2019, Pengembangan Pariwisata Muna Fokus di Gua Liangkabori

 

Gua Liangkabori
MUNA, LENTERASULTRA.COM – Perolehan peringkat ke tiga pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2018, menjadikan Gua Liangkabori di tanah Muna mulai diperhitungkan. Kawasan cagar budaya yang meninggalkan berbagai macam situs sejarah peradaban manusia itu, kini menembus obyek wisata nasional. Dengan begitu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui Dinas Pariwisata fokus mengembangkan pariwisata hanya di Gua Liangkabori saja, pada tahun 2019 mendatang.

Fokus pemerintah pada pengembangan satu obyek wisata, bukan tanpa alasan. Ajang API menjadi bukti, Bumi Sowite bakal menjadi pemain utama di Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam memperkenalkan situs sejarah. Sebab, daerah lain, tak memiliki situs seperti di Gua Liangkabori.

“Pengembangan gua Liangkabori kelemahan dan kekuatannya. Kalau dorong wisata bahari, tentu kita akan kalah dengan Wakatobi dan Labengki. Makanya, kita dorong Liangkabori sebagai situs prasejarah. Karena kita pemain tunggal,” kata Plt Dinas Pariwisata Muna Amiruddin Ako diruang kerjanya, Rabu (28/11/2018).

Makanya, hal yang perlu dibenahi nanti, lanjut Amiruddin, perbaikan infrastruktur seperti tempat parkir, sarana air bersih, dan penataan sumber daya manusia. Sebab, tak boleh ada aktifitas fisik di gua Liangkabori. Serta pembangunan 10 rumah adat.

Untuk itu, pihaknya berencana bakal berkomunikasi bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) kementerian gun membicarakan hal-hal teknis. Biar bagaimanapun, ada hal yang tak mesti dilanggar oleh pemerintah setempat.

“Seperti tadi, tempat parkir, tak boleh ada aktifitas fisik, karena ada zona inti. Makanya, ini rencana duduk bersama BPCB, sambil kita membangun. Karena, gua Liangkabori menjadi icon pariwisata Sultra,” katanya.

Alternatif, pembangunan 10 rumah adat, terang Amiruddin lagi, selain berfungsi mengembalikan kekhasan gua, juga sebagai home stay alias tempat menginap. Dengan dilengkapi, baruga serta gapura. Sehingga, semua aktifitas disana, tak bakalan keluar dari konsep kesejarahannya.

“Untuk tetap menjaga Liangkabori sebagai cagar budaya Indonesia, disana aktifitas apapun yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah, tidak keluar dari kesan sejarah. Termasuk, aktifitas pertanian yang sudah mekanis harus ditradisionalkan,” terang mantan kabag Humas ini sembari menyampaikan, medio Desember, ada festival Liangkabori berskala kecil. Tujuannya, untuk mengetahui respon publik atas festival itu.

Pengembangan Gua Liangkabori ini sejalan dengan visi kementerian Pariwisata, yang sudah meninggalkan wisata massa menjadi manat khusus yakni wisata gua. Disana nanti, ada panjat tebing, perlayangan, sejarah, serta budaya. Makanya, pengembangan Liangkabori, tak bicara soal keindahan saja, tapi ada nilai edukasi.

“Itulah alasan Liangkabori menjadi icon paling depan. Tentu tak melupakan yang lain. Ini menjadi pendukung termasuk wisata religi lainnya,” terang Amiruddin. Diakuinya, pengembangan satu destinasi wisata saja, sebagai imbas minimnya anggaran yang tersedia. (Ery)