Kasus Bibit Fiktif di Konut Macet di Jaksa

486
ilustrasi (Pixabay.Com)
ilustrasi (Pixabay.Com)

-Polisi Mendesak, Jaksa Menolak-

LENTERASULTRA.com-Sudah hampir dua tahun ditangani, penyidikan kasus pengadaan bibit fiktif di Dinas Kehutanan, Kabupaten Konawe Utara (Konut), belum juga sampai di meja hijau. Padahal, perkara ini sudah sejak awal tahun 2016 lalu diurus.

Polisi sudah menetapkan tiga orang pegawai negeri sipil (PNS) Pemkab Konut sebagai tersangkanya.
Polisi berdalih, mereka sudah lama merampungkan berkas perkaranya bahkan telah dilimpahkan ke kejaksaan.

“Tapi jaksanya menolak, alasannya masih ada orang yang harusnya jadi tersangka tapi tidak masuk dalam dokumen berkas. Jaksa meminta kami menetapkan kontraktor proyek itu ikut ditetapkan jadi tersangka,” ujar Kasubdit III Tindak Pidana Korupsi Polda Sultra, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Honesto kepada jurnalis lenterasultra.com yang menemuinya, hari ini.
Nah, dari pengakuan Honesto, tiga orang yang sudah jadi tersangka itu berkasnya sudah tuntas, tinggal diajukan ke jaksa. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Kehutanan Konut (MU), PPK dan Pemeriksa Barang.

Tiga tersangka inilah yang seyogyanya siap untuk duduk di kursi pesakitan menanti vonis majelis hakim.
“Tapi jaksa bilang harus tambah tersangka. Tambahannya itu adalah kontraktornya. Ini harus ditetapkan tersangka juga. Tapi kontraktor ini sudah kami tetapkan masuk Daftar Pencarian Orang,” tambah Honesto.

Perwira polisi ini sebenarnya berharap agar jaksa bisa menerima tiga tersangka awal tersebut sambil menunggu DPO ditangkap. Agar kasus ini tidak disebut mandek. Namun jaksa kata Honesto, tetap kukuh menolak.
“Kalau jaksanya mau, hari ini juga saya limpahkan. Tapi setiap kami limpahkan jaksanya bilang tunggu dulu. Ini belum lengkap. Makanya kamipun juga tidak bisa melimpahkan,” terangnya.

Lebih lanjut ia menerangkan ketiga PNS Konut itu kini ditetapkan tersangka dengan sangkaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Korupsi.
Untuk diketahui, proyek pengadaan bibit dan penanaman jati dengan total anggaran sebesar Rp 879 juta, serta pengadaan eboni dan kayu bayam dengan anggaran Rp 294 juta. Kasus tersebut ditengarai telah memenuhi unsur melawan hukum.

Alasannya, pertama, pengadaan bibit dan penanaman jati terjadi perbedaan besaran anggaran dalam kontrak dan daftar pagu anggaran (DPA).
Di mana, dalam kontrak tertera anggaran sebesar Rp 879 juta, sementara dalam DPA berjumlah Rp 1,176 miliar. Sementara, pengadaan eboni dan bayam, harusnya yang diadakan masing-masing sebanyak 2.750 bibit.

Namun, kenyataannya hanya diadakan bibit eboni sebanyak 2.750. Sedang bibit bayam tidak lagi diadakan, sehingga pekerjaannya diduga fiktif.
Dua kasus tersebut terjadi pada 2015 dan dalam kasus-kasus tersebut penerima atau ketua kelompok penerima eboni dan bayam berstatus sebagai anak kandung Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dishut Konut berinisial MU.(Egi)

Editor : M Rioddha

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BERITA TERBARU