JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya angkat bicara perihal protes yang dilayangkan para tahanan tentang kebijakan pemborgolan saat hendak melaksanakan ibadah. Jubir KPK, Febri Diansyah mengatakan, menjadi tahanan memang mendapatkan sejumlah pembatasan. Ini sebagai konsekuensi karena telah melalukan tindak pidana.
“Menjadi tahanan memang memiliki banyak pembatasan. Jika ingin hidup bebas, semestinya sejak awal tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang menyalahi aturan yang berlaku, khususnya dalam konteks ini dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Febri.
Meski demikian, ia memastikan pengelolaan yang berada di Rutan KPK sudah sesuai aturan. Begitu juga erkait dengan waktu untuk ibadah, KPK sudah memfasilitasi sesuai dengan ajaran agama masing-masing tahanan.
Berikut isi surat curhat warga rutan KPK tertanggal 6 Januari 2019:
Jakarta, 06 Januari 2019
Kepada yang terhormat:
1. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia
2. Kepala Pengawas Internal KPK
3. Kepala Rutan KPK
Perihal: Pemberlakuan pemborgolan pada waktu akan melaksanakan lbadah dan kegiatan lainnya
Dengan Hormat,
Mengacu pada Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, ayat (2) Negara kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, maka bersama ini kami warga Rutan KPK Cabang Merah Putih menyampaikan permintaan perihal tersebut di atas sebagai berikut:
A. Perlakuan pemborgolan pada waktu Sholat Jum’at dan Kebaktian
Kami sangat keberatan dengan tindakan KPK yang melakukan pemborgolan kepada kami yang akan melaksanakan Sholat Jum’at di Rutan Guntur, karena ini jelas bertentangan dengan Azas Ketuhanan Yang Maha Esa serta Ajaran Islam (Al Qur’an dan Sunnah Nabi).
Dengan terpaksa kami melakukan Sholat Jum’at bersama di Gedung Rutan KPK Merah Putih dimana kondisi tempat dan jumlah jama’ah yang tidak memenuhi syarat untuk pelaksanaan Sholat Jum’at.
Untuk selanjutnya kami minta perkenaan dari Pimpinan KPK agar kami dapat Sholat Jum’at di Rutan Guntur seperti biasanya tanpa di borgol atau mengacu pada PP No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan, khususnya Pasal 13 ayat (3). Kami meminta kepada KPK menyediakan Sarana dan Prasarana untuk Kami dapat Sholat Jum’at berjamaah di Rutan KPK Merah Putih sehingga kami tidak perlu pergi ke Rutan Guntur dengan tangan diborgol.
Hal ini dengan pertimbangan bahwa kegiatan Ibadah adalah Perintah Agama dan merupakan hubungan langsung dengan Tuhan Pencipta. Tidak boleh ada intervensi manusia dalam pelaksanaan Ibadah tersebut, apalagi di Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. Pelarangan melaksanakan kegiatan Ibadah Kebaktian bagi warga Rutan beragama
Nasrani
Selama ini pada hari minggu, warga Rutan KPK melaksanakan Ibadah Kebaktian bersama di Rutan KPK Cabang Merah Putih, dilayani oleh Pendeta dari luar KPK yang diatur dan diorganisir oleh Rutan KPK.
Pada hari Minggu tanggal 6 Januari 2019, untuk pertama kalinya Rutan KPK meniadakan dan tidak memfasilitasi Kami warga Nasrani melaksanakan Kebaktian Minggu, tanpa pemberitahuan dan penjelasan dari Pimpinan/Petugas Rutan KPK. Hal ini jelas telah melanggar UUD 1945 Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta turunannya PP No. 58 Tahun 1999.
Kami meminta Pimpinan segera memfasilitasi kegiatan rutin Kebaktian Minggu serta Kajian Agama yang selama ini dilaksanakan pada hari Sabtu setiap 2 (dua) minggu sekali. Dalam pelaksanaan Ibadah tersebut, kami menolak dilakukan pemborgolan, karena tidak sesuai dengan Ajaran Agama Kami Nasrani.
C. Pemberlakuan Pemborgolan pada waktu keluar Rutan untuk kegiatan penyidikan, persidangan dan berobat ke Rumah Sakit
Kami mengikuti dari media tv yang ada di rutan KPK bahwa alasan utama KPK memberlakukan pemborgolan adalah karena Faktor Keamanan dan keterbatasannya SDM yang dimiliki KPK. Alasan tersebut kami anggap janggal, tidak ada alasan yang kuat, dan cenderung dipergunakan untuk mempermalukan warga Rutan KPK, mengingat:
1. Sejak KPK berdiri tahun 2002 sampai saat ini, tidak ada warga Rutan KPK berupaya melarikan diri, melawan dan berkelahi dengan Petugas KPK, serta tidak ada yang melakukan tindakan yang dapat mengganggu dan membahayakan proses penyidikan, penuntutan serta persidangan.
2. Di sisi lain, pemborgolan yang dilakukan oleh Institusi Kepolisian bersifat selektif, seperti mantan residivis, pembunuh, teroris dan kejahatan Pidana Umum lainnya yang dapat membahayakan petugas dan masyarakat umum.
3. Peraturan KPK terkait pemborgolan telah dikeluarkan pada tahun 2012 dan setelah tujuh (7) yaitu 2019 baru dilaksanakan. Ini jelas menimbulkan perbedaan tindakan serta perilaku tidak adil kepada warga Rutan saat ini dibandingkan dengan warga Rutan KPK sebelumnya. Sehingga tindakan tersebut kami nilai bersifat Diskriminatif.
Suatu Peraturan semestinya dilaksanakan setelah satu (1) atau dua (2) tahun disosialisasikan. Seandainya ditunda pelaksanaannya pasti karena alasan-alasan
tertentu khususnya demi kelancaran proses pemeriksaan, persidangan dan berobat ke Rumah Sakit.
4. Kendati warga Rutan KPK berstatus Tersangka atau Terdakwa, tetapi proses hukum untuk mencari keadilan belum selesai dan belum berkekuatan hukum tetap (Inkracht), karena itu kami meminta Pimpinan KPK tetap memberlakukan warga Rutan KPK sebagaimana mestinya dengan menjunjung tinggi azas Presumption of Innocence.
Dengan ke empat alasan tersebut di atas, Kami meminta Pimpinan KPK agar mencabut aturan pemborgolan tersebut. Seandainya harus diterapkan maka harus pula secara selektif dan tertentu bagi mereka yang dapat mengganggu keamanan serta kelancaran proses hukum di KPK dan Pengadilan.
Demikian permintaan ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenaan Pimpinan KPK
kami ucapkan terima kasih.
Penulis: Restu Fadilah