HUT Bombana ke-21; Kabaena Pamerkan Produk Gula Kelapa
RUMBIA, LENTERASULTRA.COM-Sudah sejak lama, bahkan sebelum Kabupaten Bombana lahir, Pulau Kabaena sudah dikenal sebagai sentra produksi gula kelapa yang selalu jadi buah tangan alias ole-ole. Kekhasan yang sampai saat ini selalu terjaga, dengan cita rasa yang tetap terjaga kualitasnya. Nah, di moment ulang tahun Kabupaten Bombana ke 21 tahun ini, penganan khas Kabaena itu kembali jadi andalan yang ditampilkan di arena pameran pembangunan.
Pameran yang salah satunya jadi ajang promosi berbagai potensi daerah tersebut dimanfaatkan Kecamatan Kabaena, sebagai “pemilik asli” produk tersebut untuk ditampilkan. Produk olahan kelapa dikukur yang dimasak dengan gula aren cair itu makin percaya diri untuk dimunculkan, karena baru saja ditabalkan sebagai produk warisan budaya tak benda (WTB) oleh Kementerian Kebudayaan RI.
Kecamatan Kabaena memamerkan gula kelapa sebagai produk unggulan di stand pameran pembangunan dalam perayaan HUT ke-21 Kabupaten Bombana. Acara itu digelar di alun-alun Kasipute, ibukota Bombana. Gula kelapa yang dipamerkan di stand Kabaena cukup ‘laris’ di jajal masyarakat. Produk ini memang hasil dari kelompok UMKM di Kabaena yang terkenal di seantero Sulawesi Tenggara.
“Gula kelapa merupakan salah satu produk UMKM andalan di Pulau Kabaena, khususnya di Kecamatan Kabaena,” kata Camat Kabaena, Agus Salam kepada media ini. Gula kelapa atau dalam bahasa lokal dinamakan Gola Ni’i adalah produk yang berbahan dasar kelapa dan gula merah. Masyarakat di pulau Kabaena dikenal sangat ahli dalam membuat gola ni’i.
Bahan-bahannya, kata Agus Salam, terdiri dari daging kelapa yang dikukur (bukan diparut), gula aren cair, dan divarian tertentu dicampur beras ketan. Proses pembuatannya, harus diatas wajan besar dengan api dari tungku kayu. Gula aren cair dididihkan, kemudian kelapa dimasukan ke dalam gula cair lalu diaduk hingga menggumpal dan saling bertaut. Proses yang sama dilakukan bila ditambahkan beras ketan.
Salah satu kekhasan gula kelapa adalah kemasannya yang harus dari kulit jagung kering. Kemudian, diikat rapat dengan menggunakan tali, tiga ikatan atas-tengah-bawah. Setelah jadi, ukurannya hanya sebesar dua bola pimpong. Bagi mereka yang baru pertama kali mencoba penganan ini, sebaiknya menyiapkan air putih sebagai penawar rasa manis yang sangat terasa di lidah.
“Soal rasa yang khas, tentu saja berbeda ketimbang di daerah lainnya. Yang ini lebih mantap,” sambungnya. Agus memastikan jika gula kelapa sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Kabaena yang akan terus dilestarikan. Dia juga berupaya agar produk gula kelapa menjadi sumber ekonomi bagi pelaku usaha rumahan di Kabaena. Makanya ia berharap pameran kali ini menjadi media promosi agar gula kelapa makin dikenal luas masyarakat dan pemangku kebijakan baik di provinsi maupun pusat.
“Kami yakin produk ini akan terus dilestarikan. Gula kelapa sudah menjadi ikon Kabaena dan melekat sebagai identitas,” ujarnya. Tidak saja gula kelapa, dalam pameran tersebut, stand Kecamatan Kabaena mampu menarik perhatian pengunjung dengan berbagai produk lain yang ditampilkan seperti dodol, kripik dan madu.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Wispora), Anisa Sri Prihatin menyebut jika gula kelapa kini lebih dari sekedar kuliner semata, melainkan telah menjadi kekayaan budaya masyarakat Kabaena. Hal itu karena keterampilan membuat gula kelapa telah diwariskan turun temurun dari leluhur masyarakat Kabaena. “Kami rasa Kecamatan Kabaena sudah tepat memamerkan gula kelapa karena memang pameran ini menjadi sarana promosi potensi lokal yang diharapkan dapat mendorong kemajuan ekonomi daerah,” terangnya.
Ia menambahkan, gula kelapa direncanakan dapat meraih pengakuan sebagai hek kekayaan intelektual (HAKI). Selain itu, gula kelapa saat ini telah masuk dalam daftar warisan budaya tak benda. “Kedepan kami berencana memperjuangkan ikon gula kelapa untuk mendapat rekor MURI,” targetnya.(adv)