Ada banyak ilmuan sosial, theologi, aktivis, yang berusaha menginterpretasi makna dari kata ideologi. Beberapa diantaranya berhasil menemukan interpretasi berdasarkan uji nalar, baik melalui riset berdasarkan data dari kelompok masyarakat tertentu maupun dari kajian-kajian komparatif dengan mengumpulkan pendapat dari berbagai tokoh dan ilmuan, lalu ditafsirkan sendiri berdasarkan kebutuhannya.
Jadi, ideologi terkadang diadakan dan disuguhkan secara subyektif oleh kalangan tertentu berdasarkan perspektif individu, kebenaran-kebanaran relatif, kemudian dijadikan rujukan oleh kelompok masyarakat pergerakan karena dianggap sesuai dengan keadaan dan tujuannya.
Begitu banyak pengertian ideologi yang berkembang di masyarakat, khususnya masyarakat pergerakan. Seumpamanya dari temuan Terry Eagleton dalam buku Ideologi; An Introduktion, ada beberapa yang menarik diantaranya; “ideologi ialah suatu proses produksi makna, nilai yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.”
Adapula yang menyatakan bahwa “ideologi ialah sekumpulan gagasan yang menonjolkan ciri atas keberadaan kelompok sosial tertentu.” Yang lainnya juga menginterpretasi “ideologi ialah gagasan yang keberadaannya dibangun untuk menopang kelompok politik dominan.” Dari berbagai argumentasi tersebut, setidaknya bisa dikatakan bahwa ideologi ialah ‘tanda’ yang disematkan dan ‘tujuan’ yang ditetapkan secara sistemik oleh kelompok tertentu.
Seperti budaya kajian kelompok-kelompok pergerakan pada umumnya, ada baiknya kita kembali memahami kata ideologi secara mendasar. Seumpama yang diungkapkan oleh Ali Syariati dalam karyanya; Ideologi Kaum Intelektual, “ideologi” berasal dari kata “ideo” yang berarti pemikiran, konsep, keyakinan dan yang semisal dengannya dan kata “logi” berasal dari kata logika yang juga berarti ilmu atau pengetahuan.
Sehingga bisa didefenisikan bahwa ideologi sebagai ilmu tentang gagasan-gagasan dan keyakinan-keyakinan. Dalam konteks yang lebih spesifik bisa dimaknai bahwa ideologi merupakan alat yang digunakan oleh suatu kelompok berupa gagasan dan keyakinan yang dijadikan sebagai tolak ukur suatu kelompok organisasi dalam mengorganisir tabiat dan pergerakannya. Pemikiran dan keyakinan-keyakinan tersebut difahami lalu dita’ati, diikuti dan diimplementasikan oleh para pengikutnya dalam integrasi kehidupan sosial masyarakat.
Oleh karenanya, dalam kehidupan sosial masyarakat, bisa ditemukan berbagai bentuk implementasi ideologi oleh kelompok-kelompok masyarakat pergerakan yang bisa dikenali lewat corak, akselerasi kawanan, warna gagasan dan keyakinan yang identik dengan tujuan yang diusung oleh masing-masing kelompok masyarakat pergerakan.
Jika menunjuk pada kata ‘tujuan’ masing-masing, Jelas menunjukkan makna tidak netral atau tidak original lagi karena setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan memiliki tabiat, pemikiran dan tujuan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Apalagi kalau dikaitkan dengan kata ‘kelompok’ ideologi seumpama kapitalisme, sosialisme, komunisme, Islam dsb jelas konsep-konsep tersebut telah mengalami distorsi karena begitu banyak kepentingan siluman yang terselubung di dalamnya.
Transaksi kepentingan ‘praktis’ bukan hanya menjadi tujuan utama dari ekspansi suatu ideologi, tetapi lebih pada persoalan menambah jumlah pejuang-pejuang ideologi lewat system kaderisasi. Melalui system kaderisasi mereka mampu mentransformasi gagasan, keyakinan kelompok kepada setiap individu yang dianggap mumpuni mengemban tanggung jawab selanjutnya yaitu melanjutkan eksistensi koloni.
Bahkan akibat dari tumbuh pesatnya perkembangan suatu ideologi mampu menggeser dan menenggelamkan eksistensi ideologi sebelumnya yang sudah mengakar dan berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat.
Terlebih jika dikaitkan dengan ideologi kelompok dominan dengan banyak lakon dan perangkat yang menyertainya, tampil begitu menawan dengan bumbu persuasif, mampu menghipnotis berbagai kalangan dengan berbagai varian pendekatan. Wujud yang dihasilkan ialah lumpuhnya nalar kritis masyarakat oleh berbagai macam intimidasi, doktrin estetik, bahkan masyarakat terkadang hanya dijadikan sebagai obyek pasar gelap kekuasaan atas dasar kepentingan materialis dan eksistensi koloni.
Cara berpikir picik dan hubungan fungsional struktural, arogansi individu menjadi ciri dari ideologi kelompok dominan. Akibat hipnotis nalar yang dilakukan, kadang masyarakat lupa mempersoalkan lebih dalam siapa yang menfatwakan hal tersebut sehingga menjadi suatu kelumrahan? Siapa yang membenarkan? Dari mana sumber otoritasnya?. Ternyata asal muasalnya dari kepentingan sang pemilik otoritarian! Pemegang otoritas koloni sekterian!, dengan tujuan ekpansi untuk meraih keuntungan materi secara maksimal, kedikdayaan dengan wajah kekuasaan tanpa tanding dan kemenangan paripurna pada semua aspek kehidupan.
Penulis Busra Yusuf el Mahady, Dosen IAIN Kendari, Sulawesi Tenggara