KENDARI, LENTERASULTRA.COM- Gempa dan tsunami yang mempora-porandakan Palu, Donggala dan Sigi Sulawesi Tengah (Sulteng) menyisakan banyak kisah dan cerita. Bagaimana tidak, peristiwa itu menelan ribuan korban jiwa, kalau soal materil jangan ditanya lagi. Namun tak sedikit orang selamat dari kiamat kecil tersebut. Mereka yang berhasil lolos dari maut itu, tentunya memiliki kisah yang luar biasa.
Salah seorang yang selamat dari bencana itu adalah gadis Bulukumba asal Kolaka Timur (Koltim) Sulawesi Tenggara (Sultra). Namanya Ita Prawydia, gadis bergelar S1 Sastra dari Univesitas Sebelas November (USN) Kolaka. Ita berasal dari keluarga yang sederhana dan tinggal di Desa Aere Lambandia Kabupaten Kolaka Timur. Orangtuanya berasal dari Desa Bonto, Kajang Kabupaten Bulukumba.
Ditemui di ICU RS Bahteramas Kendari pada hari kedua ia dirawat, keadaannya masih sangat lemah dengan luka dan memar di bagian muka dan kaki. Ia mengalami sesak nafas karena benturan benda keras didadanya dan banyak mengisap pasir laut, sehingga masih harus mendapat bantuan pernafasan.
Walaupun kondisinya lemah, namun ia dengan suara perlahan menuturkan dalam bahasa Konjo kepada pengurus Kerukunan Keluarga Bulukumba (KKB) Sultra soal perjuangan dramatisnya melawan maut.
Ita berada di Palu beberapa hari sebelum bencana untuk melamar pekerjaan. Ia meninggalkan Koltim menuju Kajang untuk bersilaturahmi dengan keluarga sebelum ke Makassar dan bertolak menuju Palu.
Pada Jumat sore, 28/9/2018 di Palu, ia bersama beberapa remaja lain yang ikut melamar pekerjaan, menuju ke area pantai untuk mengisi perut. Mereka kemudian makan bakso sambil mengamati suasana pantai yg mulai ramai untuk persiapan festival Adat Kaili di Palu.
Menjelang magrib Ita masih sempat mendengar suara shalawat dikumandangkan dari mesjid-mesjid sekitar pantai. Tiba-tiba ia merasakan bumi bergetar sangat keras yang menimbulkan kepanikan luar biasa. Belum sempat mencaritau apa yang tetjadi, sekejap dirinya telah berada di depan gulungan ombak tinggi persis di hadapannya. Ita mencoba berlari kencang tetapi gulungan ombak tsunami lebih cepat menerjang dan menyapu semua yang ada di depannya. Ita merasakan dirinya terhempas keras dan ditenggelamkan oleh tenaga yang kuat dalam gulungan air yang bercampur dengan pasir.
“Saat itu saya sudah ttidak lagi menyadari apa yang terjadi. Yang jelas saya terseret gelombang tsunami ke arah daratan,” cerita Ita dengan kondisi yang masih sangat trauma.
Ita tak sudah tidak menyadari apa yang terjadi. Mungkin ia pingsan. Namun masih sangat beruntung gelombang tsunami menghempaskannya ke dalam sebuah bangunan jauh di seberang jalan. Ita tak sadarkan diri cukup lama di bangunan tersebut. Sayangnya, dirinya tidak bisa menggambarkan jenis dan lokasinya. Setelah memuntahkan sisa air dan pasir yang terisap ke kerongkonganya, Ita perlahan mulai tersadar.
“Kala itu saya merasa kesakitan serta tuli karena telinga dan hidung saya terisi pasir laut. Dada saya memar dan sulit bernafas karena wajah dan dadanya dibenturkan oleh tsunami ketembok bangunan. Dalam keadaan kesakitan pada ruang yang gelap gulita, hal pertama yang saya lakukan adalah bersujud syukur kehadirat Allah SWT. Saya menangis tersedu-sedu karena masih bisa selamat dari bencana dashyat yang saya alami,” lanjut cerita Ita dengan mata berkaca-kaca.
Dalam kesendirian dan kesakitannya, tiba-tiba ia teringat ibunya yang masih dirawat di RS Kolaka sehabis operasi kista. Hal yang semakin menambah perih nuraninya. Maka memunculkan semangatnya untuk bertahan hidup. Ita pun bangkit dan tertatih-tatih keluar bangunan. Area pantai yg tadinya riuh dan padat bangunan tiba-tiba menjadi kosong dan sangat sepi, tak ada satu suarapun. yang terdengar kecuali angin dan debur ombak, tak ada yang terlihat di depan mata kecuali sanar-sanar dalam kegelapan hamparan pasir yang sangat mencekam.
Beberapa saat berjalan akhirnya Ita melihat sebuah mobil yang lampunya masih menyala tapi tidak ada penumpang. Ia kemudian mendekatinya dan menekan klakson selama mungkin untuk mencari bantuan dan berharap bantuan datang. Akan tetapi, tak satu orangpun yang tampak, yang ada hanya kesunyian dan kegelapan.
Kesedihan semakin menjadi-jadi mengingat keluarganya yang lain. Orang tua serta adik-adiknya pasti sangat panik mengetahui telah terjadi bencana alam dashyat di Palu. Ita semakin tersedu-sedu merasakan kesunyian yang begitu menakutkan dan sangat lama.
“Sekitar 2 jam kemudian, baru saya mendengar suara-suara motor dan mobil di kejauhan. Saya pun yang sudah sangat letih merangkak berjuang sekuat tenaga mendekati sumber suara itu. Kurang lebih sejam melewati runtuhan bangunan dan mayat-mayat, akhirnya saya sampai di tempat tersebut dan langsung mendapatkan pertolongan. Saya diberi makanan serta minuman,” ucap Ita.
Ita yang masih dalam keadaan lemah, kemudian berjuang di tengah kekacaun Kota Palu. Bagaimana caranya agar bisa secepatnya kembali ke Sultra. Dua hari kemudian, Ita mendapat kabar bahwa kendaraan pengantar bantuan dari BNI Syariah Kendari sudah ada yang akan kembali. Akhirnya ia diikutkan dalam rombongan kendaraan tersebut menuju Poso, Morowali. Ia tiba di Kota Kendari pada 5 Oktober 2018 lalu.
“Alhamdulillah akhirnya saya tiba di Kendari dan langsung diantar ke RS Bahteramas untuk mendapatkan perawatan secara gratis,” tutup kisah Ita. (Isma)