JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan Tim Kajian UU ITE telah mengevaluasi regulasi tersebut dengan melibatkan berbagai kalangan, mulai dari korban UU ITE, akademisi, praktisi hukum, dan politikus. Hasil kajian itu menyatakan bahwa UU ITE tidak akan dicabut. Namun, pemerintah akan membuat surat keputusan bersama antara Kementerian Komunikasi, Jaksa Agung dan Kapolri tentang pedoman implementasi UU ITE.
“Hasilnya itu Undang-Undang ITE tidak akan dicabut. Bunuh diri kalau kita mencabut Undang-Undang ITE,” jelas Mahfud MD kepada wartawan di Jakarta, dikutip dari voaindonesia.com.
Mahfud menambahkan pemerintah juga akan melakukan revisi terbatas terhadap redaksional sejumlah pasal dalam UU ITE. Salah satunya pasal 27 ayat 1 yang mengatur tentang distribusi dan transmisi dokumen elektronik yang melanggar kesusilaan. Termasuk juga pasal 27 ayat 3 yang berisi tentang dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
“Misalnya pencemaran nama baik dan fitnah, seperti yang diatur dengan pasal 27 ayat 3, di dalam usul revisi kita (untuk) membedakan norma antara pencemaran nama baik dan fitnah,” tambahnya.
Mahfud menuturkan pemerintah juga berencana membuat omnibus law tentang UU ITE sehingga semua aturan yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik akan terintegrasi. Semisal mengatur tentang UU Perlindungan data pribadi, data konsumen, dan persoalan penyadapan intelijen asing. Namun, rencana ini diperkirakan masih memakan waktu lama untuk diimplementasikan, sehingga ditunda terlebih dahulu pembahasannya.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai usulan revisi terbatas UU ITE yang diusulkan pemerintah masih berpotensi multitafsir. Ia beralasan pemerintah memperluas unsur-unsur dalam pasal-pasal yang akan direvisi. Semisal pasal 28 ayat 2 yang ditambahkan unsur penghasutan.
“Yang kita dorong sebenarnya bukan mencabut, tapi memperbaiki materi UU ITE secara keseluruhan. Jadi mendekonstruksi ulang rumusan-rumusan pasal yang ada di dalam undang-undang itu,” jelas Wahyudi kepada VOA, Sabtu (12/6).
Wahyudi menambahkan penambahan pasal 45C tentang informasi atau pemberitaan bohong juga berpotensi menimbulkan perbedaan tafsir. Alasannya belum ada definisi yang jelas tentang informasi atau pemberitaan bohong. Akibatnya pasal ini dapat disalahgunakan seseorang untuk mengkriminalisasi
“Dengan pendekatan yang seperti itu, nanti pasti aturan yang diciptakan isinya adalah kontrol dan pembatasan yang lebih mengurangi kebebasan sipil,” tambah Wahyudi.
Sejumlah pasal dalam UU ITE yang akan direvisi pemerintah, yaitu pasal 27, 28, 29, dan 36. Selain itu, pemerintah juga mengusulkan penambahan pasal 45C yang mengatur tentang informasi atau pemberitaan bohong. [sm/ah/VOA]