BOMBANA, LENTERASULTRA.COM-Kemarau ekstrim yang terjadi beberapa bulan terakhir berdampak kian luas. Tidak saja mengakibatkan krisis air baku, lahan-lahan pertanian juga jadi kerontang. Di Bombana, Sulawesi Tenggara lebih 1000 hektar sawah kini terancam gagal panen total. Belum lagi warga yang mulai kesulitan air bersih. Kondisi itu membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bombana bergerak cepat sebelum dampaknya makin parah.
Lembaga yang dipimpin Hasdin Ratta itu memilih memfasilitasi pembangunan sumur bor serta memberikan bantuan mesin pengisap air di sejumlah desa dan kelurahan di setiap kecamatan yang terdampak kekeringan akibat kemarau panjang dan El Nino. Langkah ini setidaknya bisa meminimalisasi kekeringan parah di sejumlah areal persawahan yang ada di Bombana.
“Banyak titik yang sudah kami berikan bantuan sumur bor untuk mengatasi kekeringan,” kata Kepala BPBD Bombana Hasdin Ratta. Mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) merinci wilayah mana saja yang sudah menerima manfaat program tersebut. Ia menyebut salah satunya di Desa Hambawa, Kecamatan Mataoleo.
Di desa ini, ada 10 titik sumur bor yang dibangun guna memasok air di 102 hektar lahan terdampak. Detailnya, 6 sumur bor dan 4 mesin penyedot air. Sementara di desa persiapan Talabenta, Kecamatan Rumbia terdapat 9 titik sumur dengan lokasi persawahan terdampak sekitar 98 hektar.
Sedangkan di Desa Tepoe, Kecamatan Poleang Timur dan Desa Laea, Kecamatan Poleang Selatan, masing-masing terdiri dari 5 titik. Bantuannya berupa pembuatan sumur bor buat kebutuhan air baku masyarakat di dua desa tersebut. Untuk anggaran pembuatan sumur bor dan mesin penyedot air tersebut, Hasdin mengatakan, seluruh biayanya bersumber dari bantuan tak terduga Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) BPBD Bombana tahun 2023.
Sementara sejumlah desa dan kelurahan yang belum mendapatkan bantuan, Hasdin mengaku, pihaknya sudah melakukan kaji cepat dan akan segera menyusul memberikan bantuan serupa. Namun demikian, pihaknya masih menunggu penetapan status tanggap darurat dari Penjabat (Pj) Bupati Bombana, Burhanuddin.
“Tidak bisa kita lakukan intervensi memberikan bantuan tanggap darurat, jika wilayah yang akan dibantu itu tidak ditetapkan daerah tanggap darurat oleh bupati,” sambungnya. Mantan Kepala bagian hubungan masyarakat (Humas) Setda Bombana menambahkan, jika suatu wilayah masuk dalam status awas dan siaga, maka daerah sudah bisa menetapkan status tanggap darurat. Hal ini memudahkan daerah untuk melakukan langkah-langkah dengan melibatkan segala sumber daya yang ada untuk melakukan intervensi terhadap keresahan masyarakat dalam menghadapi kekeringan.
Sampai menjelang akhir Oktober ini, tercatat sudah 29 desa dan kelurahan di Kabupaten Bombana yang sudah ditetapkan sebagai daerah tanggap darurat. Jumlah ini dipastikan akan terus mengalami tambahan, karena kemarau panjang ini masih terjadi. Bahkan dampak El Nino masih terus dirasakan oleh masyarakat Sulawesi Tenggara termasuk di Kabupaten Bombana.
“Sesuai rilis dari BMKG, dampak El Nino ini akan dirasakan hingga April 2024 mendatang,” ungkap Hasdin. Itu berarti, masih perlu dan terus dilakukan langkah-langkah antisipatif dari berbagai pihak, termasuk tentu saja pemerintah agar dampaknya kekeringan tidak dirasakan parah oleh warga. Intervensi pemerintah amatlah dibutuhkan dalam kondisi ini.(adv)