Akhiri Impor Alat Kesehatan, Indonesia Harus Contoh Amerika Serikat

117
PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Indonesia harus mencontoh Amerika Serikat (AS) yang berani menghentikan impor Alat Kesehatan (Alkes). Demikian diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam sebuah forum webinar, Selasa (15/6/2021). Luhut mengungkapkan, Amerika Serikat bahkan membuat undang-undang yang melarang impor Alkes dan Alkes harus diproduksi dalam negeri sendiri.

Menurut Luhut, kebijakan seperti itu bisa ditiru oleh Indonesia sehingga dengan demikian, selain masyarakat bisa mengonsumsi produk asli Indonesia, juga membantu menghemat anggaran.

“Indonesia harus mengarah ke situ. LKPP sudah mulai memperhatikan hal ini karena presiden sudah minta juga ada perbaikan mengenai undang-undang kita mengenai Alkes,” imbuhnya.

Langkah ini merupakan bagian dari program Gerakan Bangga Buatan Indonesia yang belakangan gencar digaungkan pemerintah. Program ini diharapkan dapat mengajak masyarakat Indonesia untuk bangga menggunakan produk lokal, sehingga nantinya perekonomian domestik dapat meningkat.

Lebih jauh, Luhut menyayangkan pengadaan alat kesehatan (Alkes) yang kebanyakan impor. Padahal, menurutnya Indonesia memiliki sumber daya yang mumpuni untuk memproduksinya di dalam negeri.

Dia pun meminta kepada para importir Alkes untuk tidak terus-terusan melakukan impor produk alkes. Dia menyebut bahwa Indonesia mampu membangun pabrik dan menghasilkan produk sendiri tanpa harus bergantung dengan negara lain.

“Orang-orang yang masih ingin impor-impor, importir-importir, Anda kan bisa bikin pabrik di dalam. Ya kan bisa investasi. Masak hanya impor terus,” ketusnya.

Luhut memandang, jika dalam sektor kesehatan Indonesia para importir dapat menjadi pelopor Alkes, maka Indonesia  dapat menghemat pengeluaran sebesar Rp200-300 triliun dalam setahun.

“Dana Alkes dalam bidang kesehatan ini yang kita keluarkan hampir Rp490 triliun setahun. Kalau ini sekarang kita bisa hemat Rp200-300 triliun setahun, itu sama dengan investasi kita USD25 miliar per tahun. Jadi, Anda bisa bayangkan betapa pemborosan kita selama ini begitu tinggi,” bebernya, dikutip dari asiatoday.id.

Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan hanya 3 persen obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri, sementara sisanya sebanyak 97 persen dipenuhi melalui impor.

“Untuk obat-obatan, hanya 3 persen yang diproduksi dalam negeri. 97 persen masih kita impor, padahal dari 1.809 item obat di e-katalog (milik LKPP), hanya 56 item obat yang belum diproduksi di dalam negeri,” katanya dalam konferensi pers virtual Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Bidang Alat Kesehatan, Selasa.

Menurut Budi, dari 10 bahan baku obat terbesar, baru dua yang diproduksi di dalam negeri, yakni Clopidogrel dan Paracetamol. Sementara sisanya masih impor.

Demikian pula penggunaan alat kesehatan (alkes) yang masih didominasi produk impor. Sampai saat ini sebanyak 358 jenis produk alat kesehatan yang sudah diproduksi di dalam negeri, dalam sistem Registrasi Alat Kesehatan (Regalkes) Kemenkes. Sementara itu, berdasarkan e-katalog 2019-2020, tercatat dari 496 jenis alkes yang ditransaksikan, sebanyak 152 jenis alkes sudah mampu diproduksi di dalam negeri.

Menurut Budi, tingginya porsi impor dalam pengadaan alkes, obat-obatan hingga bahan baku obat tentu tidak baik dalam upaya Indonesia untuk mendukung kemandirian sektor kesehatan.

“Kami melihatnya dari sistem resiliensi kesehatan, kami ingin memastikan semua bahan baku obat-obatan dan juga alkes itu bisa diproduksi di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap negara lain terutama pada saat terjadi pandemi seperti ini supaya sistem resiliensi kesehatan kita tangguh,” katanya.

Budi mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah upaya untuk bisa meningkatkan penyerapan produk alkes dalam negeri, diantaranya memastikan regulasi yang pro pada produksi dalam negeri; segera melakukan penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) alkes dan menjadikan TKDN sebagai syarat utama dalam e-katalog; serta melakukan promosi terutama ke kementerian/lembaga pemerintah pusat maupun daerah untuk memprioritaskan pembelian dalam negeri.

Untuk jangka panjang, Budi mengatakan pihaknya akan membangun kompetensi sumber daya dalam rangka memfasilitasi transfer teknologi dan membangun ekosistem riset yang lebih baik.

Ada pun untuk jangka pendek, pihaknya akan mengalihkan 5.462 alkes impor (79 jenis alkes) untuk alkes sejenis yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

“Dari 40.243 item ini sebenarnya ada 5.462 item yang sudah ada produk dalam negerinya sehingga dengan demikian, yang diizinkan dibeli oleh government procurement (pengadaan pemerintah) adalah alkes yang sudah diproduksi dalam negeri, besarnya ada sekitar Rp6,5 triliun,” pungkas Budi. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU