tidak berarti saat diperhadapkan dengan UU perlidungan anak. Selain itu, meminta kepada Polres Kendari agar mengusut tuntas kasus penganiayaan pada salah satu tenaga pendidik tersebut.
“Guru tidak akan pernah melakukan anarkis. Kita tidak inginkan ada Hayari (korban penganiayaan) berikutnya di Sultra. Kami tidak menunjukkan bahwa guru itu ekslusif tetapi menyuarakan kepedulian terhadap guru,” tegas Halim Momo.
Dalam menyerukan aspirasi guru tersebut, massa aksi dalam hal ini guru, ingin tidak ada lagi kekerasan pada gutu. “Kita ini diamanatkan oleh negara untuk menjadi orang tua akademik. Kami berharap agar orang tua percaya pada guru sebagai orang tua akademik anaknya,” cetus Halim Momo dalam orasinya.
Orasi berbeda disampaikan oleh Sekretaris PGRI Sultra, Zainin. Dia menegaskan bahwa, kejadian penganiayaan di SMA 1 sangat amoral dan tidak bisa memberikan contoh yang baik.
Ia juga mendesak Kepala Sekolah SMA 1 Kendari untuk secepatnya mengeluarkan murid yang berperilaku tidak sopan sehingga membuat orang tuanya melakukan tindakan kekerasan terhadap guru.
“Keluarkan dari sekolah dan dikembalikan ke orang tuanya agar di didik sendiri. Kita berharap peganiayaan Hayari menjadi kejadian terakhir yang terjadi di Sultra dan tidak terulangi lagi, sebab secara umum profesi guru ikut terlecehkan,” harapnya.
Aksi unjuk rasa para guru ini sebagai respon atas aksi kekerasan yang menimpa seorang guru di SMAN 1 Kendari bernama Hayari. Tindakan sang guru menampar siswanya bernama Chandra karena bersikap tidak sopan ternyata membuat orang tua anak ini murka.
Orang tua Chandra, Suharudin Diku pun mendatangi sekolah yang berada di seputaran Jalan Mayjen Sutoyo Kelurahan Tipulu Kecamatan Kendari dan menghajar Hayari.(isma)