Hari-hari Terakhir Kota Yangon, Myanmar

139

Krisis Myanmar: Seruan Revolusi Mulai Menggema, Runtuhkan Rezim Militer Diktator

PENGUMUMAN KPU KABUPATEN MUNA  

Pengumuman Kabupaten Bombana

 

YANGON, LENTERASULTRA.COM – Ketika agresi militer Myanmar tak lagi bisa dibendung, rakyat sipil tak lagi punya harapan untuk bertahan di Yangon, ibukota negeri Myanmar. Setelah junta militer memberlakukan darurat militer di kota itu, dari kejauhan hanya terlihat gumpalan asap membumbung tinggi di langit Kota Yangon, pada Rabu (17/3/2021).

Kota itu sudah berubah menjadi medan perang, di mana pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa antikudeta tak bersenjata yang berlindung di balik barikade yang terbakar. Kota Yangon kini sedang menuju hari-hari terakhirnya.

Rakyat sipil yang mengalami trauma, kini telah melarikan diri dari kawasan industri ibukota. Selama ini, Yangon menjadi salah satu basis perlawanan nasional dalam melawan kudeta militer yang sudah berlangsung hampir tujuh pekan ini.

Disisi lain, junta semakin mengerahkan kekuatan yang lebih besar untuk meredam demonstrasi, dengan lebih dari 200 pengunjukrasa dilaporkan tewas dalam tindakan keras tersebut.

Hari Minggu lalu adalah hari paling mematikan sejak kudeta 1 Februari, dimana kelompok pemantau lokal mendokumentasikan lebih dari 70 orang tewas. Sebagian besar dari mereka tewas di kota industri Hlaing Tharyar di Yangon yang telah menjadi zona pertempuran.

Junta pada Minggu memberlakukan darurat militer di Hlaing Tharyar dan kemudian di kota-kota titik nyala protes lainnya—secara efektif menempatkan hampir 2 juta orang di bawah kendali penuh komandan militer.

Penduduk—banyak dari mereka pekerja migran—telah melarikan diri kembali ke negara asalnya, menumpuk barang-barang dan keluarga mereka di truk bak datar dan bagian belakang sepeda motor.

Mereka yang tetap tinggal melaporkan adegan yang mirip dengan perang.

“Ada tembakan terus-menerus sepanjang malam dan kami tidak bisa tidur,” kata seorang warga kepada AFP, menambahkan orang-orang khawatir bahkan berjalan di jalan karena takut menjadi sasaran pasukan keamanan.

Penduduk lain, seorang mahasiswa kedokteran, mengatakan ada banyak kehadiran militer dan polisi di sekitar bagian utama kota itu.

“Mereka memeriksa mobil, sepeda motor, dan ponsel orang-orang yang berkeliaran di jalanan,” katanya kepada AFP, seperti dikutip dari Asiatoday.id.

“Jika mereka mendeteksi sesuatu yang berhubungan dengan politik dan gerakan pembangkangan sipil, mereka menangkap orang,” katanya, seraya menambahkan bahwa pihak berwenang juga mengancam penduduk untuk membuat mereka menghapus barikade di sekitar daerah tersebut.

Pengunjuk rasa antikudeta garis keras berkemah di jembatan yang menuju ke jalan utama kota pada Selasa malam, mengenakan helm, masker gas, dan membawa perisai.

Mereka juga mendirikan barikade yang terbuat dari ban, kayu, karung pasir dan tiang bambu.

Beberapa dari barikade itu dibakar, menyebabkan asap hitam tebal membubung di atas jalan-jalan yang sebagian besar sepi. Beberapa pengunjukrasa melemparkan bom bensin ke pasukan keamanan, tetapi sebaliknya tampak tidak berdaya saat mereka bersembunyi di balik perisai darurat.

Di daerah pemukiman di kota tetangga, rekaman video yang diverifikasi oleh AFP menunjukkan ada tembakan tanpa henti selama sekitar 15 detik. (ATN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU