KPK Kukuh Proses Hukum Asrun Sudah Prosedural

Indra Mantong Batti , anggota tim biro hukum KPK

LENTERASULTRA.com-Belasan lembar jawaban disiapkan tim biro hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat hadir di sidang praperadilan yang diajukan Asrun, Cagub Sultra, di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/4) tadi. Intinya, tim yang dipimpin Indra Mantong Batti itu menegaskan bahwa langkah hukum yang KPK lakukan terhadap Asrun, 28 Februari 2017 lalu sudah sangat prosedural.

Di depan hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini, Agus Widodo, tim hukum KPK menjelaskan alasan-alasan mereka membawa Asrun ke Polda Sultra, menetapkannya jadi tersangka dan kemudian menahannya di Rutan KPK, 1 Maret lalu. Intinya, KPK mengaku sudah sangat prosedural saat melakukan semua tindakan hukum di Kendari dan di Jakarta.

Soal tindakan membawa Asrun ke Polda Sultra yang disebut oleh Safarullah, kuasa hukum Asrun merupakan tindakan yang tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, bagi KPK sudah sesuai standar. “Tindakan merupakan tindakan sah dan berdasar atas hukum. Sehingga dalil permohonan tersebut adalah tidak benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum,” tutur Indra Mantong, anggota tim biro Hukum KPK, kepada lenterasultra.com.

Lebih jauh ia menjelaskan ketentuan hukum mengenai definisi dari tertangkap tangan telah diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. Mengacu pada oasal angka KUHAP tersebut beberapa kondisi yang dapat terjadi dalam keadaan seseorang telah tertangkap tangan adalah pada waktu sedang terjadinya tindak pidana, segera sesudah tindak pidana terjadi, segera setelah diteriaki oleh khalayak ramai, atau apabila sesaat kemudian ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu.

“Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh termohon (KPK) berdasarkan Surat Penyelidikan (Sprin) Nomor: 132/01/11/2017 tertanggal 24 November 2017, termohon melakukan tindakan tangkap tangan karena telah terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 KUHAP berdasarkan data berupa dokumen dan informasi yang diperoleh termohon termasuk alat bukti elektronik (hasil penyadapan pembicaraan antara beberapa pihak) dan ditemukannya Kendaraan Mobil bermerk Toyota Avanza dengan plat nomor DT 1657 FE berwarna perak yang diduga keras dipergunakan untuk tindak pidana,” katanya.

Hal ini, sambung Indra, sejalan dengan ketentuan Pasal 102 KUHAP yaitu ketika Penyelidik mengetahui teradinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, maka wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat(1) huruf b, yang dalam hal ini yaitu melakukan upaya tangkap tangan antara lain terhadap Asrun.

Artinya tindakan tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK kepada Asrun telah sesuai dengan ketentuan hukum, karena dalam hal tertangkaptangan KUHAP telah menentukan bahwa penangkapan dilakukan tanpa Surat Perintah Penangkapan. Ia mengutip pasal 18 ayat(2) KUHAP, yang berbunyi Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

Kata Indra, ketika Penyelidik KPK mendatangi kediaman Asrun, KPK memperkenalkan diri sebagai penyelidik dan menyampaikan maksud kedatangan dengan menunjukkan Surat Perintah Penyelidikan. Nah, saat itu Asrun tidak menggunakan haknya untuk membaca surat tersebut.

Kemudian ketika KPK membawa Asrun ke kantor Polda Sultra untuk dimintai keterangan lebih lanjut tidak ada unsur yang dilakukan oleh KPK. “Pemohon mengikuti permintaan Termohon dengan tanpa suatu keberatan apapun untuk bersama-sama menuju Kantor Polda Sulawesi Tenggara,” paparnya.

Setelah KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dengan nomor Sprin.Dik/37/DIK 18 tanggal 28 Februari 2018, KPK membawa Asrun dengan terlebih dahulu mengeluarkan Surat Sprin.Bawa/02/DIK 01.02/23/2018 tanggal 28 Februari 2018 yang sprin ditandatangani Direktur Penyidikan.

Penyidik yang oleh memerintahkan Penyelidik untuk membawa Asrun kepada Penyidik yang ada di Kantor KPK di Jakarta untuk didengar keterangannya sebagai sehubungan dengan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Adriatma Dwi Putra, Walikota Kendari periode 2017-2022 dan Asrun, bersama-sama Fatmawaty Faqih.

Setelah tiba di Kantor KPK, Asrun dan pihak-pihak lainnya diberikan Berita Acara Membawa Tersangka untuk dibaca dan ditandatangani, hal mana menunjukkan bahwa Penyelidik KPK telah melaksanakan tugasnya untuk membawa Asrun ke kantor KPK dan ini menunjukkan adanya persetujuan atas pelaksanaan membawa Pemohon ke Kantor Termohon di Jakarta.

“Bahwa tindakan Termohon tersebut telah sesuai dengan KUHAP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada pelanggaran hukum atau pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh Termohon sebagaimana didalilkan Pemohon. Maka dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Tindakan Termohon membawa pemohon adalah tindakan melanggar hukum dan hak asasi manusia adalah keliru dan tidak berdasar hukum sehingga patut untuk ditolak,” kata Indra.(rere)

AsrunKPK