Menyulam Demokrasi Bermartabat

Abdi Mahatma R

“Demokrasi itu ibarat buah yang bagus untuk pencernaan, tapi hanya lambung yang sehat yang mampu mencernanya”— Jean Jacques Rousseau, Filsuf Prancis
————————

Kanal diskusi dunia maya, termasuk di meja-meja kedai kopi di Bombana tetiba ramai oleh isu Pilkada. Media sosial bahkan sudah bingar oleh beberapa nama yang digadang menjadi kontestan di ajang pencarian pemimpin daerah itu. Polling sederhana sudah disebar kepada para pengakses gawai. Framing tentang sosok-sosok tertentu kini digerilyakan dengan massif.

Pemantiknya, UU Pemilihan-UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU Nomor 10 Tahun 2016-sedang dalam proses revisi di DPR RI untuk dikodifikasi dalam satu norma. Dalam draft RUU yang terakses publik, di pasal 731 ayat (2) disebutkan, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara serentak untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tahun 2017 dilaksanakan pada tahun 2022.

Kendati ini masih konsep, tapi sudah cukup memicu gairah politik di Bombana, yang kepala daerah dan wakil kepala daerahnya memang akan memungkasi tugas di Agustus tahun 2022 nanti. Semua berspekulasi bahwa Pilkada Bombana bakal digelar tahun 2022.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang didapuk hanya sebagai pelaksana Undang-undang tentu saja tak berani mengemburkan diskursus soal 2022 itu sebelum ada regulasi yang menaunginya. Hingga saat ini, KPU tetap merujuk pada UU yang berlaku, yakni UU Nomor 10 Tahun 2016, Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 yang menyebutkan bahwa daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir 2022, maka akan diikutkan dalam pemilihan serentak kepala daerah pada November tahun 2024 nanti.

Bila kemudian publik sudah kadung riuh soal 2022, itu adalah bagian dari hak demokrasi dan konsitusi setiap anak bangsa. Tapi sebelum masa itu tiba, entah 2024 atau lebih cepat lagi, mungkin elok bila sejenak kita merefleksi kembali apa sejatinya esensi dari sebuah pemilihan. Ia hanya sekadar hura-hura demokrasi atau memang momentum bagi rakyat untuk mencari pemimpinnya yang baik, plus segala persyaratan ideal seorang leader.

KPU tidak hanya dibentuk sekadar sebagai “panitia” pemilihan, tapi juga punya tanggungjawab lain yakni menganggit demokrasi bermartabat dan beradab. Ia wajib menyebarkan gairah literasi politik kepada rakyat bagaimana sebuah proses demokratisasi dijalankan demi melahirkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang amanah, bukan sekadar panggung berebut kekuasaan profan.

Kelahiran demokrasi beradab dan bermartabat tentu saja menjadi asa kolektif masyarakat di negeri ini, termasuk di bumi yang dijuluki Wonua Bombana ini. Ia diikhtiarkan memunculkan pemimpin yang meletakan kekuasaan pada konteks melayani.

Siapa saja yang bertanggungjawab menyulam demokrasi beradab dan bermartabat itu? Dalam politik elektoral, ada tiga elemen dasarnya. Pertama, pemilih. Kedua, yang dipilih atau peserta pemilihan dan yang terakhir penyelenggara pemilihan. Tiga komponen utama inilah yang niscaya memerankan posisinya dengan baik, bersinergi demi teranggitnya demokrasi bermartabat dan beradab itu.

Pemilih misalnya, bila menginginkan lahirnya pemimpin yang baik, bersikaplah sebagai pemegang kedaulatan yang cerdas. Menjadi sangat sulit bila sejak kontestasi ditabuh, pemilih sudah membangun sikap apatisme, mental oportunis dan berpikir pragmatis. Setiap yang berstatus kandidat hanya dianggap calon donator. Yang penting ada uangnya. Ini praktik politik bablas namanya.

Kecenderungan politik primordial mungkin sulit dinihilkan, tapi memberi prioritas pada kandidat dengan rekam jejak baik, jauh lebih utama. Kita membayangkan munculnya kesadaran profetis dari pemilih untuk memilih pemimpin yang bervisi profetis pula, yakni sebuah kesadaran religius dalam rangka melakukan transformasi sosial pada satu tujuan tertentu berdasarkan etika tertentu pula.

Untuk mendapatkan pemimpin yang berkualitas, harus dimulai dari pemilih itu sendiri. Sebab seorang pemimpin hakikatnya merupakan cermin dari masyarakat yang dipimpin. Pemilih yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik. Pemimpin yang sakit tidak jauh dari perilaku pemilih yang sakit pula.

Meminjam istilah Kuntowijoyo (1998:288), seorang pemimpin yang bervisi profetis- jika kelak terpilih-tidak sekadar menjalankan fungsi dan tugas-tugas menurut ketentuan undang-undang semata. Pemimpin yang bervisi profetis harus melakukan transformasi ke arah mana masyarakat dan bangsa ini akan dibawa.

Firmanzah dalam Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas (2012: 113) membagi pemilih dalam dua dimensi besar yakni pemilih berorientasi policy-problem-solving (selanjutnya disebut orientasi kebijakan) dan orientasi ideologi.

Secara sederhana, pemilih yang berorientasi kebijakan akan menggunakan beberapa catatan kinerja dan reputasi calon yang akan dipilihnya. Sedangkan pemilih yang berlandaskan pada orientasi ideologi lebih mengedepankan akan kesamaan pemikiran maupun latar belakang antara pemilih dengan calon yang akan dipilih.

Setali tiga uang dengan kandidat atau yang bakal dipilih? Idealnya, ia harus mengawali niatnya dengan baik lalu datang menawarkan konsep dan program keren ke pemilih. Demokrasi yang kita bangun bersama ini bakal amburadul bila kandidat membangun presepsi hanya yang banyak duit yang bisa menang.

Akibatnya, orang-orang berkualitas memilih tidak melibatkan diri karena relasinya dengan pemilih hanya dilambari pragmatisme. Politik sebagai sarana mencapai kekuasaan dan kepercayaan rakyat menjadi tidak beradab karena relasi dan presepsi antara yang memilih dan dipilih dikonstruksi oleh “duit”.

Mereka yang berniat maju di Pilkada Bombana-kapanpun bakal dilaksanakan-masih punya waktu untuk menggodok ide, merumus konsep, menyusun gagasan serta menyulam program baik untuk daerah. Tawarkan itu ke rakyat secara massif. Sebagai pemilih, bila ada orang yang anda inginkan maju dan yakin ia berkualitas, dorong untuk berkompetisi.

Partai politik, sebagai salah satu sarana melahirkan calon pemimpin memiliki peran strategis dalam proses rekrutmen yang baik. Beri pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan mengajukan calon yang tidak selalu diukur dengan kemampuan finansial, tapi memiliki kompetensi untuk membawa kebaikan bagi rakyat yang dipimpin.

Seperti kata Kuntowijoyo, Parpol mestinya merekrut dan mengajukan calon pemimpin di Bombana yang bervisi profetis, yang meletakan kebijakannya pada prinsip-prinsip pelayanan publik serta memiliki kesadaran Ilahiah untuk merubah sejarah ke arah yang lebih baik. Transformasi yang dilakukan tidak sekadar demi perubahan, tetapi mengubah berdasarkan citacita etik dan profetik tertentu.

Bagi KPU dan jajarannya yang jadi penyelenggara pemilihan, lakukan tugas dengan baik. Jaga netralitas, pegang baik-baik integritas, komitmen pada independensi dan rawat imparsialitas. Bekerjalah secara profesional. Layani pemilih dan peserta pemilihan secara adil dan setara.

Pemimpin Tibet, Dalai Lama (Belaskasih Universal, 1995:7) memaknai politik dengan sebuah moral. Baginya, dalam dunia politik, jika Anda memiliki itikad baik dan mendambakan masyarakat yang lebih baik, maka Anda adalah politisi yang baik dan jujur. Politik itu sendiri tidak buruk bahkan diperlukan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat manusia.

Adanya kesadaran untuk berpartisipasi dalam demokrasi yang beradab memungkinkan setiap warga negara menggunakan hak politiknya dan preferensi (pilihan) politik yang didasarkan pada indikator-indikator rasional seperti yang sudah jelas track recordnya dengan menyelami visi-misi serta kiprahnya selama ini. Bukan dikonstruksi oleh relasi politik uang.

Nah, bila semua elemen yang terlibat dalam politik electoral itu memainkan perannya dengan baik, Insya Allah, mimpi tentang demokrasi yang beradab dan bermartabat bisa kita anggit, bukan sekadar hanya dirisik. Di Bombana, sudah terjadi beberapa kali suksesi, dan kita pasti telah memiliki rasa dan nilai terhadap para pemimpin yang terpilih itu. Soal nanti pemimpin seperti apa yang rakyat inginkan di masa mendatang, silakan dibuat kriterianya.(***)

Abdi Mahatma R
Kordiv Sosdiklih, Parmas dan SDM
KPU Bombana

Demokrasikpu bombanaUndang Undang Pemilu