Terpotong 25 Persen Perunit, BSPS di Muna Menyalahi Aturan Kementerian

Ilustrasi

MUNA, LENTERASULTRA.COM-Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) yang diberikan pada masyarakat secara full, hanya cerita manis saja. Buktinya, masyarakat yang mendapatkan bantuan tersebut, anggarannya terpotong hingga mencapai 25 persen. Alasannya, untuk pembayaran pajak dan keuntungan kontraktor. Padahal, dalam aturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) maupun Petunjuk Tehnis (Juknis) telah jelas tak mengatur itu. Makanya, bantuan bedah rumah yang diploting Rp 15 juta perunit tahun 2018, dinilai hanya diatas kertas saja.

Alasan pemotongan itu, adanya pajak 10 persen yang dibebankan pada penerima. Ditambah lagi, pekerjaan yang dipihak ketigakan, mendapatkan keuntungan dari anggaran perunitnya, sebanyak 15 persen. Sementara, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 07 tahun 2018 tentang BSPS, tak ada potongan pajak yang dibebankan pada masyarakat.

“Hanya kejadiannya, ada pemotongan 10 persen dari 15 juta perunit. Setelah ditelusuri pertanyakan diperumahan, program ini dipihak ketigakan. Bahan, kontraktor yang adakan. Kalau bicara kontraktor, bukan saja pajak yang dibayar, tapi ada keuntungan. Baru ambil keuntungan 15 persen. Jadi, kita terima bukan lagi 15 juta,” sorot Ikra warga Kelurahan Raha II usai bertemu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Perumahan Muna dikantor Kelurahan Raha II, Senin (12/11).

Meski, penerima mendapatkan bantuan dalam bentuk barang, tak mesti disediakan oleh pihak ketiga. Karena, Petunjuk Tehnis (Juknis) tak menyebut ada pihak ketiga selaku penyedia. Hal itu, dipertegas dalam surat edaran (SE) Direktorat Jenderal Penyedia Perumahan Kementerian PUPR nomor 07 tahun 2018 tentang juknis BSPS tertanggal 3 April 2018. Untuk itu, baik PP maupun aturan Juknis, tak pernah mengatur pihak ketiga termasuk didalamnya pemotongan pajak plus keuntungan.

“Ini cela harus ditelusuri. Kenapa pemerintah dia lakukan itu. Itu tidak boleh. Kalau, pihak ketiga yang menyediakan bahan, artinya bahannya diperdagangkan. Ada keuntungan disana. Harusnya bahannya Rp 60 ribu dinaikkan menjadi Rp 80 ribu. Sama sama, hak-hak kami disunat,” sindirnya.

Ikra juga menjelaskan, BSPS di kecamatan Katobu dilakukan dengan sistem proyek. Menurutnya, juknis dalam hal pengadaan bahan, masyarakat harus membentuk kelompok 10 sampai 20 orang yang diberi rekomendasi oleh pihak PPK, melakukan survei di Toko mana yang bersedia menyediakan bahan sesuai kebutuhan masyarakat. “Harusnya seperti itu. Anehnya, mekanisme diabaikan. Pemerintah menjalankan dalam bentuk proyek dan dilelang. Intinya, BSPS kacau amburadul,” tegasnya.

Sementara itu, Anuardin juga angkat bicara terkait BSPS. Dirinya, tak mempersoalkan kontraktor. Melainkan, bahan yang didistribusikan tak sesuai dengan permintaan masyarakat.

“Masyarakat tak minta seng merk asoka dibawakan seng asoka. Harus murah jadi mahal. Kalau seng biasa itu harganya kisaran Rp 65 ribu perlembar. Kenyataannya dipasang Rp 90 ribu. Anehnya, masyarakat dipaksa untuk meneken. Seharusnya, bahan yang dibeli ditawar. Tapi, dipihak ketigakan, ya bukan membantu masyarakat, tapi cari keuntungan,” tegas Anuardin.

Anuardin mengklasifikasi, kalau keuntungan mencapai 15 dari anggaran Rp 4,3 miliar, sudah pasti Rp 500 juta keuntungan kontraktor. Belum lagi, pajak 10 persen berarti Rp 410 juta yang terbayarkan.

“Harusnya uang ini digunakan untuk masyarakat tapi kontraktor yang kerja, ada keuntungan disana. Itu masalahnya. Intinya, bahwa program ini, masyarakat inginkan berjalan normal. Sesuai ketentuan kementerian PUPR terkait pelaksanaan BSPS. Pihak kepolisian juga harus mengusut tuntas bantuan ini. Karena ada mark up,” katanya.

Menurut, Pihak Dinas Perumahan Rakyat melalui PPK BSPS Rabin, kebijakan tersebut berdasarkan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengacu pada program tahun lalu. “Itu tak bisa diswakelolakan harus dipihak ketigakan,” argumentasi Rabin yang juga Kabid di instansi tehnis ini.

Anuardin juga menyebut, bantuan BSPS tahun lalu pula merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,5 miliar berdasarkan temuan BPK. Sebagai tambahan, BSPS di kecamatan Katobu tahun ini mencapai 240 unit yang tersebar disetiap kelurahan. Anggarannya pun bersumber dari Dana Alokasi Khusus. (ery)

Program BSPS