Jakarta, Lenterasultra.com-Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam harus menelan kekecewaan. Upayanya menuntut keadilan dengan mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak sesuai harapannya. Majelis hakim yang menyidangkan perkara banding Nur Alam, justru menolak gugatannya. Tidak hanya, hakim di Pengadilan Tinggi juga menambah dan memperberat hukuman mantan orang nomor satu di Bumi Anoa itu, dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.
“Menyatakan terdakwa Nur Alam terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu alternatif kedua dan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana dalam dakwaan kedua surat dakwaan perkara ini,” ucap Elang Prakoso Wibowo, ketua Majelis hakim, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tinggi, Jakarta, Selasa (17/7) lalu.
Atas perbuatannya itu, hakim Elang Prakoso menjatuhkan hukuman dengan pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar 1 miliar rupiah, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Selain itu, mantan ketua DPD PAN itu juga mendapat pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2.78 miliar dengan ketentuan memperhitungkan harga 1 bidang tanah dan bangunan yang terletak di Kompleks Premier Estate Kav. I No.9, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur yang disita dalam proses penyidikan. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut, dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekutan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 1 tahun pidana. Majelis hakim tingkat banding, juga tetap menyetujui putusan Pengadilan Negeri, mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani hukuman.
Hakim di tingkat banding bukan tanpa alasan memperberat putusan Nur Alam dari tingkat pertama. Majelis Hakim yang beranggotakan Elang Prakoso Wibowo, M.Zubaidi Rahmat, I Nyoman Adi Juliasa, Reny Haida Ilham Malik dan Lafat Akbar itu menilai bahwa putusan majelis hakim di tingkat pertama belum memenuhi rasa keadilan sehingga perlu diubah.
Hal itu merujuk pada fakta persidangan yang didapat dari keterangan ahli Dr.Ir. Basuki Wasis Pengajar pada fakultas kehutanan IPB. Dalam kesaksian Basuki Wasis terbukti tindakan Nur Alam yang memberi persetujuan IUP eksplorasi kemudian menjadi IUP Eksplorasi PT Anugrah Harisma Barakah tanpa prosedur yang semestinya, telah mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan secara masif di Pulau Kabaena. Belum lagi bila dihitung biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup tersebut telah mengakibatkan kerugian yang berskala besar.
Terlebih Nur Alam juga terbukti telah menerima Gratifikasi dari Richorp International Ltd yang disamarkan dalam bentuk asuransi pada Asuransi Mandiri Rencana Sejahtera Plus. “Walaupun pada akhirnya polis asuransi tersebut dibatalkan terdakwa, dan dananya atas perintah terdakwa ditampung pada Bank Mandiri Cabang Kendari Masjid Agung atas nama PT Ultra Timbel Mas Abasi,” demikian bunyi pertimbangan Majelis Hakim. (Rere)