-Delapan Bulan Bohong ke Ibu-
-Vonis 27 September Nanti-
LENTERASULTRA.com-Sulit sekali bagi seorang Samsu Umar Abdul Samiun terus-menerus menutupi kondisinya sekarang ini yang sedang bermasalah hukum. Sebagai seorang anak, Bupati Buton non aktif itu amat merindukan ibunya yang kini sudah uzur. Tapi yang paling membuatnya gusar, karena selama delapan bulan terakhir ia terpaksa berbohong terhadap perempuan yang sudah melahirkannya itu.
“Selama ini, bersama saudara-saudara saya, mereka terpaksa berbohong bahwa saya sedang tugas diluar daerah. Bukan kena masalah hukum,” demikian salah satu petikan nota pembelaan yang dibacakan Umar Samiun di depan persidangan kasus dugaan suap yang membelitnya, yang dipimpin Hakim Ketua, Ibnu Basuki Widodo, Rabu (13/9) kemarin.
Ini, kata Umar, terpaksa dilakukan mengingat kondisi kesehatan sang ibunda, Hj. Wa Ode Naria yang tidak memungkinkan untuk mendengar kabar penahanan Umar Samiun. Apalagi usia sang bunda, sudah 90 tahun. “Maafkan kami semua anak-anakmu,” katanya.
Umar juga meminta kepada istri dan anak-anaknya tercinta agar bersabar dan berpegang teguh pada Allah SWT. “Insya Allah, Tuhan mendapatkan kita sebagai orang-orang yang bersabar,” ujar mantan Ketua PAN Sultra itu.
Kemarin (13/9), sidang lanjutan Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun masuk agenda pembacaan pledoi (pembelaan, red). Tidak hanya bicara soal kerinduannya terhadap keluarganya, Umar juga menyampaikan “protes” terhadap tuntutan jaksa, sepekan sebelumnya yang meminta hakim menghukumnya lima tahun penjara.
“Jaksa tidak membuka semua fakta persidangan,” kata Umar. Menurut mantan Ketua DPRD Buton itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membuat tuntutan tidak berdasarkan bukti dan fakta di persidangan. Tetapi, berdasarkan asumsi dan terkesan ragu-ragu.
Misalnya, saat jaksa menyebut Umar bertemu dengan Abu Umaya, La Ode Agus Mukmin dan Dian Farizka di hotel Grand Hyatt tujuannya adalah terdakwa meminta bantuan Dian Farizka untuk membuatkan gugatan terdakwa dan gugatan La Uku-Dani.
Tetapi dalam surat tuntutan JPU juga dikatakan bahwa pertemuan dilakukan pertemuan di sekitaran Bundaran HI (bukan Grand Hyatt) antara Umar Samiun, Dian Farizka, La Ode Agus Mukmin, Abu Umaya ditambah Sofyan Kaepa.
“Tujuannya, membahas materi permohonan keberatan sengketa Pilkada Kabupaten Buton yang akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Yang mana yang benar? Sementara berdasarkan BAP La Uku gugatan mereka itu dibuat sendiri oleh kuasa hukum Munsir bukan Dian Farizka,” tegasnya.
Umar juga menjelaskan bahwa JPU kurang paham soal Pilkada Buton dengan baik. Pilkada Kabupaten Buton dilaksanakan sebanyak dua kali, yakni 2011 yang berujung dengan dikeluarkannya putusan sela. Yang kedua tahun 2012 yang berakhir dengan keputusan akhir. “Kalau ada niat saya (melakukan perbuatan melawan hukum) kenapa tidak saya lakukan sejak tahun 2011 dimana saya masih dalam posisi kalah,” tukasnya.
Itu tentu saja adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. “Sudah tahu saya menang dalam PSU yang hasilnya tinggal disahkan di Mahkamah Konstitusi. Olehnya itu, uang Rp. 1 miliar tersebut murni adalah permintaan Arbab Paproeka. Dan tidak berkaitan dengan momentum pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi maupun Akil Mochtar,” urainya.
“Saya berikan agar Arbab Paproeka tidak menekan dan meneror lagi sebagaimana yang sudah saya jelaskan dalam persidangan bahwa Arbab beberapa kali mengerjai saya. Itulah sebabnya kenapa saya selalu menolak untuk bertemu dengan Arbab,” ujarnya.
Menanggapi kehadiran Akil Mochtar di Kabupaten Buton dalam rangka melakukan pengawasan Pemilukada Kabupaten Buton,
JPU kembali membangun opini seolah-olah kedatangan M Akil Mochtar mempunyai kaitan dengan terdakwa.
Sedangkan, bukti dan fakta dipersidangan seperti yang diungkapkan La Rusuli, mantan Ketua KPU Buton, bahwa kehadiran Akil di Buton atas perintah KPU RI untuk mengundang Ketua MK.
“Namun karena Ketua MK berhalangan maka Ketua MK memerintahkan M Akil Mochtar mewakilinya ke Buton agar dapat melihat dan melakukan pengawasan secara langsung pelaksanaan PSU pasca dikeluarkannya keputusan sela. Ini diperkuat dengan keterangan Agus Feisal Hidayat bahwa benar Akil Mochtar bertemu dengan Sjafei Kahar yang tidak lain adalah ayah kandung dari Agus Feisal Hidayat sendiri,” bebernya.
Olehnya itu, Umar Samiun dalam kesempatan itu mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar dapat mempertimbangkan untuk menerima nota pembelaannya serta menyatakan bahwa dirinya tidak terbukti secara sah e dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi pada Pasal 6 (enam) ayat 1 (satu) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, JPU KPK, Kiki setelah mendengarkan pembelaan Umar Samiun dan penasehat hukum mengatakan tidak akan mengajukan replik atau jawaban atas pembelaan tersebut. “Kami menghormati dan itu hak terdakwa dan pengacara mengajukan pembelaan. Atas bantahan tersebut kesimpulannya kami tidak perlu melakukan replik,” kata Kiki singkat.
Dengan demikian agenda sidang berikutnya akan kembali digelar pada dua pekan mendatang, tepatnya pada 27 September 2017 dengan agenda pembacaan putusan. “Sidang berikutnya agenda pembacaan putusan tanggal 27 September 2017,” tutup hakim sembari mengetuk palu. (hrm)
Editor ; M Rioddha