Potensi Tambak Garam Mulai Dikembangkan di Bombana
RUMBIA, LENTERASULTRA.COM-Pemerintah Kabupaten Bombana terus berupaya mencari sumber-sumber peningkatan ekonomi masyarakat termasuk bagi mereka yang menggantungkan hidup dari alam. Dinas Perikanan setempat misalnya, kini mulai melirik pengembangan di sektor tambak garam. Luasnya areal lahan tambak di daerah itu jadi alasannya. Jadi, para petani tambak tidak hanya fokus pada budi daya ikan air tawar/payau saja.
Sebagai bukti keseriusan pemerintah mengembangkan potensi garam, Dinas Perikanan kini tengah menyiapkan pengerjaan mengerjakan proyek pembangunan demmontration plot (Demplot) tambak garam. Demplot seluas satu hektar sebagai percontohan itu berlokasi di Desa Pu’u Lemo, Kecamatan Poleang Tenggara.
“Potensi lahan tambak kita di Bombana ini sangat luas. Catatan kami malah mencapai mencapai 6.413.272 hektar dan sebagian besar dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. Makanya, kita mau lirik potensi lain yakni tambak garam,” ungkap Ahmad, Kepala Bidang Budidaya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Bombana. Kata dia, saat ini sudah ada tambak garam di Pulau Kabaena, tapi pihaknya menginginkan yang dalam kapasitas besar. Makanya, dimulai dengan pembangunan demplot yang akan dikerjakan tahun depan sebagai percontohan.
Ahmad mengatakan, pembuatan demplot itu dilakukan Dinas Perikanan dengan lebih dulu sudah melakukan studi tiru di Kabupaten Kolaka, tepatnya di Kecamatan Watubangga. Disana dipelajari teknik pengembangan tambak garam mulai dari pembangunan tambak, teknik pengelolaan hingga produksinya. Ilmu yang didapatkan dalam studi tiru itu akan di duplikasi Dinas Perikanan untuk pengembangan demplot.
“Kami studi tiru supaya kami pelajari betul bagaimana membuat tambak garam. Bukan saja teorinya, melainkan praktenya langsung,” jelasnya. Demplot yang akan dibangun di Poleang Tenggara tersebut akan dikelola oleh kelompok tani masyarakat yang mendapat pembinaan dan pendampingan langsung dari Dinas Perikanan.
Demplot itu, tambahnya, diupayakan dapat berhasil agar bisa memantik petani mau melirik potensi garam sebagai komoditas baru yang bisa dibudidayakan. “Jadi kalau misalnya udang vaname atau komoditas lain harganya jatuh, maka petani pelan-pelan bisa beralih ke garam yang tidak kalah potensial secara ekonomi,” terangnya.
Menurut Ahmad, pemerintah melirik potensi tambak garam sebab secara ekonomi cukup menjanjikan. Disisi lain, ada permintaan cukup tinggi terhadap kebutuhan garam yang selama ini justru di pasok dari wilayah luar Sulawesi Tenggara. Salah satunya dari Kabupaten Takalar, provinsi Sulawesi Selatan. Ia yakin, jika ini budidaya ini dilakukan massif maka tidak menutup kemungkinan bisa untuk menyuplai garam di Sultra.
Lebih lanjut ia menilai budidaya tambak garam cukup mudah untuk ditekuni petani. Sebab masa olah hingga panennya cukup singkat yakni hanya berkisar 10 hari. Tantangannya hanya pada peralatan seperti geomembrane yang biayanya mencapai Rp4,5 juta per gulung dengan panjang 100 meter. “Hanya geomembrane yang mahal, tapi itu pun masa pakainya 10 tahun. Jadi kami optimis demplot ini bisa sukses supaya petani mau melirik tambak garam,” imbuhnya.(adv)