Goa Liangkabori, Muasal Peradaban Tanah Muna

FOTO : EGI
Salah satu lukisan di dinding Goa Liangkabori. Lukisan ini adalah maha karya manusia zaman purba yang seolah menceritakan bagamana mereka menjalani hidup di masa lalu

– Sembilan Lukisan dengan Sembilan Juru Kunci –
– Ditemukan Orang Kolombia dan Portuga l-

Jejak purba di temukan di goa ini. Sembilan lukisan yang diyakini dicoret di abad ke 12 SM, bisa dilihat. Menceritakan muasal kehidupan negeri Sowite.

LENTERASULTRA.com-Jargon Mai Te Wuna tak hanya soal slogan. Secara harfiah, ia memang berarti ajakan “Mari ke Muna”. Tapi secara filosofis, ia adalah label dari komitmen pemerintah kabupaten Muna dan masyarakatnya, yang ingin mengenalkan daerah itu. Mempertontokan kemolekan alamnya, menyajikan keramahan warganya dan memperlihatkan banyak jejak peradaban purba.

Banyak pantai-pantai eksotis yang memanjakan hati dan mata di Muna. Tapi ada banyak situs purba yang tak kalah mencengangkan. Salah satunya adalah Goa Liangkabori, yang menyimpan misteri soal kehidupan prasejarah daerah itu. Liangkabori diyakini punya kisah muasal kehidupan negeri Sowite.

Goa ini masih alami dan mulai digarap sebagai destinasi wisata keren. Tak sekadar kekaguman akan keindahan karya Tuhan, Liangkabori menyimpan hikayat soal kehidupan manusia purba.

Liangkabori menjadi situs purbakala yang dilindungi dan dilestarikan oleh pemerintah. Letaknya di Desa Liangkabori, Kecamatan Loghia. Bentuknya, seperti mulut manusia. Di dindingnya ada lukisan purba.

Letaknya kurang lebih 10 kilo meter dari pusat kota Raha (Ibu Kota Kabupaten Muna). Untuk menuju Liangkabori, masyarakat melewati jalan poros Raha-Mabolu, Kecamatan Lohia. Kemudian memasuki lorong di perbatasan Desa Mabolu dan Desa Liangkabori.

Untuk sampai ke mulut goa, memang agak sulit. Tak ada petunjuk arah. Hanya ada satu papan nama wisata, itupun tertutup rumah warga. Untuk mencapai bibir gua dari jalan poros perlu memasuki lorong lagi sejauh 2 atau 3 koli meter. Jalurnya sedikit rusak karena jalan aspal belum memadai.

Kesulitan mencapai Liangkabori sirna seketika saat mencapai mulut goa. Sensasi menghirup oksigen murni dari pepohonan yang tumbuh di atas bebatuan kapur, jadi pelipurnya. Rerumputan hijau di depan mulut goa dan anak tangga yang begitu bersih akan menjadi pengobat lelah.

Ada sembilan goa berlukis dengan nama berbeda. Masyarakat setempat percaya, lukisan-lukisan ini merupakan buatan manusia yang dilukis pada abad ke 12 M atau 800 tahun silam. Lukisan ini sengaja dibuat untuk menggambarkan kehidupan masa lalu.
Warga percaya, coretan tangan itu ingin menggambarkan kehidupan, namun karena dulu belum mengetahui huruf dan angka, maka manusia purba memilih melukis.

Salah satu juru kunci goa Liangkabori bernama La Ode Samada, mengatakan jumlah mereka ada sembilan orang. Katanya, juru kunci ini bekerja menjaga dan melestarikan lukisan dalam goa, biasa juga menjadi tourgate atau pengantar wisatawan.

Penunjukan juru kunci dilakukan dengan dua cara. Pertama oleh pemerintah dan kedua anak turunan dari juru kunci sebelumnya. “Jumlah kami ada sembilan. Selain saya, ada La Ode Kosasi, Darman, La Ode Sine, La Tamuru, La Mimo, La Ndoi, La Ode Rifai, dan La Samada,” katanya.

Kerja para juru kunci ini, membersihkan lingkungan goa, menemani yang datang (wisatawan) dan terpenting menjaga lukisan di
goa agar terawat dan tak dijamah tangan-tangan mereka yang berkunjung,” kata La Ode Samada di kediamannya, awal pekan lalu.

Dari kisah Samada diketahui, sampai pada tahun 2017 ini, goa yang mempunyai lukisan purba di Desa Liangkabori ada sembilan goa. Pertama Goa Liangkabori sendiri yang artinya goa berlukis. Kemudian Goa Metanduno yang artinya hewan bertanduk.

Lalu ada Goa Damalanga artinya nenek turunan bangsawan, Goa Lakulumbu atau goa yang ditemukan oleh orang Kolombia, kemudian Goa Waenserofa 1 dan 2 atau goa yang ukurannya kecil hanya satu meter atau satu depa, Goa Wabose atau goa karena ada lukisan perempuan yang sedang mendayung.

Selain itu, ada Goa Toko atau goa karena ada lukisan anak manusia yang dituakan, Goa Lasabo atau goa yang ditemukan oleh orang Lisabon ibukota Portugal, Goa Latanggara atau lukisan arah tenggara, Goa Sugimpatani atau lukisan gelar manusia di dinding goa, dan terakhir Goa Pominsa 1 dan 2 atau dalam arti kakak.

FOTO ; EGI/LENTERA SULTRA
Jurnalis media ini berjalan menuruni undakan tangga di depan mulut Goa Liangkabori
Ju

Kata La Ode Samada, nama-nama goa ini disampaikan oleh orang-orang tua dahulu di Muna. Penamaan goa juga sesuai dengan kejadiannya dan lukisannya sendiri. Semisal Goa Liangkabori dinamakan Liangkabori karena banyak lukisan. Tetapi di goa yang lain walaupun banyak lukisan namun dinamakan sesuai situasi dan keadaan lukisan dalam goa.

“Seperti Goa Metanduno ini dinamakan Metanduno karena ada lukisan hewan bertanduk. Seperti Rusa dan Sapi. Jadi memang namanya diambil sesuai keadaan nenek kita dulu,” katanya.

Gua ini katanya pernah diteliti oleh seorang sejarawan bernama Kosasih S.A. pada tahun 1977. Kemudian berjalan waktu goa tersebut dikembangkan oleh La Hada pada tahun 1984. Goa-goa itu kemudian menjadi sumber belajar kepurbakalaan beberapa kampus di Indonesia salah satunya Universitas Halu Oleo di Kendari.

“Disimpulkan kalau umurnya itu 800 tahun. Peneliti dari Makassar juga sempat datang disini. Mereka sampai marah kalau lukisannya dipegang-pegang atau disentuh. Karena katanya ini bisa merusak. Makanya begitu disayang,” katanya tersenyum.

La Ode Samada mengatakan, lukisan goa tersebut dibuat dari empat sumber racikan pertama tanah liat, darah hewan, lemak hewan dan terakhir getah pohon. Untuk lukisan pertama dengan umur yang cukup tua adalah lukisan telapak tangan di dinding goa Liangkabori. Kemudian gambaran manusia sedang berburu hewan babi, setelah itu layang-layang dan terakhir gambaran manusia sedang bertani.

“Orang tua kita mengajarkan kalau makna dari goa ini adalah manusia dulu mencari makan dengan berburu, kemudian bertani. Untuk mengobati rasa lelahnya manusia dulu juga menggunakan layang-layang. Makanya ada gambar layang-layang. Ini kami percaya dan kami akui,” katanya.

Diakuinya, lukisan lukisan pada dinding gua sampai saat ini masih menyimpan misteri tentang kehidupan prasejarah masyarakat Muna yang tergores pada 130 an situs aneka goresan berwarna merah pada dinding gua bagian dalam.

Jika dilihat sekilas, lukisan-lukian di dinding goa memang menggambarkan kehidupan masa lalu masyarakat. Mulai dari cara bercocok tanam, berternak, berburu, berdapatasi dengan lingkungan, dan berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.

“Sekarang didapat lagi 15 gambar baru. Ini temuan dari Makassar yang datang melakukan penelitian disini,” timpal La Ode Kosasi, juru kunci lainnya.

Uniknya, saat dipotret, seperti ada siluet gambar seseorang yang menaiki seekor gajah, gambar matahari, gambar pohon kelapa, gambar binatang ternak seperti sapi, kuda, serta gambar layang-layang yang merupakan salah satu media ritual masyarakat Muna pada saat itu.

Selain dapat mempelajari dan menikmati lukisan dari gua, kitapun dapat melihat formasi geologi seperti stalaktit dan stalakmit yang memiliki bentuk beragam yang merupakan hasil pengerasan dari mineral mineral alam yang terbentuk sejak ratusan tahun yang lalu.(EGI)

Editor : M. Rioddha

MunaRusman