Wa Nuru, Perempuan Tua yang Hidup di Gubuk Daun Kelapa
Kemiskinan bagi Wa Nuru mungkin sudah takdir. Tapi itu bukan alasan baginya untuk kehilangan harga diri. Tak ada istilah “makan siang” gratis dalam kamusnya. Ia mesti kerja dulu.
Hengki Tri Arianto
LENTERASULTRA.com-Warga di Kelurahan Busua, Kecamatan Batauga, Buton Selatan pasti kenal perempuan uzur bernama Wa Nuru. Di usianya yang sudah mencapai 70 tahun, ia masih harus menjalani hari dengan getir. Tak ada keluarga, kerabat, apatah lagi anak dan suami yang menemaninya melewati hari-hari tua.
Makin memiriskan hati karena sudah bertahun-tahun, Wa Nuru harus hidup di sebuah gubuk yang jauh dari kata layak. Atap dan dindingnya dari daun kelapa yang ia anyam sendiri. Ukurannya bahkan, amat minimalis. Hanya 2 x 1 meter. Rumah mungilnya itu masuk kategori 7 S alias, sangat sangat sederhana, sampai selonjor saja susah.
Gubuk yang terletak di belakang perkampungan, di bawah pepohonan kelapa, tentu tak bisa diharap menjaga perempuan berusia senja ini dari hujan dan angin. Tapi, Wa Nuru tak punya pilihan. Kemiskinan membuatnya rela saat tubuhnya diterpa dingin dan tentu gigil saat hujan.
Tak ada pekerjaan tetap yang membantunya menyambung hidup. Ia hanya mengandalkan pemberian orang. Tapi jangan salah, ia tak mau menerima itu dengan gratis apalagi hanya karena iba. “Tidak mau terima kalau dikasih makan, dia harus usahakan ada yang dia kerja. Sapu rumah ka, cabut-cabut rumput rumahnya orang. Pokoknya harus ada yang dia kerja baru mau terima makanan,” ujar Samria, tetangga Wa Nuru.
Wa Nuru juga tak suka bergaul, dan cenderung menutup diri. Hidup tanpa keluarga membuatnya memilih menghindari keramaian. Warga kampung itu sering melihatnya berkeliling kampung dengan berjalan jongkok.
Di kepalanya, sebuah karung berisi barang-barang pribadi yang dijunjung di atas kepalanya. “Keseharianya dia itu jalan keliling kampung, dimana dia rasa senang disitu dia singgah,” ungkap Samria tetangga Wa Nuru.
Sebelumnya, warga setempat telah membangunkannya rumah, akan tetap di bongkar. Sebab, dia tidak menyukai apabila harus tinggal dikeramaian. “Dulu rumahnya dibangun di dekat jalan, tapi dibongkar sendiri, baru dia kembali bangun rumah dihutan ini,” lanjutnya.
Di mata masyarakat, Wa Nuru lebih menutup diri dan hanya mau berkomunikasi dengan warga yang sudah biasa menengok dirinya di gubuk kecilnya itu. “Kecuali kita tegur duluan baru dia menyahut juga, kalau tidak, dia juga diam,” tuturnya.
Getirnya hidup Wa Nuru jadi perhatian jajaran Polsek Batauga. Sang komandan, Iptu Najamuddin bahkan datang menemui Wa Nuru dan mengajaknya berkomunikasi. Najamuddin juga melihat dari dekat kondisi Wa Nuru dengan bangunan rumah yang sangat memprihatikan itu.
“Kita rencana mau membantu, mendirikan rumah yang layak huni. Dalam waktu dekat kita akan bangunkan,” kata Najamuddin. Untuk saat ini, pihakanya masih berkoordinasi dengan warga setempat untuk lokasi pembuatan rumahnya itu. “Apabila tidak ada lokasi, maka kita akan upaya, walaupun harus membeli lahan itu,” tutur mantan Kasat Narkoba Polres Buton itu.(***)