Insentif Perawat Tidak Dianggarkan, Direktur RSUD Muna Ancam Tutup Pelayanan

Suasana rapat dengar pendapat antara komisi III DPRD Muna dengan TAPD Muna serta pihak RSUD

Raha-Lenterasultra.com-Perawat honorer di Kabupaten Muna jangan berharap untuk segera mendapatkan pembayaran insentif dan jasa pelayanan yang selama ini mereka tuntut. Pasalnya, dana yang diharapkan untuk membayar hak-hak pegawai honor itu, ternyata tidak tersedia dalam kas daerah.

Persoalan ini memantik amarah Agus Susanto Daud Lindu. Begitu Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muna ini mengetahui hal itu, dia langsung bereaksi dan mengancam akan menutup pelayanan di instansi yang dipimpinnya. Agus Susanto mengungkapkan hal itu dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), pihak rumah sakit dan Komisi III di gedung DPRD Muna, Senin (4/6).

Direktur melakukan hal itu, setelah tim TAPD saling lempar tanggung jawab serta adanya statmen jika gaji honorer itu tetap dibebankan kepada pihak rumah sakit. “Tidak ada istilah tidak dibayarkan. Pemkab tidak boleh lepas tangan, karena kalau mengharapkan pendapatan dari rumah sakit, kami tidak sanggup. Dan kalau tidak dibayarkan, kita tutup saja ini rumah sakit. Karena para dokter dan petugas medis akan tarik diri dari rumah sakit,” kata Agus Susanto.

Agus menjelaskan,  pendapatan asli daerah rumah sakit hanya mampu di dapat sebesar Rp 11 miliar dari target Rp 21 miliar. Dana ini diperoleh dari klaim jasa BPJS dan pasien umum. Sisanya, Rp 10 miliar menjadi tangung jawab Pemda yang besumber dari APBD.

Pendapatan Rp 11 Miliar tersebut kata Agus, tidak bisa digunakan untuk membayar honor perawat. Tetapi digunakan untuk keperluan belanja operasional rumah sakit dan jasa perawat. Sedangkan, honor, kata Agus, menjadi tanggungan Pemda.

“Dana sebesar Rp 11 miliar ini,  tidak bisa dipakai membayar honor petugas medis. Itu hanya digunakan untuk membayar jasa dan biaya kebutuhan rumah sakit. Sementara honor tetap menjadi tanggungan Pemda Muna,” jelas Agus.

Mendengar penjelasan tersebut, ketua komisi III Awaluddin mendesak Pemda, untuk segera membayarkan honor petugas medis, dokter ahli dan dokter umum rumah sakit.Menurutnya, dalam pembahasan APBD 2018, dewan telah menyetujui anggaran rumah sakit sebesar Rp 21,9 miliar. Termasuk, didalamnya ada insentif perawat dan jasa dokter ahli serta dokter umum.

“Saya tidak mau tau bahwa anggaran itu tersedia atau tidak. Pemda tidak boleh lepas tanggung jawab karena sudah ada anggarannya dan sudah di setujui di APBD 2018, dan harus dicairkan. Kemudian, bayarkan honor mereka,” pinta politisi asal PAN ini.

Parahnya, Kabid Anggaran BPKAD Muna, Abdul Salam justru melempar tanggungjawab itu pada Direktur rumah sakit. Salam mengatakan, berdasarkan hasil konsultasi dengan BPK, rumah sakit sudah beralih status dari Satuan Kerja ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak tahun 2015.

Peningkatan status ini, menjadi alasan Pemerintah daerah tidak menyediakan anggaran untuk membayar honor perawat. Namun hal itu bisa dilakukan melalui APBD perubahan, itupun harus mendapat persetujuan dari dewan.

Jawaban Kabid Anggaran ini membuat geram sejumlah anggota dewan. Salah satunya Iskandar. Politisi PDIP ini justru mengatakan, anggaran yang disetujui nihil alias tak tersedia. “Ini tim anggaran sudah keterlaluan. Yang kita bahas dan kita setujui ini uang bukan angin. Bagaimana bisa dia kosong ini anggaran, dana Rp 10 Miliar itu dilarikan kemana,?” tanya Iskandar.

Hal serupa juga dilakukan anggota DPRD dari fraksi Demokrat, Sukri. Ia mengatakan, berdasarkan keterangan dari pihak TAPD, sesuai peraturan bupati, terjadinya perubahan RSUD dari Satker ke BLUD dilakukan medio Februari 2018. Sementara, saat penyusunan APBD 2018, rumah sakit masih berstatus Satker. Hal ini menjadi aneh, ketika TAPD merubah APBD tanpa diketahui oleh DPRD.

“Menjadi aneh memang. Anggaran rumah sakit yang kita setujui pada bulan November 2017. Saat itu, status rumah sakit masih satker dan anggaran belanjanya bersumber dari DAU dan Pendapatan Rumah Sakit sebesar Rp 21,9 Miliar. Saat Perbub keluar pada bulan Februari 2018, semua anggaran itu dirubah dan dibebankan sepenuhnya kepada Rumah Sakit tanpa sepengetahuan Dewan.  Terus, sisanya Rp 10 Miliar itu dibawah kemana? Sementara pihak rumah sakit sudah katakan tidak sanggup membayar honor petugas medis dengan angaran Rp 11 Miliar itu,” Sukri berstatmen.

Meski dijelaskan demikian, lagi-lagi pihak Pemda bergeming. Pembayaran menunggu APBD perubahan agar honor petugas medis dibayarkan. “Kami dengan pak Bupati sudah komitmen dan menjamin akan bayarkan honor mereka setelah APBD Perubahan,” ungkap Salam.  (ery)

mogokRSUD Muna