Pria Senja Asal Kendari, Lahir di Zaman Ratu Wihelmina, Usianya Sudah 108 Tahun
KENDARI, LENTERASULTRA.COM-
Berusia panjang apalagi sampai 100 tahun lebih sangat jarang terjadi pada manusia. Hanya mereka saja yang beruntung, bisa merasakan umur panjang. Namun di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, ada penduduknya yang merasakan hal itu. Namanya Umar Ringano. Usianya, jauh diatas rata-rata hidup manusia pada umumnya.
Umar Ringano lahir tahun 1913. Tahun 2021 ini, dia sudah berusia 108 tahun. Namun begitu, pria kelahiran Pomontoro, Kabupaten Buton, kini Kabupaten Bombana, masih terlihat sehat. Umar Ringano tinggal di rumah papan berukuran 5 x 8 meter. Rumahnya terletak di atas ketinggian di bilangan Jalan Diponegoro.
Untuk sampai ke rumahnya harus melewati Lorong Manunggal 2, RT 012/RW 04, Kelurahan Puunggaloba, Kecamatan Kendari Barat, tepatnya di depan lapangan Benu benua. Kurang lebih 300 meter berjalan, kemudian menapaki satu demi satu anak tangga yang berjumlah lebih 30 tangga.
Di rumah yang sebagian dindingnya sudah lapuk di makan rayap, Umar Ringano tinggal bersama istri ketujuhnya, Salwia 65 tahun. Saat hendak ditemui Rabu (16/6/2021) sekitar pukul 12.00 WITA, pria senja berusia satu abad lebih ini masih bekerja di depan rumahnya.
Dia terlihat memotong belasan batang kayu, dengan parang dan gergaji. Kayu-kayu itu, disiapkan untuk memperbaiki kios di samping rumahnya. Aktifitas ini, sudah dia lakukan berhari-hari. “Mau perbaiki warung,” katanya, sambil menunjuk kios disisi timur rumahnya.
Umar Ringano bersama istrinya memang membuka kios kecil-kecilan di rumahnya. Isinya, aneka kudapan siap saji. Untuk sementara, semua jualannya disimpan di ruang tamu rumahnya. Aktivitas ini dilakukan untuk membiayai hidup mereka berdua sehari-hari.
Meski sudah sangat uzur, Umar Ringano masih bisa beraktifitas normal. Bahkan setiap Jumat, dia naik turun gunung dan berjalan kaki untuk shalat Jumat di mesjid depan lapangan Benu-benua, Kendari. Tidak hanya itu, selama Ramadan lalu, dia juga rutin shalat di mesjid. Selain itu, Umar Ringano juga kerap ke kebun di belakang rumahnya, termasuk mengambil batang kayu berdiameter sekitar 10 centimer untuk warungnya.
Di rumahnya itu, Umar Ringano sudah lebih sepuluh tahun tinggal. Saat tiba di Kendari tahun 1972, Umar pertama kali berdomisili di Abeli, setelah itu di belakang PLN. Dan kini menetap di lorong Manunggal dua. Meski sudah uzur, semua panca inderanya masih normal. Bicaranya masih jelas dan lugas, pendengarannya masih normal dan penglihatannya sangat jelas. Yang berubah hanya kulitnya yang sudah keriput dan tubuhnya tak lagi tegak.
“Umur saya yang sebenarnya 108 tahun. Masih Wihelmina presiden Belanda (ratu Belanda, pemimpin Hindia Belanda). Saat merdeka, saya sudah besar, sudah mengembala sapi di Pamontoro,” cerita Umar.
Dalam Kartu Keluarga (KK), tahun lahir Umar memang berbeda dengan kenyataannya. Dalam KK, dia lahir tahun 1933. Dia pernah menikah tujuh kali, dan punya anak tiga serta cucu 11 orang.
Umar Ringano, hanya menempuh pendidik SR (sekolah tingkat dasar zaman Belanda). Dari izajah ini, Dia memberanikan diri honor di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan jadi Pegawai Negeri Sipil tahun 1975. Umar pensiun tahun 1992 dengan golongan dua.
Ketua RT 012/RW 004, Puunggaloba, Andriyani SE mengaku, Umar R merupakan salah satu dari 13 lansia yang tinggal di wilayahnya. Menurut ibu berhijab ini, sesuai cerita dari Umar, usianya sudah 108 tahun. Umar sudah lama menetap di lingkungannya dan hidup bersama istrinya. “Orangnya sudah uzur, tapi masih kuat beraktifitas sehari-hari,” ungkap Andriyani.
Usia Umar Rinango yang sudah melebihi 100 tahun juga sampai di telinga Walikota Kendari, Sulkarnain Kadir. Walikota mendapat informasi tersebut saat kota Kendari tengah lagi intensnya melakukan vaksinasi Covid-19 terhadap lansia. “Saya juga kaget, ternyata ada warga saya yang berusia 107 tahun,” kata Walikota saat ditemui di rumah jabatannya, Senin malam (15/6/2021).
Yang membanggakan dari informasi tersebut, warganya yang sudah senja itu, ternyata juga telah melakukan vaksinasi lengkap, baik dosis satu dan dua.
Penulis : Adhi