KENDARI, LENTERASULTRA.COM – Pemerintah terus berkomitmen mengembangkan industri kreatif, Kuncinya ada tiga hal yaitu kreativitas, skill, dan pengembangan sumber daya manusia. Hal ini ditunjukkan dari besarnya anggaran pendidikan pada APBN 2019 yakni Rp 492 triliun, yang difokuskan untuk pendidikan vokasi serta peningkatan keterampilan bagi pekerja dan pencari kerja.
Melalui ajang diskusi publik yang bertemakan “Potensi ekonomi kreatif untuk anak muda Sulawesi Tenggara” Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mengajak mahasiswa untuk mengembangkan ekonomi kreatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi saat ini melalui potensi lokal.
Dalam sambutannya Rektor Universitas Halu oleo (UHO) Muhammad Zamrun F memberikan apresiasi atas digelarnya dialog publik di kampus yang berdiri sejak 19 Agustus 1981 itu.
“Ekonomi kreatif jadi tantangan bagi hampir 50 ribu mahasiswa UHO. Kami harap mahasiswa tidak hanya beriorientasi menjadi pegawai negeri, tapi bisa memanfaatkan kearifan lokal dan menjadi wirausahawan baru di era Revolusi Industri 4.0,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama direktur Komunikasi dan Informasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo Septriana Tangkary menekankan, potensi ekonomi kreatif untuk anak muda Sulawesi Tenggara sangat tinggi.
“Setiap daerah memilki ciri khas dan karakteristik masing-masing. Inilah kelebihan Indonesia yang tidak ada di negara-negara lain. Bhinneka Tunggal Ika dan gotong royong,” jelasnya saat di temui usai acara di Auditorium mokodompit UHO, Rabu, (20/02/2019).
Septriana menggaris bawahi agar anak-anak muda di Sultra jangan malu mengaku sebagai anak petani atau nelayan.
“Di era online, petani dan nelayan pun go online, Dengan menggunakan teknologi dari hulu ke hilir, saat ini pendapatan petani dan nelayan bisa mencapai puluhan juta per bulan,” paparnya.
Di sinilah Septriana menekankan pentingnya inovasi dari para mahasiswa. “Percuma kita memiliki internet of things tanpa ada inovasi dari anak-anak muda. Kreativitas akan mendorong inovasi, sehingga memberikan nilai tambah pada produk kreatif kita,” jelasnya.
Septriana menerangkan, Kementerian Kominfo mencanangkan ‘Gerakan Nasional 1000 Start Up’, untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia di Tahun 2020 dengan menciptakan tech-startup yang dapat menjadi solusi dengan memanfaatkan teknologi digital sehingga memberikan dampak positif di Indonesia.
“Saat ini sudah ada 314 perusahaan rintisan baru yang lahir melalui program ini. Ditargetkan akan tercipta 1.000 startup dengan total valuasi USD 10 Miliar,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari meyakini Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi kreatif dunia pada 2030.
“Kami memiliki banyak program untuk mewujudkan itu. Di antaranya Bekraf menyiapkan Rp 89 miliar dana bantuan pemerintah untuk memfasilitasi ruang kreatif dan teknologi informasi komunikasi melalui mekanisme seleksi proposal dana. Ada juga Rp 9 miliar bantuan permodalan non perbankan,” urainya.
Hari menjelaskan berbagai subsektor ekonomi kreatif yang difasilitasi Bekraf, antara lain aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain komunikasi visual, kuliner, kriya, musik, penerbitan, periklanan, film, animasi, dan juga seni pertunjukan.
“Film ‘Keluarga Cemara’ adalah contoh sukses Bekraf mempertemukan pekerja kreatif film dengan industri,” terangnya.
Hari menyarankan agar anak muda Sulawesi Tenggara membuat produk-produk digital yang mengangkat kearifan lokal.
“Ciptakan produk ekonomi kreatif yang belum pernah ada di muka bumi ini. Bawalah kekayaan dan kearifan lokal ekonomi kreatif kita ke dunia luar. Karena masa depan ekonomi kreatif, termasuk di Sultra, sangatlah besar,” katanya dengan menyebut contoh Raim Laode, seorang komika atau pelawak tunggal asal Wakatobi yang kini berkibar di pentas nasional.