Bergabung di BRICS, Indonesia Terapkan Langkah Baru dalam Bidang Ekonomi

Indonesia resmi bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025. Ini menandai era baru dalam strategi ekonomi nasional. Keputusan ini dipandang sebagai langkah signifikan untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global serta memperluas akses terhadap investasi dan perdagangan internasional. BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, merupakan aliansi ekonomi yang memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian dunia. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS menunjukkan ambisi negara ini untuk menjadi bagian dari dinamika ekonomi global yang lebih inklusif dan mengurangi ketergantungan terhadap negara-negara Barat.
Upaya Indonesia untuk bergabung dengan BRICS telah dirintis sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia melihat BRICS sebagai platform yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui kerja sama perdagangan, investasi, dan infrastruktur. Diskusi mengenai keanggotaan Indonesia semakin intensif dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan upaya diversifikasi mitra dagang dan penguatan peran dalam geopolitik internasional. Dengan bergabungnya Indonesia, status negara ini di BRICS menjadi lebih strategis. Indonesia kini memiliki akses lebih besar terhadap pendanaan dari New Development Bank (NDB), lembaga keuangan milik BRICS yang berfokus pada proyek pembangunan infrastruktur dan keberlanjutan. Selain itu, Indonesia juga dapat berpartisipasi lebih aktif dalam kebijakan ekonomi global yang lebih adil bagi negara-negara berkembang.
Bergabung dengan BRICS membawa sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Salah satunya adalah akses yang lebih luas terhadap sumber pembiayaan alternatif, mengurangi ketergantungan pada institusi keuangan Barat seperti IMF dan Bank Dunia. Selain itu, kerja sama dengan negara-negara anggota BRICS membuka peluang ekspor yang lebih besar, terutama dalam sektor energi, manufaktur, dan teknologi. Peningkatan kerja sama ekonomi ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja baru bagi Masyarakat. Namun, di balik peluang besar yang ada, Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah bagaimana pemerintah dapat menyesuaikan kebijakan ekonomi domestik dengan dinamika BRICS tanpa mengorbankan kepentingan nasional. Selain itu, perlu ada strategi yang matang agar Indonesia dapat bersaing secara efektif dengan negara anggota lain yang memiliki ekonomi lebih kuat, seperti Tiongkok dan India. Risiko geopolitik juga menjadi faktor yang harus diperhitungkan, mengingat hubungan BRICS dengan negara-negara Barat yang sering kali diwarnai ketegangan.
Meski demikian, keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS tetap merupakan langkah yang strategis dalam memperkuat perekonomian nasional. Namun, untuk benar-benar merasakan manfaat dari keanggotaan ini, pemerintah harus melakukan reformasi struktural yang lebih mendalam. Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi prioritas utama, mengingat daya saing tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di BRICS. Selain itu, pemanfaatan sumber daya alam harus lebih optimal dan berkelanjutan agar dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. Dengan strategi yang tepat dan komitmen untuk memperkuat ekonomi domestik, Indonesia berpotensi memanfaatkan keanggotaan di BRICS sebagai pijakan untuk menjadi kekuatan ekonomi baru di Asia. Namun, tanpa perbaikan yang mendalam dalam pengelolaan sumber daya dan kebijakan ekonomi, manfaat dari keanggotaan ini mungkin tidak akan maksimal. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bekerja sama dalam menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih kompetitif dan berkelanjutan.
Salah satu sektor yang harus diperkuat dalam strategi ekonomi Indonesia adalah sektor pangan. Ketahanan pangan menjadi isu krusial bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dengan populasi yang terus bertambah, ketergantungan pada impor pangan harus dikurangi agar Indonesia mampu menjadi negara yang mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Keanggotaan di BRICS dapat dimanfaatkan untuk memperluas investasi di bidang pertanian dan peternakan, mengadopsi teknologi pertanian modern, serta membuka akses pasar ekspor hasil pangan Indonesia ke negara-negara anggota. Selain meningkatkan ketahanan pangan, pemerintah juga perlu menyoroti program makan bergizi gratis yang saat ini menjadi tantangan ekonomi tersendiri. Kebijakan ini memang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama anak-anak di usia sekolah. Namun, tanpa manajemen yang baik, program ini dapat menjadi beban ekonomi yang besar. Indonesia perlu merancang strategi pembiayaan yang lebih efisien dan memastikan produksi pangan dalam negeri cukup untuk mendukung program ini tanpa harus bergantung pada impor dalam jumlah besar.
Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan memperkuat sektor pertanian melalui pemberdayaan petani, pemberian insentif untuk produksi pangan lokal, serta pengembangan sistem distribusi yang lebih efisien. Selain itu, kerja sama dengan negara BRICS dalam teknologi pertanian dapat membantu meningkatkan produktivitas pangan Indonesia, sehingga tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri tetapi juga berkontribusi dalam perdagangan internasional.
Dengan fokus yang lebih kuat pada ketahanan pangan dan pengelolaan program sosial secara efisien, Indonesia dapat memastikan bahwa strategi ekonomi yang dijalankan melalui BRICS benar-benar memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat. Oleh karena itu, selain memperkuat daya saing industri dan infrastruktur, pemerintah juga harus memprioritaskan sektor pangan sebagai bagian dari kebijakan ekonomi yang berkelanjutan.
Penulis: Maura Najwa Maitsa, Mahasiswi Jurusan Komunikasi Digital dan Media, Fakultas Sekolah Vokasi, Kampus Institut Pertanian Bogor University