Mahasiswa Fisip UHO Observasi Lingkungan di Pesisir Nii Tanasa

Mahasiswa KKN Tematik dari Fisip UHO berfoto bersama warga usai melaksanakan kegiatan observasi lingkungan di Desa Nii Tanasa, Konawe. FOTO. IST

 

KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Belasan mahasiswa Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Halu Oleo (UHO) yang kini tengah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Nii Tanasa, Kecamatan Lalonggasumeeto, Kabupaten Konawe. Mereka berkomitmen penuh agar kehadiran mereka di tengah masyarakat bisa memberi nilai dan dampak.

Lalu lahirlah ide brilian dari para mahasiswa yang tengah menggelar KKN Tematik itu untuk melakukan observasi lingkungan pesisir di sekitar wilayah desa. Agenda yang dilaksanakan mencakup tiga fokus utama, yaitu permasalahan abrasi pantai, sampah pesisir, serta wawancara dengan warga lokal (Warlok) di Dusun 2 mengenai kondisi mangrove yang masih minim penanaman.

Dari observasi itu terungkap bahwa abrasi adalah fenomena alam wajar terjadi akibat gelombang laut, arus, serta faktor cuaca ekstrem. Khusus di Nii Tanasa, terpantau berada dalam kondisi terkendali. Artinya, laju pengikisan tanah tidak signifikan dan masih jauh dari lokasi permukiman.

“Kami salut dengan pemerintah dan masyarakat setempat yang telah melakukan langkah mitigasi abrasi mulai dari pemasangan tanggul agar garis pantai tetap terjaga,” ungkap Drs Juhaepa, M.si, dosen lapangan mahasiswa. Katanya, dengan langkah ini, dampak abrasi dapat diminimalisir, sehingga kawasan tempat tinggal penduduk tetap aman.

Sementara terkait sampah plastik, kata Juhaepa, tim harus mengakui bahwa ada persoalan serius di pesisir desa tersebut. Limbah rumah tangga dominan terlihat berhamburan di beberapa titik pantai, sehingga menurunkan estetika lingkungan sekaligus mengancam ekosistem laut. Salah satu pemicunya karena fasilitas penampungan dan sistem pengangkutan sampah tak memadai.

Khusus soal hutan Mangrove, kata Juhaepa, terungkap bahwa penanaman mangrove masih sangat minim. Salah seorang warga menjelaskan bahwa meskipun sudah ada inisiatif kecil untuk melakukan penanaman, terdapat beberapa alasan yang membuat hal tersebut belum berjalan maksimal.

“Pertama, terdapat rencana pembangunan wisata resort di pesisir pantai. Warga khawatir jika mangrove ditanam, maka pada saat pembangunan resort nantinya akan ditebang, sehingga penanaman dianggap percuma,” jelas dosen Fisip UHO ini. Kedua,  kata dia, sebagian nelayan berpendapat bahwa keberadaan mangrove dapat menghambat akses keluar-masuk perahu mereka ke laut.

Selain itu, warga berdalih bahwa meskipun penanaman dilakukan, kondisi di Dusun 2 yang berbatu serta ombak yang sering menyapu bibit mangrove menyebabkan banyak bibit tidak bertahan. “Ternak warga yakni kambing juga masalah karena saat air laut surut, hewan-hewan itu sering datang dan memakan bibit mangrove yang baru ditanam. Jadi, sulit untuk tumbuh,” tambahnya.

Menurut Juhaepa, kegiatan observasi ini merupakan bagian penting dari tahapan program kerja KKN Tematik. Nantinya, observasi tersebut menjadi dasar bagi mahasiswa dalam merancang program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Data yang diperoleh di lapangan akan ditindaklanjuti dengan program nyata, seperti gerakan penanaman mangrove, edukasi pengelolaan sampah, serta upaya mitigasi abrasi berbasis kearifan local.

Tim KKN Tematik FISIP UHO Tahun 2025 menegaskan komitmennya untuk berkolaborasi dengan pemerintah desa dan masyarakat setempat. Beberapa rencana tindak lanjut yang sudah disusun antara lain, menginisiasi kembali penanaman mangrove di Dusun 2 dengan melibatkan warga, pemerintah desa, dan kelompok pemuda.

“Kita juga akan melakukan sosialisasi tentang pentingnya pengelolaan sampah berbasis masyarakat untuk mengurangi pencemaran lingkungan termasuk merancang strategi bersama warga dalam menghadapi abrasi, dengan menggabungkan kearifan lokal dan pendekatan ilmiah,” tukas pengajar di UHO ini.

Sementara itu, masyarakat Desa Nii Tanasa menyambut baik langkah mahasiswa KKN ini dan berharap kehadiran Tim KKN Tematik UHO dapat memberikan perubahan positif bagi kelestarian lingkungan pesisir mereka. Dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah, akademisi, maupun komunitas lokal, sangat dibutuhkan untuk menjadikan Desa Nii Tanasa sebagai kawasan pesisir yang tangguh, bersih, dan lestari.(red)