“Surat Sakti” Mantan Sekda Kolaka jadi Dalih Pungutan ke Pengusaha Tambang

KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Selembar “Surat sakti” mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kolaka era pemerintahan Bupati Kolaka H Buhari Matta, H. Ahmad Safei, SH.MH rupanya membuat keder pengusaha tambang di Bumi Mekongga. “Surat sakti” berdalih optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di layangkan ke otoritas jasa pengelola pelabuhan sebagai tameng untuk memungut retribusi atas penggunaan/pemanfaatan dermaga pelabuhan khusus (DUKS) di Kabupaten Kolaka.
Surat berkop Sekretariat Daerah Kabupaten Kolaka bernomor: 970/160 tanggal 14 Februari 2011 itu ditujukan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai Pomalaa serta dua Kepala Kantor Pelabuhan (Kapel) Pomalaa dan Kolaka. Surat kepada instansi vertical tersebut agar otoritas pelabuhan tidak memberikan izin berlayar sebelum menyelesaikan kewajiban-kewajibannya ke Pemda Kolaka.
“Surat ke otoritas jasa pelabuhan itulah menyebabkan kami harus menyelesaikan kewajiban berupa pungutan senilai Rp 1.000/ton kepada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi (Kominfo),”ujar salah satu komisaris perusahaan tambang.
“Surat sakti” H. Ahmad Safei tersebut bukannya tanpa dasar, namun merujuk kepada Surat Keputusan Bupati Kolaka Nomor: 268 Tahun 2010 tentang pungutan bongkar muat dan kunjungan kapal dalam wilayah Kabupaten Kolaka.
Hasilnya, seperti disampaikan komisaris perusahaan tambang tersebut, sesuai bukti transaksi setoran perusahaan ke rekening kas daerah Pemda Kolaka kurun waktu 31 Maret -23 Agustus 2011, pihaknya sudah menyetor duit sebesar Rp 299.100.00.
“Jumlah itu berdasarkan temuan serta hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri,” urainya.
Tidak hanya ke kas daerah, Irjen Depdagri juga menemukan aliran dana dugaan hasil pungutan bongkar/muat barang dan kunjungan kapal dalam kawasan dermaga khusus (DUKS)/terminal khusus mengalir ke rekening pribadi tiga oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Kolaka senilai Rp 509.689.000.
“Nilai perhitungan untuk pungutan pungutan bongkar/muat barang dan kunjungan kapal dalam kawasan dermaga khusus (DUKS)/terminal khusus dari PT BDN sebesar 299.100.000. Ini dari perusahaan kami, tidak tahu dengan perusahaan lain sebab belum dilakukan audit,” kata sang komisaris mengutip hasil temuan Irjen Depdagri.
Menurutnya, terhadap kontribusi bongkar/muat barang dan kunjungan kapal dalam kawasan dermaga khusus (DUKS)/terminal khusus selama periode 1 Januari hingga 28 September 2011 berupa pungutan dilakukan Pemda Kolaka, oleh Mendagri ditetapkan tidak berdasarkan Peraturan Daerah, tetapi berdasarkan Keputusan Bupati Kolaka Nomor: 268 Tahun 2010 tanggal 2 September 2010. Akibatnya, kata dia pungutan dimaksud tidak sesuai dengan pasal 158 ayat 1 dan 2 undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pasal 114 dan pasal 147 ayat 4 peraturan pemerintah nomor 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan serta surat edaran Mendagri Nomor 188.34/17/SJ tanggal 5 Januari 2010 perihal penataan peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah.
Atas tindakan Pemkab Kolaka tersebut, Mendagri melalu suratnya bernomor: X.700/04/SJ tanggal 22 Januari 2019 menyarankan ke Gubernur Sultra agar memerintahkan secara tertulis Bupati Kolaka agar pungutan bongkar/muat dan kunjungan kapal dalam kawasan dermaga khusus (DUKS)/terminal khusus di wilayah Kabupaten Kolaka dibayarkan kembali ke perusahaan tambang.
“Perintah Mendagri saya kira cukup jelas. Apakah Bupati Kolaka dalam hal ini Ahmad Safei mau melaksanakan hal tersebut atau tidak,”tegasnya.
Menanggapi ‘surat sakti’ ke otoritas jasa kepelabuhan, Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemda Kolaka, Amri mengatakan, ‘surat sakti’ itu dikeluarkan Sekda Kolaka sebagai konsekwensi dari jabatannya selaku Sekda, dimana salah satu tugasnya membatu bupati dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
“Surat itu keluar sebelum Perda di anulir Kemendagri,”ujarnya tanpa menyebut Perda mana yang dimaksud.
Proses keluarnya ‘surat sakti’ Sekda tersebut melalui mekanisme admistrasi dari dinas terkait ditandai dengan adanya paraf dari pejabat teknis kedua instansi. Sayangnya, setelah berjalan dua tahun dibatalkan, sebab undang-undang mengenai pendapatan bidang pertambangan dicabut pemerintah pusat. Otomatis semua peraturan dibawahnya batal dengan sendirinya.
“Termaksud surat mengenai optimalisasi pendapatan PAD. Yang salah jika sudah dibatalkan Perdanya tapi masih jalan pungutan dan administrasi lainnya menyangkut pendapatan dan retribusi. Itu jelas pelanggaran dan Pungli,” jelasnya.
Penulis: Milwan