Produksi Udang Vaname Bombana Tertinggi di Sultra
RUMBIA, LENTERASULTRA.COM-Budidaya udang vaname jadi salah satu komoditas paling menjanjikan secara ekonomi di Bombana. Tambak-tambak udang jenis ini yang banyak tersebar di daerah Poleang Raya termasuk di wilayah Rarowatu dan Lantari Jaya. Catatan Dinas Perikanan Kabupaten Bombana, produksi udang vaname di Bumi Munajah malah yang terbesar di Sultra. Setiap tahun, para petambak bisa memanen sampai 3000 ton.
“Catatan kami, produksi tahunan udang vaname kini mencapai 2.797.000 kilogram. Bisa dibilang yang terbesar di Sulawesi Tenggara,” kata Ahmad, Kepala Bidang Budidaya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Bombana saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 17 Desember 2024 lalu. Ia menerangkan, petani udang vaname di Bombana tersebar di hampir semua kecamatan. Mulai dari wilayah Rumbia, Lantari, Rarowatu hingga Poleang Raya.
Mayoritas petani memilih komoditas ini karena terbukti laris di pasaran. Udang vaname Bombana tersebut diedarkan di pasar lokal hingga ke Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Nilai ekonomisnya juga cukup menjanjikan. Setiap kilogram udang vaname bisa dibanderol paling murah Rp60 ribu. “Itu harga terendah. Kalau harga sedang bagus, maka bisa lebih mahal lagi,” jelasnya.
Ahmad menjelaskan, petani udang vaname di Bombana mayoritas masih menggunakan pola tradisional. Pola ini terkadang masih menggunakan plankton sebagai sumber makanan bagi udang. Disisi lain juga memiliki keunggulan dari segi masa panen yang dapat diatur berdasarkan harga pasar. “Kalau harga bagus, biasanya mereka panen lagi. Kadang dalam setahun bisa sampai tujuh kali panen. Itu bedanya dengan pola intensif yang panennya hanya tiga kali setahun,” ungkapnya.
Ahmad menguraikan, budidaya udang vaname bukan tanpa kendala. Kendala yang paling sering dikeluhkan petani ialah ketersediaan pupuk subsidi yang langka. Hal ini memaksa petani harus menyiasatinya dengan membeli pupuk non subsidi kendati harganya dua kali lipat lebih mahal. “Pupuk subsidi itu berkisar Rp200 ribu, sedangkan non subsidi bisa sampai Rp400 ribu per sak,” jelasnya.
Kondisi itu kadang membuat petani menyiasati dengan membeli pupuk yang harganya lebih murah meski kandungan nutrisinya dibawah standar. Alhasil, penggunaan pupuk demikian justru lebih besar. “Bisa sampai 700 sampai satu ton untuk satu hektar tambak udang. Padahal kalau ada pupuk subsidi yang kualitasnya bagus itu hanya butuh 400 kilogram sudah mencukupi,” terangnya.
Dinas Perikanan sendiri tidak bisa berbuat banyak sebab belum ada regulasi yang membolehkan pengadaan pupuk bersubsidi di sektor perikanan. Selama ini pupuk subsidi untuk petani tambak masih bergantung pada pengadaan Dinas Pertanian. Kendati demikian, pengaturan regulasi itu masih diupayakan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kita mau intervensi tapi belum ada regulasi. Ini kabarnya tahun depan sudah bisa karena regulasi pengadaan pupuk di sektor perikanan sudah akan terbit dalam waktu dekat,” ujarnya. Selain masalah pupuk, kendala lain yang dihadapi petani udang vaname ialah penyakit pink. Penyakit ini biasanya membuat udang vaname yang dibudidayakan mendadak mati dan berubah warna menjadi pink.
Dua tantangan itu, kata Ahmad, kerap menghambat produktifitas petani tambak udang vaname. Meskipun secara umum, kata dia, produksi masih bagus karena diangka yang cukup besar. Hampir 3.000 ton per tahun. Kita berharap ini bisa terus meningkat dengan pemanfaatan tambak-tambak yang menganggur,” tukasnya.(adv)