JAKARTA, LENTERASULTRA.COM–
Pasca ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir Mei 2018 lalu, Agus Feisal Hidayat, resmi menjadi tahanan KPK di Jakarta. Namun terhitung mulai awal Oktober lalu, lembaga anti rasuah itu melimpahkan penahanan bupati Bupati Buton Selatan (Busel) di Pengadilan Negeri Kendari.
Proses perpindahan Bupati Busel bukan tanpa alasan. Selain berkas perkara Agus Feisal Hidayat sudah dirampungkan KPK, lembaga anti rasuah ini telah melimpahkan berkas perkara Bupati Buton Selatan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Jika biasanya KPK melimpahkan perkara korupsi yang ditangani di Jakarta, maka khusus perkara dugaan suap yang melilit Bupati Busel ini, dilimpahkan di Pengadilan Tipikor Kendari. Ini artinya, kasus dugaan suap yang melilit Agus Feisal, dipastikan akan disidangkan di Kendari.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Kendari, nama Agus Feisal Hidayat, terdaftar dengan nomor perkara 53/Pid.Sus-TPK/2018/PN Kdi. Dalam sistem tersebut, Agus menjadi tahanan hakim Pengadilan Negeri. Agus Feisal ditahan di rumah tahanan Kendari, dimana masa penahanannya dimulai 2 Oktober hingga 31 Oktober mendatang.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan bila perkara Bupati Buton Selatan akan disidangkan di Kendari. “Persidangan perdana dijadwalkan hari Senin depan, 15 Oktober 2018,” tutur Jubir KPK, Febri Diansyah di Jakarta, Rabu, (11/12/2018).
Untuk diketahui, Agus ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap dari Pengusaha bernama Tony Kongres alias Acucu sebanyak Rp 409 juta. Suap itu terkait dengan proyek rehabilitasi rumah jabatan (rujab) Wakil Bupati lanjutan tahap III senilai Rp 3 miliar.
Akibat perbuatannya itu, Agus disangkakan dengan Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang- undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 12 huruf b mengenai pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pihak yang disangka melanggar pasal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar. Namun pasal tersebut memberi keleluasaan kepada hakim pengadilan tipikor untuk menerapkan hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup atau mau memidana antara 4-20 tahun saja. (Rere)