KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Siapa bilang jadi politisi itu itu butuh modal besar? Siapa bilang jadi calon anggota dewan itu harus menyediakan alat peraga dalam jumlah banyak? Lihatlah sosok Sahabuddin. Anggota DPRD Kota Kendari periode 2019-2024 itu setidaknya sudah berhasil mematahkan satu mitos politik elektoral negeri ini. Terpilih tak selamanya soal duit, ada nilai yang lebih besar dan tak semua orang punya. Ikhlas dan merakyat.
Modal itulah yang menjadi kekuatan utama lelaki ini kala meyakinkan diri untuk ikut kontestasi Pemilu 2019 lalu. Antara keraguan karena tak punya modal finansial dan dorongan banyak kawannya, ia akhirnya berani mendaftarkan diri ke Partai Golkar sebagai salah satu Caleg di Dapil Mandong-Puuwatu.
“Saya ini kasian hanya pelayan di swalayan. Modalku saat itu saya ingat sekali hanya saya hanya cetak 20 flyer dan 10 kotak kartu nama. Itupun kartu nama tidak terpakai semuanya,” kenang Sahabuddin, soal perjuangannya empat tahun silam. Meski dengan segala keterbatasan itu, di ujung penghitungan oleh KPU, rupanya ada 1137 pemilih yang mencoblos namanya di surat suara.
Angka itu nyatanya menjadi yang tertinggi di internal partainya sehingga memuluskan langkahnya ke gedung parlemen DPRD Kota Kendari. Hasil itu terasa sangatlah indah karena selama proses kontestasi berlangsung, tak sekalipun ia menggelar pertemuan terbuka dengan warga. “Mau ambil dimana saya uang, kalau mau kumpul-kumpul orang kampanye,” ingatnya.
Sahabuddin memang istimewa. Sebelum jadi pelayan rakyat seperti sekarang ini, ia dulunya hanyalah seorang pramuniaha di sebuah swalayan. Setelah menuntaskan pendidikan tinggi dan bergelar sarjana, ia malah jadi seorang pedagang. Ia bertugas menawarkan barang atau tidak secara langsung, hingga melayani permintaan barang pada konsumen.
“Sejak saya lahir dan bersekolah hingga saat ini saya masih tinggal di Kelurahan Tobuuha, Kecamatan Mandonga,” ungkapnya. Soal kerasnya hidup, jangan tanya pada lelaki ini. Saat jadi pelayan di sebuah swalayan, ia pernah sampai pada fase mengangkat air mineral berkardus kardus atau bagaimana menjaga kepercayaan pimpinan yang di amanah kan ke dirinya.
“Saya ikhlas dan sabat saja kerja. Barangkali karena saya tulus, makanya saat saya jadi Caleg, orang percaya. Dulu itu, kalau saya kerja, biar Sabtu dan Minggu terpaksa tidak libur,” tuturnya. Keluarganya, meski protes tapi harus memaklumi karena yang dilakukan Sahabuddin juga demi keluarganya.
Keputusannya terjun ke dunia politik tak mendadak. Ia bahkan sempat tidak tertarik karena tahu bahwa akan banyak pengorbanan yang harus diberikannya, entah itu uang, tenaga dan pikiran. Apalagi jika ingin bertarung jadi Caleg, rival-rivalnya baik itu internal Partai Golkar maupun partai lain, bukanlah kaleng-kaleng. Selain sudah pengalaman, mereka juga memiliki modal finansial yang kuat.
Sahabuddin yang kini jadi Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Kota Kendari ingat betul bagaimana ia dan kawan-kawannya berjuang sampai terpilih. Ada nama Faisal, Untung, Rendi, dan Asmar yang mendukungnya penuh. “Bahkan saya tahu kalau suaraku di KPU itu ada 1137, mereka yang cari tahu. Saya benar-benar tidak menghitung karena tidak yakin bisa sebanyak itu, karena modal pas-pasan. Hanya modal silaturahmi,” katanya tersenyum, mengenang perjuangannya dulu.
Ia mengaku saat mendaftarkan diri ke Golkar sebagai salah satu Caleg, Sahabuddin sempat dilanda keraguan apakah secara pribadi dia harus bersaing dengan caleg dari partai lainnya yang telah memiliki nama besar dan finansial yang banyak. Bahkan keraguannya tersebut, sempat membuat dirinya hampir gagal saat akan mendaftarkan nama calon dari partai ke KPU Kota Kendari.
“Saya ingat sekali waktu itu, baru isi formulir dari partai di sudah mau tutup pendaftaran. Namun semua prosesnya bisa saya lalui, berkat kerja sama dari teman-teman internal Partai Golkar saat itu. Saya berterimakasih banyak kepada teman-teman tersebut,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, ia juga menceritakan pengalamannya saat memasuki masa kampanye. Berbeda dengan para Caleg yang notabene merupakan Incumbent, dan datang dari partai-partai besar. Di mana sebagai pekerja, ia tidak pernah sekalipun melakukan kampanye dengan mengundang masyarakat, maupun komunitas dengan membawa nama partainya. “Saya ini kan pekerja, waktu saya terbatas,” tukasnya.
Tidak hanya itu, pengalaman menggelitik lainnya adalah bahwa teman teman sekolahnya di bangku SMA diakuinya tidak mengetahui bahwa dirinya ikut dalam Pemilu 2019 lalu. Adapun warga yang mengetahui hal itu, hanyalah keluarga, Ketua RT dan sebagian karyawan swalayan tempat dia bekerja.
Ia juga berterima kasih kepada Partai Golkar khususnya kepada mendiang Hikman Balagi yang saat itu jadi Ketua Golkar KOta Kendari karena sudah memberinya kepercayaan. Ia bahkan dari tahap awal mendaftar ke partai, tidak pernah diminta uang mahar atau apapun.
Sahabuddin juga mengaku bahwa hal ini didasari oleh alasan yang sederhana. Pria yang bertempat tinggal di poros jalan R. Suprapto ini mengaku ingin menunaikan pesan ibunya yang mengatakan kepadanya jangan jadi pejabat tapi jadilah pelayan rakyat yang ikhlas dan jujur sebagai salah satu anggota DPRD Kota Kendari saat ini.
Sahabuddin sendiri mengaku memiliki cita-cita untuk melihat sistem pemerintahan yang benar benar menyayangi warga Kota Kendari, tidak adalagi orang yang harus kehilangan harapan. “Para pemulung tidak lagi di razia, saudara-saudara saya yang disabilitas harus memiliki hak yang setara, tidak ada lagi ibu ibu yang kesulitan ekonomi,” tegas Alumni FISIP UHO ini.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Kendari ini menambahkan, dulu selama menjadi pelayan, ia selalu berada di dekat pintu masuk swalayan, sehingga sikap siaga melayani selalu sigap. Sementara saat dirinya duduk sebagai anggota dewan, ia berada di ruangan ber AC dan nyaman.
“Alangkah berdosanya saya pada warga jika saya tidak mencurahkan seluruh pikiran dan sumber daya yang saya miliki untuk warga,” pungkasnya sembari memperlihatkan wajah-wajah relawannya yang ada di handphonenya. (a