KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Pada Oktober 2018, perkembangan harga di Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatatkan inflasi sebesar 0,20 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar 0,65 persen.
Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi KPwBI Sultra, Surya Alamsyah mengatakan, menguatnya tekanan harga disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi di kelompok bahan makanan, khususnya komoditas ikan segar dan sayur-sayuran.
Secara spasial, Kota Kendari dan Kota Baubau mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 0,16 dan 0,31 persen. Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sultra tercatat sebesar 2,50 persen dengan inflasi tahunan untuk Kota Kendari sebesar 2,69 dan Kota Baubau sebesar 2,03 persen.
“Perkembangan harga di Sultra searah dengan perkembangan di tingkat nasional yang juga mencatatkan inflasi pada periode tersebut sebesar 0,28 persen. Sehingga secara tahunan inflasi tercatat sebesar 3,16 persen. Capaian inflasi tersebut masih berada dalam rentang sasaran inflasi yang ditetapkan tahun ini sebesar 3,5 ± 1 persen,” paparnya.
Lanjut Surya Alamsyah, pada Oktober 2018, inflasi IHK didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan, perumahan dan makanan jadi. Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan secara umum dipengaruhi oleh kondisi cuaca.
“Pada periode tersebut terjadi kemarau panjang dengan curah hujan yang rendah dan suhu permukaan air laut yang tinggi. Sehingga tangkapan ikan menjadi berkurang dan beberapa sayuran yang membutuhkan banyak air mengalami gagal produksi,” beber Surya.
Selain itu Komoditas, ikan segar pada periode tersebut tercatat mengalami inflasi sebesar 1,26 persen. Hal itu dipicu oleh kenaikan harga pada beberapa jenis ikan seperti ikan cakalang (6,11%) dan ikan kembung (4,19%). Sementara itu komoditas sayur-sayuran mengalami inflasi sebesar 10,07%, yang disumbangkan oleh komoditas kacang panjang, bayam dan sawi hijau yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 8,40%, 5,83%dan 20,10%.
Sementara pada kelompok perumahan, terdapat peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh tingginya permintaan seiring dengan mulai bertambahnya aktivitas konstruksi. “Hal tersebut terlihat dari inflasi pada komoditas besi beton dan semen masing-masing 7,77 dan 0,43 persen. Di sisi lain, pada kelompok makanan jadi terdapat peningkatan tekanan inflasi yang dipengaruhi oleh perubahan harga komoditas mie dan nasi dengan lauk sebesar masing-masing sebesar 4,04 dan 1,83 persen,” paparnya.
Untuk sejumlah komoditas sayuran yang membutuhkan sedikit air seperti tomat sayur, bawang merah dan tomat buah mengalami peningkatan produksi dan menahan tekanan inflasi. “Komoditas-komoditas yang menekan inflasi tersebut mencatatkan penurunan harga masing-masing sebesar 12,57, 8,39 dan 6,69 persen. Selain itu, relatif terjaganya stok daging ayam ras di pasar turut mendorong penurunan harga daging ayam ras yang mencatatkan deflasi sebesar 4,63 persen,” tamabah Surya.
Untuk itu, upaya pengendalian inflasi dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sultra bersama dengan TPID di tingkat kabupaten/kota dengan meningkatkan koordinasi dan mempererat kerjasama antar daerah, pemanfaatan resi gudang dan MAS KENDARI di Kota Kendari.
Secara khusus dalam pengendalian inflasi ikan, TPID melakukan beberapa upaya antara lain mempermudah perizinan kapal tangkap, optimalisasi pemanfaatan cold storage dan melakukan kajian pengaturan tata niaga perikanan.
Kemudian untuk menjaga stabilitas pasokan beras TPID melakukan beberapa langkah seperti pemberian bantuan pengairan untuk sawah yang terdampak kemarau, pemanfaatan Sistem Resi Gudang, mempercepat penyaluran rastra kepada masyarakat, operasi pasar beras medium.
“Upaya lainnya seperti gerakan urban farming melalui aktivitas MAS KENDARI (Masyarakat Kenali dan Sadar Inflasi) juga dilakukan untuk menjaga ketersediaan pasokan komoditas hortikultura. Langkah-langkah itu sesuai dengan arahan Presiden RI dalam Rapat Koordinasi Nasional TPID untuk menjaga inflasi tetap rendah dan stabil sejalan dengan Roadmap Pengendalian Inflasi 2019-2021,” pungkasnya. (Febry)