Sebulan terakhir, publik Sultra disuguhi kegaduhan politik terkait Pilgub Sultra. Kader-kader Golkar di Sultra, dengan dukungan pimpinanya, Ridwan Bae “menggugat” Ali Mazi yang didukung DPP Golkar.
Sesungguhnya, seteru Ali Mazi dan Ridwan Bae, sudah terjadi sejak lama. Mengutip Prof Eka Suaib, seteru ini tak pernah klir. Momentum Pilgub, menjadi pemicu disemainya lagi seteru itu.
Lenterasultra.com, menukil ihwal seteru keduanya, hingga jejaknya masih terasa sampai kini. Kader-kader baru Golkar, kemudian ikut masuk pusaran seteru. Laporan ini dikutip dari catatan liputan Abdi Mahatma yang sejak lama mengikuti dinamika di tubuh Golkar Sultra
Petaka 6 November
Kantor DPD I Golkar Sultra, 6 November 2007, pukul 20.00 Wita. Pengurus Golkar menggelar rapat pleno. Hampir semua pengurus DPD I menghadiri acara itu. Pertemuan itu dipimpin Ketua OKK Golkar Sultra, Ichlas Mapilawa didampingi Sekretaris Golkar Sultra, La Ode Ate SmHk dan dua Wakil Ketua, La Ode Djeni Hasmar (kini almarhum) dan La Ode Beriun.
Keputusan rapatnya adalah adalah menonaktifkan Ketua Golkar Muna, Ridwan Bae dan Ketua Golkar Kolaka Utara, Sutan Harahap (kini almarhum). Keduanya dianggap melakukan tindakan indisipliner.
Sebagai pengganti, Ichlas Mapilawa Cs menunjuk La Ode Djohan Boy untuk mengendalikan Golkar Muna. Sedangkan nakhoda Golkar Kolut dipercayakan kepada Fikri Joenoes.
Penonaktifan itu punya latar belakang. Jauh hari sebelumnya, ketika Ali Mazi yang ketika itu masih menjabat Gubernur Sultra periode 2003-2008 itu tengah bermasalah hukum, Ridwan menggagas sebuah road show keliling Sultra untuk mengibarkan kembali panji-panji Golkar yang dianggapnya mati suri dan tak bergairah.
Ketika itu, Ridwan bersama banyak sekali kader-kader Golkar berkeliling dari satu daerah ke daerah lain untuk membangkitkan kembali semangat konstituen Golkar yang lama tak disentuh.
Meski road show itu tidak mengatasnamakan Golkar secara institusi, tapi bagi Ali Mazi itu sudah sebuah bentuk indisipliner. Apalagi, dukungan terhadap Ridwan untuk menjadi calon Gubernur Sultra periode 2007-2013 terus mengalir dari masyarakat.
Dalam setiap pertemuan dengan masyarakat atau di depan media, Ridwan memang selalu menyampaikan kritik tajamnya terhadap Ali Mazi dan pengurus DPD I Golkar Sultra yang dianggapnya tak becus mengurus partai.
Indikasinya, semua daerah yang menggelar Pilkada, kader-kader Golkar yang diusung sebagai calon bupati pasti kalah, kecuali Muna dan Buton. Sedangkan Kota Kendari, Kolaka Utara, Konawe Selatan, Kota Baubau justru kalah.
Padahal Ketua Golkar Sultra adalah Ali Mazi yang juga Gubernur Sultra. Ridwan beralasan bila itu tak lebih dari sebuah otokritik atas kekalahan Golkar di beberapa Pilkada karena bisa jadi akan menjadi kekalahan Golkar di Pilkada berikutnya.
Makanya Ridwan menganggap pemecatan dirinya itu karena Ali Mazi terlalu emosional dan tidak mempertimbangkan mekanisme partai.
Kritkan itu ternyata sangat tidak mengenakan hati dan dianggap sudah mengganggu Ali Mazi termasuk para pengurus Golkar. Dengan dalih sudah melanggar aturan partai, Ridwan pun diberhentikan sebagai Ketua Golkar Muna.
Ridwan dianggap mengganggu kebijakan DPP Partai Golkar tentang Tri Sukses Partai Golkar (Tri Sukses itu adalah Sukses Konsolidasi, Sukses Pemilu dan Sukses Pilkada, red). Oleh DPD I Golkar Sultra penonaktifan itu dinilai sudah diatur dalam PO 01 (peraturan organisasi) dan Juklak 05 Partai Golkar.
Pemecatan itu tidak membuat Ridwan risau. Legitimasinya sebagai ketua yang lahir dari sebuah musyawarah daerah (Musda) adalah alasan kuatnya untuk tetap bertahan dan mengabaikan pengangkatan Djohan Boy sebagai Ketua Golkar Muna versi DPD I Golkar Sultra. Ridwan tetap merasa ia adalah Ketua Golkar Muna yang sah.
Makanya, Ridwan mempersilahkan Djohan Boy jalan dengan versinya sebagai Ketua Golkar Muna berbekal SK DPD I. Soal kemudian, ada pengurus Pengurus Kecamatan (PK) yang akan mendukungnya, itu masalah lain.
“Meski Ali Mazi punya hak politik untuk memecat, kami juga punya hak politik mempertahankan kedudukan. Tapi dalam artian semuanya harus berdasarkan mekanisme. Biar 1000 SK pemecatan tapi kalau tidak sesuai mekanisme, takkan ada gunanya,” kata Ridwan kala itu.
Ia dan Sutan Harahap menghadap pengurus DPP Partai Golkar, beberapa hari setelah dinonaktifkan, keputusan DPD I Golkar Sultra itu mental di DPP Golkar. Otoritas tertinggi partai beringin masih mengakui keduanya sebagai pemimpin Golkar di daerahnya masing-masing.
Sikap DPP Golkar itu diambil ketika belasan pengurus harian DPD II Golkar Muna yang juga anggota DPRD Muna menemui Sekjen DPP Golkar, Soemarsono di kantor DPP Golkar, di Slipi, Jakarta.
Saat itu, Soemarsono menyatakan bahwa DPP menganggap pemecatan itu tidak pernah ada karena laporan resmi tentang kasus tersebut memang belum diterima.
Makanya, Soemarsono meminta para pengurus Golkar di dua daerah itu untuk pulang dan berkonsolidasi. DPP memang sudah menerima informasi lisan bahkan laporan dari sejumlah pengurus DPD I Golkar soal pemecatan itu, tapi belum secara tertulis.
Wakil Sekretaris Jenderal OKK DPP Golkar, Iskandar Mandji bahkan dengan tegas mengatakan bahwa Ridwan dan Sutan tidak dipecat karena kewenangan pecat-memecat itu ada di tangan DPP. Ia pun meminta Ridwan dan Sutan untuk pulang ke Sultra dan merapatkan barisan.
Ketika itu, pengurus Golkar Muna yang hadir sekitar 14 orang. Ada Ketua DPRD Muna, Zainab Hibi, Wakil Ketua DPRD Uking Jassa, termasuk La Nika, Marshudi dan sejumlah pengurus harian lainnya serta satu wakil Komcat. Hadir juga Sutan Harahap dan dua orang koleganya dari DPD II Kolaka Utara.
Setelah Ridwan dan Sutan Harahap mengadu, DPP Golkar langsung mengambil sikap tegas dengan mengirim surat resmi ke DPD I Golkar Sultra, tertanggal 22 November 2007. Surat bernomor B-1104/Golkar/XI/2007 itu meminta agar keputusan pemberhentian dan pergantian Ketua Golkar Muna dan Kolaka Utara untuk sementara tidak dilaksanakan.
Keputusan tersebut diambil berdasarkan rapat pengurus harian DPP Golkar pada tanggal 20 November yang membahas surat DPD Golkar Sultra tertanggal 8 November bernomor B-63/DPD/Golkar/XI/2007 berisi laporan tentang pemberhentian/pergantian dan pengangkatan jabatan ketua Golkar Muna.
Dalam surat yang diteken Ketua DPP Golkar kala itu, Syamsul Muarif, DPP minta agar Golkar Sultra tidak melaksanakan keputusan soal pemberhentian dan pergantian Ketua Golkar Muna sampai adanya keputusan DPP Partai Golkar.
Selain meminta untuk tidak memecat Ridwan, dalam surat yang ikut diteken Sekjen Golkar, Soemarsono itu juga disampaikan bahwa DPP Golkar akan menurunkan tim pencari fakta (Tim Fact Finding).
Tim ini terdiri dari Korbid OKK, Korbid PP, Korbid Hukum dan Korwil XIV wilayah Sultra dan Tengah untuk mengadakan pertemuan/koordinasi dengan pihak-pihak terkait guna mencari solusi masalah tersebut dalam bingkai rekonsiliasi.(***–Bersambung)
http://lenterasultra.com/2017/10/27/ridwan-vs-ali-mazi-seteru-lama-bersemi-kembali-2/