Mengenang Riski, Pria yang Dijemput Ajal karena PCC Oplosan

“Saya sudah tua, sudah sulit saya kontrol pergaulan Riski dan adiknya. Saya tahu mereka sering mabuk obat”

Abdul Rauf, orang tua Riski,
korban tewas teler massal

FOTO ; EGI/LENTERA
Seorang korban PCC oplosan terpaksa diikat petugas di RSJ Kendari karena tak henti mengamuk. Geger PCC oplosan yang diduga Flakka di Kota Kendari membuat tiga orang meregang nyawa

LENTERASULTRA.com-Tepian Teluk Kendari, Rabu (12/9) malam lalu lebih ramai dari biasanya. Sebuah pemandangan memiriskan hati tersaji di depan banyak orang yang mendadak berkerumun.

Dari bisik-bisik yang berkembang jadi cerita, tatapan mata massa lalu beralih ke dalam laut. beberapa saat sebelumnya, baru saja seorang pria melompat, dan tak muncul lagi ke permukaan.

Malam itu, tim Basarnas sebenarnya sudah turun gelanggang. Tapi hasil baru ditoreh esok paginya. Sesosok jasad pemuda, yang belakangan teridentifikasi bernama Riski Indra digotong di sebuah kantong jenazah. Ambulance lalu membawanya ke rumah orang tuanya, di Jalan Bunga Palem, Kelurahan Watuwatu, Kacamatan Kendari Barat, Kota Kendari.

Riski dijemput ajal setelah tanpa sadar menceburkan diri ke dalam laut. Diduga ia kepanasan usia mengonsumsi tablet yang belakangan dipastikan itu PCC oplosan, zat yang selama empat hari terakhir bikin geger Kota Kendari karena puluhan remaja “kesurupan” massal.

Orang tua Riski, Abdul Rauf Hamzah dan Indriati tentu saja amat terpukul. Banyak sesal dari pasangan ini. Mereka tak bisa mengontrol pergaulan anaknya hingga jadi salah satu penikmat obat-obat terlarang, yang jadi “tiketnya” menuju kubur.

Paling miris lagi, Abdul Rauf dan Indriati nyaris kehilangan anaknya yang lain, bernama Eci. “Adiknya Riski itu juga ikut pakai obat. Untung dia selamat tapi sempat saya bawa ke RSJ karena mengamuk terus,” tutur Abdul Rauf, kala jurnalis media ini bertandang ke rumahnya, Jumat (15/9) siang.

Lelaki yang sudah mulai uzur ini bercerita, Riski adalah anak kedua dari lima bersaudara. Sehari-hari anaknya itu itu seorang pengamen di kawasan Kendari Beach. “Anak saya itu putus sekolah,” Rauf menjelaskan.

Sejak saat itulah, Riski mulai mengenal kehidupan bebas. Pulang larut malam. “Anak saya ini banyak teman dan pergi bermain sampai larut malam. Setahu saya dia mengamen karena teman-temannya banyak pengamen,” tambahnya.

Ia akui, anaknya sudah lama kenal dengan obat-obat terlarang. Tapi tak pernah ia menyaksikan efeknya seperti yang terjadi Rabu lalu. Seringkali, ia juga menasehati anaknya itu agar tak bergaul dengan obat-obatan.

“Peringatkan dan larang, tetapi masih tetap karena pergaulannya itu, saya tidak bisa juga terus-terus awasi. Saya sudah tua,” terangnya.

Sampai akhirnya petaka itu datang. Rabu pagi, 13 September 2017, ia menyaksikan anaknya mabuk berat, loyo dan sulit untuk mengontrol diri. Beberapa kali bahkan jatuh kedalam selokan. Adiknya, juga begitu. Dibawah pengaruh zat tertentu.

“Adiknya itu 12 tahun, namanya Eci. Dua-duanya seperti kesurupan dan teriak-teriak,” kisah sang ayah. Belum juga bisa menguasai diri, keduanya malah pergi. Kata warga di sekitar rumah, kedua anaknya itu memang terlihat seperti orang kesurupan. “Riski bahkan tidak pakai baju,” kenang Abdul Rauf.

Riski kemudian terjun ke laut katanya dengan ia kepanasan. Sementara adiknya terbaring di jalan. Sore hari, sang adiknya
kembali ke rumah sementara Riski masih di laut, mandi. “Malam harinya Riski tidak terlihat lagi. Paginya ditemukan meninggal,” bebernya.

Ia berharap kepada pihak kepolisian bisa menangkap pelaku pengedar obat yang mengakibatkan anaknya meninggal. Abdul Rauf mengaku baiknya para bandar bisa diberi hukuman berat dan setimpal dengan perbuatannya. “Jangan beri ampun,” tegasnya.

Kondisi Abdul Rauf saat ini masih dalam keadaan sedih. Istrinya terus meneteskan air mata mengenang kepergian anaknya. Indriati belum bisa menjelaskan kondisi hatinya saat ini. Riski adalah satu dari puluhan korban akibat pil PCC oplosan. “Anaknya baik, sering membantu kami di kompleks ini,” kata paman Riski bernama Andri.

Peristiwa yang dialami Riski sama dengan Mulyadi. Korban jiwa lain yang juga mengalami nasib sama. Mulyadi juga diduga menjeburkan diri ke laut akibat kepanasan. Jasadnya ditemukan membusuk oleh warga.

Orang tua Mulyadi bernama Bakri dan Riana sampai saat ini masih syok atas kejadian yang menimpa anak mereka. Keduanya tidak menyangka putra pertama mereka itu meninggal dalam keadaan mengenaskan. Apalagi diketahui akibat pengaruh obat. “Ditembak saja bandarnya. Itu saja cukup. Karena kalau tidak ini akan terjadi terus,” kata Bakri.(Egi)

Editor: M Rioddha

narkobaPolisi