Para Penambang di Sultra Kurang Serius Reklamasi Lingkungan

Suasana seminar nasional mengenai sumber daya alam yang digelar oleh FISIP UHO, Rabu (27/9)

 

KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Ombudsman RI menemukan informasi menarik tentang kegiatan ekplorasi sumber daya mineral di Sultra. Lembaga itu menyebut bahwa tingkat kepatuhan para pemegang Izin Usaha Pertambangan untuk melakukan reklamasi hutan pasca tambang relatif masih kurang. Hanya 60 persen yang berkomitmen untuk melakukan perbaikan kerusakan lingkungan.

“Belum lama ini saya melakukan kunjungan ke kawasan pertambangan di Sultra. Lumayan memprihatinkan karena ada dampak besar dan serius terhadap lingkungan akibat aktivitas pertambangan,” ungkap Hery Susanto, anggota Ombudsman RI di ketika berbicara di sebuah seminar nasional bertajuk-Perspektif Pelayanan Publik dan Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), yang digelar FISIP UHO, Rabu (27/9) lalu.

Menurut Hery, aktivitas ekplorasi dan eksploitasi lingkungan di kawasan pertambangan mengakibatkan lahan gundul. Hal ini membutuhkan perhatian serius terkait tata kelola pertambangan, pengelolaan pertambangan harus mematuhi jaminan reklamasi dan pasca tambang. “Butuh peran pemerintah dalam mengakomodasi seluruh elemen stakeholders terkait dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan,” tukasnya.

Ia lalu menyebut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan tingkat kepatuhan terhadap jaminan tersebut di lapangan masih rendah, kurang dari 60 persen dari total pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP). Idealnya, ada empat prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan mulai dari pemerataan dan keadilan Sosial, menghargai keanekaragaman, pendekatan integratif dan perspektif jangka panjang.

“Pembangunan berkelanjutan ini adalah upaya multiaspek yang mencakup politik, pertahanan keamanan, ekologi, ekonomi, ekonomi sektoral/daerah, dan aspek sosial budaya,” tambahnya. Untuk mencapainya, menurut Hery, butuh sinergi yang kuat antara stakeholders dari tingkat pusat hingga daerah. Itu sangat penting.

Hal senada diungkapkan Dekan FISIP UHO, Eka Suaib. Ia memaparkan pentingnya mengintegrasikan potensi sumber daya alam dengan peningkatan pelayanan publik. Sektor-sektor seperti pertambangan, kehutanan, dan kelistrikan menjadi fokus perhatian dalam upaya mencapai tujuan tersebut. “Saya rasa kegiatan semacam ini sebagai langkah nyata dalam mewujudkan kolaborasi antara Ombudsman, perguruan tinggi, dan sektor swasta seperti PT Antam dalam mendukung pembangunan berkelanjutan,” terang Eka Suaib.

Ia melanjutkan, seorang dosen di FIB UHO, mencatat bahwa manfaat dari kegiatan penambangan nikel belum merata, dengan sebagian besar manfaat diperoleh oleh perusahaan besar, sedikit oleh Negara, dan bahkan lebih sedikit lagi oleh Daerah penghasil. “Hal ini tercermin dalam tingginya tingkat kemiskinan, infrastruktur yang rusak, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah di Sultra,” katanya.(*)

 

Report: Sri Ariani