Corona vs Penyakit Sosial

La Ode Rahmat

Wabah corona yang menyerang warga Sultra menjadi momok yang menakutkan. Virus ini menjadi perbincangan serta menjadi topik hot dan “seksi” untuk di ulas.

Berbagai upaya dilakukan untuk mengunci penyebaran virus ini, mulai dari cara rasional dengan mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah maupun dengan cara yang konyol seperti mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol.

Dikalangan medis corona menjadi tantangan yang harus dipecahkan solusinya untuk menyembuhkan pasien. Apalagi Sampai saat ini belum ada obat yang mujarab untuk mengobati pasien yang mengidap corona.

Pemerintah menempuh berbagai cara taktis untuk mengantisipasi penyebaran wabah yang mematikan ini berbagai seruan dan himbauan dilakukan bahkan dengan meliburkan anak sekolah dan aparatur negara disarankan bekerja dari rumah.

Fenomena corona tidak saja disikapi secara medis namun sudah masuk ranah politik bahkan memunculkan beberapa fenomena sosial terkait corona seperti:

Pertama. Masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan (masyarakat jelita) kelas menengah kapital, borjuis patuh dan tertib dengan himbauan ini maklum mereka mapan secara ekonomi kebutuhan mereka tercukupi tidak perlu keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan nya, membuka pasar online sekali enter semua sudah di depan pagar kebutuhan yang di pesan.

Namun sayang kelas ini “anti” sosial tidak mau berbagai dengan tetangga rumah maupun tetangga lain nya.

Kedua. Pencari keuntungan. Pada sisi yang lain ada kelompok masyarakat mencari keuntungan ditenga wabah.  Penimbun masker dan sembako memanfaatkan corona untuk mengeruk keuntungan. Di berbagai apotek dan toko, masker menjadi barangka langka kalaupun ada dipasaran harganya selangit.

Bagitu juga dengan sembako harga nya sudah tidak terkontrol dengan alasan barang langka. Pedagang tidak mau rugi jadi berbagai alasan di lontarkan untuk membenarkan kenaikan harga.

Ketiga. Keluarga corona. Pasien yang terinfeksi corona akan dicap keluarga corona bahkan dijadikan aib oleh masyarakat sekitarnya.
Beban sosial yang harus ditanggung keluarga pasien begitu berat. Keganasan corona tidak hanya menyerang yang terinfeksi tapi juga memecah keutuhan sosial masyarakat.
Di Jawa Tengah dan Kabupaten Gowa Sulsel, masyarakat  menolak pemakaman jenazah “corona”. Hukuman ini tentu saja tidak manusiawi akibat kurang nya pemahaman masyarakat.

Hadirnya berbagai fenomena tersebut mengindikasikan masyarakat mulai menipis solidaritas sosial nya. Jiwa gotong royong menjadi pudar ditengah wabah corona padahal dalam menghadapi situasi corona di butuhkan kerja sama dengan berbagai elemen.
Bagi keluarga yang terserang virus corona sebaik nya jangan dikucilkan sebab tidak ada manusia yang menghendaki terpapar corona dan setiap orang yang terpapar corona bukan akibat dari kerusakan moralitas dan atau kriminal, justru yang harus kita beri sanksi para koruptor dan oknum yang mencari keuntungan di tenga wabah corona.

Penulis : La Ode Rahmat, Dir. Aman Center