Tiga Pesan Prof La Niampe Soal Kerajaan Tiworo ke Pemda Mubar, Benteng Hingga Usulan Pahlawan Nasional

428
Budayawan Prof La Niampe dan pejabat daerah Muna Barat saat pembukaan Festival Selat Tiworo, Minggu, 4 September 2022. Foto: Sri Wahyuni

 

LAWORO, LENTERASULTRA.COM – Budayawan Sulawesi Tenggara, Prof La Niampe mendorong sejarah dan kebudayaan kerajaan Tiworo menjadi perhatian serius pemerintah Kabupaten Muna Barat. Kerajaan Tiworo dinilainya memiliki sejarah, peninggalan cagar budaya hingga tokoh yang layak diusul sebagai pahlawan nasional.

Itu disampaikan Prof. La Niampe saat menghadiri pembukaan Sail To Indonesia Yacht Rally dan Festival Selat Tiworo, Jumat, 2 September 2022.

“Tiworo itu pak Bupati masih perawan. Informasinya masih ada didalam kitab-kitab kuno, arsip-arsip kolonial yang belum terbaca oleh generasi, terutama yang tersimpan di negeri Belanda, diarsip kesultanan Buton, Makasar, dan Ternate,” ungkap La Niampe saat menghadiri pembukaan Festival Selat Tiworo, di lapangan pelabuhan Tondasi, Kecamatan Tiworo Utara, Muna Barat.

Ahli Budaya dan Sejarahwan Universitas Halu Oleo (UHO) itu mengungkapkan dahulu selat Tiworo tercatat pernah mengalami peristiwa yang sangat memilukan akibat jajahan VOC. Itu terjadi sekitar 367 tahun yang lalu. VOC menggempur habis daerah itu karena dianggap bersekutu dengan kerajaan Makasar yang merupakan saingan dagang VOC saat itu.

Akibat dari pertempuran itu kerajaan Tiworo mengalami banyak kerugian. Sebanyak 200 warga Tiworo dan didalamnya termaksud raja tewas saat itu. Tak hanya itu, akibat dari pertempuran itu berdampak pada hancurnya benteng pertama Tiworo yang dianggap megah dan terindah pada saat itu. Namun dengan cepat dan tak sampai 10 tahun, masyarakat Tiworo mampu kembali bangun benteng itu hingga berdiri megah seperti sedia kala yang saat ini disebut Benteng Tiworo.

“Padahal waktu itu belum ada APBD, APBN. Mereka bangun hanya karena persatuan dan semangat,” jelasnya.

Dari segi budaya, kata La Niampe, Tiworo juga memiliki satu mahakarya yakni benteng Tiworo yang berdiri kokoh hingga kini dan tidak kalah saing dengan benteng Keraton Buton. Namun yang menjadi kendala saat ini adalah pemerintah daerah belum menetapkan benteng tersebut sebagai cagar budaya.

Menurutnya, penetapan status cagar budaya benteng Tiworo akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi manakala terus dipromosikan sebagai destinasi wisata budaya. “Maka yang akan berkunjung bukan hanya wisata pelajar, tetapi juga dari mancanegara,” sebutnya.

Prof La Niampe menilai tiga poin penting yang harus dilakukan pemerintah daerah saat ini. Yakni menggagas penulisan sejarah Tiworo dan mencari tahu identitas raja yang tewas saat itu untuk diusul sebagai pahlawan nasional dan menetapkan status benteng Tiworo sebagai cagar budaya.

“Secepatnya prosesnya dilakukan, sebab benteng Tiworo ini unik di dunia, serta setiap kegiatan pariwisata harus dilaksanakan di benteng Tiworo. Sebab tak ada yang dibanggakan apabila tak ada benteng yang menjadi cagar budaya dengan tanpa status,” terangnya.

Budayawan UHO ini mengaku telah menugaskan lima tenaga ahli cagar budaya guna membantu pemerintah daerah dalam melakukan penetapan status cagar budaya di Muna Barat. “APBD belum ada haknya untuk memberi anggaran itu, apalagi APBN. Bisa ditangkap Bupatinya kalau menggunakan anggaran di situ, kecuali ditetapkan dulu statusnya,” jelasnya.

Penjabat Bupati Muna Barat, Bahri mengapresiasi dan memastikan menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Penetapan benteng Tiworo dan benteng lainnya menjadi cagar budaya dan membuat kajian dalam penetapan pahlawan dari Tiworo akan segera direalisasikan. “Ini saya minta kepada pejabat urusan Pariwisata, Kebudayaan untuk menindak lanjuti. Semoga kedepan kita bisa memiliki pahlawan nasional dari Tiworo,” jelasnya.

 

Reporter: Sry Wahyuni
Editor: Ode

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU