JAKARTA, LENTERASULTRA.COM – Upaya ASN Koruptor agar tidak dipecat sia-sia. Pasalnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ASN yang terbukti melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan diberhentikan tidak dengan hormat. Dengan kata lain, ASN yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dipecat otomatis.
MK berpendapat frasa “dan/atau pidana umum” dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Sehingga Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjadi berbunyi, “dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan”,” kata Anwar Usman, Hakim Ketua dalam sidang tersebut saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Kamis, (25/4/2019).
Meski demikian, bukan berarti ASN yang melakukan tindak pidana umum tidak harus diberhentikan dengan tidak hormat. Dalam putusannya, MK menyebut terhadap ASN yang melakukan tindak pidana umum dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan sesuai dengan Pasal 87 ayat (2) Undang-undang ASN.
Diketahui, Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) digugat oleh Hendrik, ASN dari Pemerintah Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Pada 2012 silam, Hendrik pernah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Menurut hakim, pemberhentian ini merupakan hal wajar lantaran perbuatan yang dilakukan telah menyalahgunakan bahkan mengkhianati jabatan sebagai ASN.
“Seorang PNS yang melakukan kejahatan atau tindak pidana secara langsung atau tidak, telah mengkhianati rakyat karena menghambat tujuan bernegara yang seharusnya menjadi acuan utama bagi seorang PNS sebagai ASN dalam melaksanakan tugas-tugasnya,” demikian bunyi pertimbangan putusan tersebut.
Aturan tersebut, digugat Hendrik lantaran setelah bertugas kembali sebagai PNS Pemkab Bintan, muncul aturan berupa Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menpan-RB, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Dalam SKB tersebut dijelaskan bahwa ASN yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan status hukumnya sudah incraht harus diberhentikan secara tidak hormat.
Sebagai penggugat, Hendrik beralasan aturan itu bertentangan dengan jaminan untuk mendapatkan perlindungan yang sama di hadapan hukum. Penggugat kemudian membandingkannya dengan caleg eks narapidana kasus korupsi yang masih diperbolehkan mendaftar caleg.
Namun hakim berkukuh bahwa pemberhentian PNS koruptor tetap harus dilakukan lantaran yang bersangkutan telah melanggar sumpahnya untuk taat dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
“Sumpah untuk taat dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945 bukan sekadar formalitas tanpa makna melainkan sesuatu yang fundamental,” bunyi pertimbangan putusan.
Penulis: Restu Fadilah