Mengungkap Kejahatan Wajib Pajak

Plt Komisaris Bank Sultra, Rahmat Apiti. (Istimewa)

KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Pendapatan asli Daerah (PAD) menjadi nadi pemerintah daerah untuk menggerakan sektor pembangunan. Sebab, jika sektor pajak dimaksimalkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) bakal surplus.

Selama ini, Pemda melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan PAD, berbagai terobosan dilakukan untuk “menyehatkan” anggaran pembangunan, akan tetapi berbagai langkah terobosan tersebut masih “mandul” dalam pelaksanaannya.

Bukan kemandulan saja yang terjadi di ranah perpajakan tapi juga terdapat berbagai kebocoran, permainan birokasi dan wajib pajak sudah menjadi ‘hobi’ untuk saling mendapatkan keuntungan materi.

Pendapatan Pemda dari sektor perpajakan khususnya pajak Hotel dan restoran, bila dimaksimalkan dengan sistem yang anti bocor (sistim online) sudah pasti sektor ini menjadi lahan “basah” untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal ini koordinator supervisi,penindakan dan pencegahan (Korsupgah KPK) wilayah VIII yang dikomandai oleh Adliansyah yang lebih dikenal dengan sebutan (bang coki) serta mas edi dan kawan kawan (tim Koorsupgah) melakukan sebuah langkah konkrit untuk menata perpajakan, khususnya pajak hotel dan restoran.

Koorsupgah KPK melakukan pendampingan untuk menata dan atau untuk memaksimalkan pendapatan pajak restoran dan hotel.

Kolaborasi Korsupgah KPK, Bank Sultra untuk memaksimalkan  pemerintah kabupaten/kota dalam menata sistem pembayaran pajak dari manual ke sistem digital telah menuai hasil positif.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi bersama Korsupgah KPK, Bank Sultra, dan dinas pendapatan kabupaten/kota efek positif dari online sistem menunjukan hasil  yang postif dan membuat neraca pendapatan surplus.

Saat ini, beberapa kabupaten/kota yang telah menerapkan sistem online pembayaran pajak khususnya restoran dan hotel adalah kota Kendari, Kabupaten Muna, Kota Baubau dan Kolaka. Sementara daerah lain masih menggu jadwal pemasangan.

Namun dalam pelaksanaannya optimalisasi pendapatan pajak restoran dan hotel masih terjadi beberapa kendala teknis dan strategis. Wajib pajak (WP) pemilik hotel dan restoran melakukan berbagai modus untuk menghindari pajak yang dibayar oleh konsumen.

Adapun berbagai modus yang terjadi dilapangan untuk mensiasati online sistim yakni:

Pertama, wajib pajak nakal, pemilik hotel dan restoran yang telah dipasang alat perekam pajak digital masi belum patuh atau masih suka usil. Misalnya dengan sengaja mematikan (off) alat perekamnya tanpa alasan yang jelas.

Kedua, operator tidak paham. (kasir restoran dan hotel) alasan ini juga penulis dapatkan di berbagai warung makan,warung kopi di kota kendari. Mereka beralasan kalau  kasirnya belum paham dalam menggunakan alat, sementara yang mengetahui sedang libur.

Ketiga, habis kertas. Dalam rapat evaluasi Koorsupgah KPK, Bank Sultra dan dinas pendapatan kabupaten/kota fakta di lapangan terungkap sebagian pengusaha tidak taat dengan  alasan kehabisan kertas.

Modus ini, terjadi di Kabupaten Muna sebagaimana yang diungkap oleh kepala dinas pendapatan kabupaten muna dalam rapat monitoring dan evaluasi di BANK sultra.

Kenakalan para WP, menurut hemat penulis karena minimnya kesadaran publik terkait pajak. Untuk itu perlu edukasi terhadap WP (pengusaha hotel dan restoran) dan publik.

Membangun kesadaran kolektif merupakan upaya jangka panjang untuk menyadarkan publik agar taat pajak sehingga tidak terjadi lagi siasat “jahat’ untuk mengakali pajak.

Bila kesadaran kolektif mulai terbangun penulis yakin potensi pajak hotel dan restoran manfaat nya akan dirasakan bersama dan bila pengusaha masi “bandel” suatu saat bisa dijerat dengan pidana penggelapan pajak.

Penulis: Rahmat Apiti, Plt Komisaris Bank Sultra
PajakRahmat Apiti