JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, kinerja kredit pertambangan di Indonesia diperkirakan kembali bergairah dan mendapat dorongan pada akhir tahun ini. Gairah ini seiring dengan kembali meningkatnya permintaan beberapa komoditas tambang mineral yang mengerek harga serta ekspansi usaha para debitur.
Saat ini, kredit sektor pertambangan telah menggeliat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 11,29 persen per Juli 2020. Realisasi ini lebih tinggi dari posisi Juni 2020 yang sebesar 7,69 persen.
Sejumlah harga komoditas logam sudah mulai menunjukkan perbaikan harga pada akhir kuartal ketiga tahun ini. Seperti harga nikel, perdagangan ditutup di level USD15.226 per ton atau menguat 8,56 persen year to date (ytd).
Harga tembaga juga naik 9,77 persen sepanjang tahun berjalan 2020 ke level USD6.777 per ton. Timah pun menguat 6,4 persen ytd menjadi USD18.275 per ton, sedangkan bijih besi naik 36,79 persen ytd ke level USD118,07 per ton.
Menurut Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Samual, indikasi permintaan kredit pertambangan baik untuk kebutuhan modal kerja maupun investasi jangka panjang sudah mulai terlihat kembali dari perbaikan harga.
“Dari sisi harga sudah naik, meskipun volume penjualan belum naik terlalu tinggi. Permintaan kreditnya pun sudah mulai ada kenaikan tetapi masih sekedar untuk memenuhi kapasitas produksi pelaku usaha saja,” jelas dia melalui keterangan tertulisnya dikutip Asiatoday.id, Senin (21/9/2020).
David memandang, permintaan harga ini akan cepat mendorong pelaku usaha pertambangan dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas produksi dan bahkan mengambil kredit investasi kembali.
“Sektor perbankan mulai melihat pertambangan ini sebagai sektor yang cerah dengan kualitas kredit terjaga. Komoditas seperti nikel, dan tembaga terus mengalami permintaan baik untuk ekspor maupun kebutuhan dalam negeri,” jelasnya.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan memandang, peningkatan penyaluran kredit pada awal kuartal ketiga masih belum stabil dan masih berpotensi melemah kembali.
“Masih butuh waktu untuk melihat stabilnya permintaan kredit sektor ini, apalagi tren harga batubara yang mendominasi kredit di sektor pertambangan masih terhambat karena pandemi ini. Secara keseluruhan resesi ekonomi global tetap akan berdampak pada penurunan permintaan kredit,” paparnya.
Menurutnya, perbankan tetap perlu mengambil langkah konservatif untuk penyaluran kredit ke sektor pertambangan.
“Bank harus tetap lebih selektif dan hati-hati dalam penyaluran kreditnya,” imbuhnya. (ATN)