KENDARI, LENTERASULTRA.COM-Proses perekaman kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) sudah bertahun-tahun dilaksanakan. Namun sampai saat Oktober 2018 ini, masih banyak warga yang belum melakukan perekaman. Persoalan ini pun sempat dibahas dalam rapat koordinasi nasional kependudukan dan pencatatan sipil (Rakornas Dukcapil) Tahun 2018 yang di Gelar di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), September lalu.
Salah satu yang disepakati dalam rapat tersebut adalah, penduduk yang tidak melakukan perekaman E-KTP, hingga 31 Desember 2018, maka data kependudukannya akan diblokir. “Ini adalah salah satu hasil Rakornas. Bagi penduduk berumur mulai 23 tahun keatas yang belum melakukan perekaman e-KTP atau belum mempunyai KTP elektronik, maka seluruh data kependudukannya akan kami blokir dan tidak dapat di gunakan,” kata Ismail Lawasa, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Sulawesi Tenggara, saat ditemui wartawan lenterasultra.com di ruang kerjanya, Kamis (11/10).
Pemerintah sambung Ismail memiliki pertimbangan sehingga memberlakukan batasan umur mulai 23 tahun keatas yang akan diblokir data kependudukannya. Salah satu alasannya karena umur 23 tahun sudah bisa mengurus datanya sendiri dan sudah tidak punya kesibukan, bahkan sudah selesai kuliah. Sementara penduduk yang berumur 17 tahun, tidak diberlakukan pemblokiran data kependudukan meski belum melakukan perekaman hingga akhir Desember nanti Pertimbangannya, penduduk umur 17 sampai 23 tahun masih duduk di bangku SMA sampai perguruan tinggi, sudah mempunyai waktu untuk mengurus sendiri.
“Jadi kami himbau pada masyarakat agar segera melakukan perekaman e-KTP secepatnya sebelum datanya diblokir, karena jika sudah diblokir urusannya jadi ribet,” pintanya.
Bayangkan saja jika sudah diblokir, maka penduduk tersebut tidak bisa melakukan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan nomor identitas kependudukan (NIK), seperti tidak dapat registrasi kartu SIM untuk hand phone, membuat SIM (Surat Izin Mengemudi), tidak dapat membeli tiket pesawat terbang, tidak bisa berurusan dengan Bank, tidak dapat menikah di KUA, tidak dapat menggunakan BPJS, tidak dapat membuat paspor ketika ingin keluar negeri, tidak dapat menggunakan hak suara dalam Pemilu, serta tidak dapat mendaftar CPNS dan sebagainya yang menggunakan NIK.
“Ini juga adalah salah satu cara membuat efek jerah pada masyarakat, karena kebiasaan kita nanti ketika kita mau dipakai atau butuh baru kita sibuk mengurus. Akhirnya yang didesak kita lagi agar cepat diselesaikan,” ungkap Ismail. (Febri)