Kisah Ustad Syukri, Bina Anak Desa jadi Hafiz, Hingga Bisa Juara MTQ

Ustad Syukri (peci merah) berpose bersama santrinya usai menjuarai MTQ Muna. Foto : Ode

 

RAHA, LENTERASULTRA.COM – Keterbatasan tak membuat Ustad Muhammad Syukri berhenti mencetak anak – anak di desanya menjadi para penghafal Al Quran. Ketekunannya kini mulai berbuah prestasi. Lewat program Kampoeng Quran, anak – anak di desanya bisa meraih sepuluh medali dari ajang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tahun ini.

Setelah mondok di Pesantren Daar Elwihdah, Sragen, Jawa Tengah, Ustad Muhammad Syukri memutuskan pulang kampung. Selanjutnya membuka program Kampoeng Quran di Desa Mantobua, Kecamatan Lohia, Muna. Program itu untuk menghimpun anak – anak desa untuk menjadi hafiz Quran.

Syukri memulai program Kampoeng Quran tahun 2017. Dari program yang dijalankan swadaya itu, 20-an anak kini sudah mampu menghafal Al Quran. Mulai dari 18 Juz, 13 juz, 5 Juz dan paling banyak 1 juz. Para santri itu sekarang menjadi langganan Musabaqah Tilawatil Quran. Setiap tahun pasti ada saja yang juara.

Bahkan tahun ini, 11 santrinya ikut diempat Kabupaten/Kota. Antara lain Muna, Muna Barat, Konawe Utara dan Kota Kendari. “Alhamdulillah di Konut dapat satu medali, di Muna tiga medali, di Mubar lima medali dan di Kendari satu medali. Total 10 medali,” katanya kepada Lenterasultra.com.

Ustad Syukri melatih anak – anak desanya secara sukarela. Hanya bermodalkan sarana Masjid milik desa. Dari rumah ibadah 14 x 12 meter itu, Ustad Syukri sudah bisa membuka empat program. Tajwid, hafalan, tilawah dan Bahasa Arab. Semua anak – anak desa yang aktif sekitar 70-an. Rata – rata berusia dibawah 20 tahun. Santri yang aktif dalam program itu ada yang sambil sekolah formal. Ada pula dari anak – anak putus sekolah. Mereka belajar tanpa dipungut biaya apa pun.

“Syarat menjadi santri sederhana. Cukup datang ke Masjid antara Maghrib sampai Isya,” sambung bungsu dari tiga bersaudara itu.

Syukri bilang, program Kampoeng Quran sebenarnya sederhana. Dijalankan apa adanya.
Anak – anak yang belajar tajwid jadwalnya dimulai Maghrib sampai Isya. Untuk program itu, Syukri dibantu beberapa santri senior. Sedangkan program hafalan, Syukri turun tangan sendiri. Biasanya, ia akan menerima setoran hafalan santrinya seusai salat Subuh. Kadang juga dibuat tentatif. Setiap kali setelah salat wajib.

“Kalau Tilawah tiga kali seminggu. Ada Guru tilawah khusus yang handle. Bahasa Arab lebih tentatif lagi. Tergantung mood,” ujar penyuka olahraga Futsal itu sambil berkelakar.

Dari program tersebut lahirlah santri yang bisa juara di MTQ. Meski hanya program swadaya, namun kualitas anak – anak desa binaanya bisa bersaing dengan jebolan pesantren di Muna. Buktinya, dari 10 medali tahun ini, dua diantaranya adalah emas. Ustad Syukri merincikan, prestasi tersebut diantaranya diraih binaan langsung Kampoeng Quran dan adapula dari santri hasil kerjasama dengan Pesantren Kamboy, binaan Ustad Kodam di Kota Kendari. Ustad Syukri memang mengirim beberapa santrinya untuk lebih mendalami Al Quran ke beberapa pesantren di Kendari.

Santri Ustad Syukri meraih juara di lomba hafalan 10 juz, hafalan lima juz maupun tilawah remaja dan kanak – kanak. “Prestasi mereka sebenarnya bukan karena saya, melainkan kesungguhan mereka sendiri yang mau belajar,” kata pria yang kini menjadi Juri untuk cabang Hafalan Quran itu, merendah diri.

Sebelum membina Kampoeng Quran, Ustad Syukri sudah aktif menjadi peserta lomba MTQ di Sulawesi Tenggara sejak dekade 2010-an. Cabang lomba yang diikuti ialah hafalan hingga Tafsir Al Quran. Ia juga pernah dua kali lolos ke MTQ Nasional. Namun sejak 2020 lalu, ia sudah diangkat menjadi Dewan Juri MTQ.

Syukri, lahir dari keluarga sederhana di Desa Mantobua. Ayahnya pedagang hasil bumi sekaligus menjalankan usaha meubel. Ibunya juga membuka kios kecil di pasar desa, disamping menjadi ibu rumah tangga. Syukri bungsu dari dua saudara perempuannya. Pemilik nama lengkap Suprik La Nia itu sebenarnya masih terbilang muda. Usianya baru 30 tahun dan belum menikah. Ilmu agamanya di dalami di Jawa. Ia nyantri di Sragen, Bandung dan Magelang. Disana ia menyelesaikan hafalan 30 Juz dan juga mendalami ilmu fikih.

Setelah mondok, sambil membina program Kampoeng Quran, sekarang aktif kuliah di Sekolah Tinggi Agama Islam Syarif Muhammad, Raha. Targetnya tahun ini wisuda dan bisa segera lanjut S2. Selain kuliah, Syukri juga aktif berorganisasi. Antara lain menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam dan kader Pemuda Muhammadiyah.

Inisiatifnya membuka program Kampoeng Quran sudah diapresiasi banyak pihak. Bahkan, Bupati Muna LM. Rusman Emba memberi dukungan dengan mendirikan pondok pesantren di Desa Mantobua. Pengelolaanya diserahkan ke Ustad Muhammad Syukri. Proses pembangunannya kini sementara berjalan.

“Alhamdulillah dukungan selalu ada. Dari Bupati Muna, Kemenag Muna, Camat Lohia, LM. Hajar Sosi, pemerintah Desa Mantobua juga. Terutama, masyarakat Mantobua, khususnya para orang tua yang sudah mendorong anaknya mengikuti program ini. Semoga mimpi saya melihat Muna menjadi negeri penghafal Al Quran bisa terwujud,” harapnya.

Reporter : Ode
Penulis : Ode
Editor : Adhi

Juara MTQKisah UstadMTQ MunasantriSultraUstad