Hugua: KPU Tak Bisa Larang Mantan Koruptor Ikut Pilkada!

Anggota Komisi II DPR RI dari PDIP, Hugua (ketiga dari kiri) dalam diskusi publik bertajuk “Mengupas Polemik Larangan Eks Napi Korupsi Maju dalam Pilkada 2020”. (RERE/LENTERASULTRA.COM)

JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Keinginan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan koruptor maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 menemui ganjalan. Sejumlah politisi berama-ramai menolak norma itu masuk di Peraturan KPU (PKPU).

Anggota Komisi II DPR RI, Hugua menyebut, KPU tak bisa melarang mantan koruptor yang berkeningan ikut maju dalam Pilkada 2020. Sebab hal tersebut dapat melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Kami tegas, KPU ikuti saja Undang-undang,” cetusnya dalam diskusi publik bertajuk “Mengupas Polemik Larangan Eks Napi Korupsi Maju dalam Pilkada 2020” di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, (13/11/2019).

Politisi PDIP itu meminta KPU  memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 42/PUU-XIII/2015. Dalam putusan tersebut disebutkan bahwa mantan napi korupsi dapat maju di Pilkada setelah lima tahun selesai menjalani pidana penjara. Selain itu, mantan terpidana juga harus mengumumkan secara terbuka rekam jejaknya sebagai mantan napi korupsi.

“KPU ikuti saja putusan MK dan putusan MA itu, dimana eks koruptor diperbolehkan (maju Pilkada)dengan catatan harus mengumukan di laman KPU dan mengumumkan pelanggaran yang dilakukan,” katanya.

Menurut Hugua, DPR memiliki semangat yang sama dengan KPU, yakni melahirkan pemimpin yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Saat disinggung perihal keinginan KPU untuk merevisi UU Pilkada agar norma larangan itu masuk di UU? Politisi asal Sulawesi Tenggara (Sultra) itu menyebut sudah tidak mungkin. Sebab, awal Desember 2019, tahapan Pilkada 2020 sudah masuk pada tahapan pendaftaran bakal calon pimpinan daerah dari jalur perseorangan. Saat itu, bakal calon sudah harus mengumpulkan persyaratan untuk pendaftaran.

“Kami belum punya cukup waktu untuk merevisi Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada,” dalihnya.

Untuk mengisi kekosongan tersebut, ia meminta KPU untuk membuat PKPU yang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

“Untuk mengisi kekosongan hukum hanya dengan PKPU. Namun PKPU ini tidak boleh melampaui batas kewenagan dia di dalam Undang-undang. Kalau memasukan larangan eks koruptor, dia melampaui kewenangannya,” tukasnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi dalam kesempatan terpisah. Ia meminta KPU hati-hati dalam menyusun PKPU terkait Pilkada.

“KPU harus berhati-hati dalam menyusun norma dalam PKPU agar tidak menabrak ketentuan Undang-undang,” kata Achmad Baidowi.

Menurut Baidowi, Indonesia merupakan negara hukum, maka segala persoalan harus didudukan pada pijakan norma hukum. Ia juga mengingatkan bahwa KPU adalah pelaksana UU, bukan penafsur pun pembuat UU. Sehingga, KPU diminta melaksanakan tupoksi sebagaimana mestinya.

Penulis: Restu Fadilah

Pilkada 2020PKPU Pilkada 2020